71 | presentiment

26.3K 4.5K 2.1K
                                    

ENAM BULAN KEMUDIAN

"Jujur, gue nggak expect kalau lo bakal ngeiyain ajakan gue untuk ngopi bareng hari ini."

Kata-kata Wirya bikin Jenar otomatis berhenti menatap layar handphone yang lagi dia pegang. Biasalah, buat laporan sama bini. Soalnya pas dia pamit dengan alasan mau ngopi sama Wirya, Rei langsung bilang "kabarin ya kalau udah sampai di kafe". Jenar mengirim dulu chatnya ke Rei, baru dia ganti memandang temannya.

"Emang kenapa?"

"Ini weekend. Biasanya lo sibuk sama istri lo." Wirya mengedikkan bahu.

"Nggak selalu. Gue sama Regina punya me-time masing-masing. Lagian, dia sama si bocil juga lagi main ke rumahnya Johnny."

"Ngapain?"

"Besuk Chester. Kapan hari tuh si Johnny cerita kan ke gue kalau akhir-akhir ini, anaknya kelihatan rada sad karena lama nggak main sama temen seumuran. Not that Wuje seumuran juga, cuma seenggaknya biar si Chester ada temen lah."

"Chester masih terapi ya?"

Jenar mengangguk. "Kata Johnny, progressnya bagus sih. Kemungkinan besar karena Chester-nya juga masih kecil, jadi kemampuan regenerasi sel tubuhnya lebih oke daripada yang udah tua. Walau kalau dipikir-pikir, kasian juga ya. Anak sekecil itu, berbulan-bulan nggak bisa jalan sendiri tanpa dibantu, padahal kan lagi di umur aktif-aktifnya."

Wirya malah tertawa kecil.

"Apa?" Jenar mengerjap.

"You talk like a father."

"I am, Wirya. Soon, I am going to be a father of two."

"I know." Wirya manggut-manggut. "Cuma, kalau keinget gimana kelakuan lo jaman kuliah, gue rada amaze karena ternyata lo bisa jadi ayah dan kepala keluarga yang baik."

Mata Jenar menyipit. "Emang kelakuan jaman gue kuliah kenapa sih? Kenapa hampir semua orang tuh bicaranya kayak gue jaman kuliah adalah pemuda yang tersesat di lembah dosa terus sekarang udah bertobat?"

"Lo slengean banget jaman kuliah."

"..."

"Dan playboy."

"GUE CUMA PUNYA MANTAN DUA BIJI, FOR GOD'S SAKE!"

"Still, lo dikelilingi banyak cewek, kan?" Wirya separuh meledek.

"Oke, stop. Gue nggak datang ke sini buat ngopi sekalian diledekkin sama lo ya." Jenar mendelik. "Kenapa?"

"Ah ya, soal itu..."

"Hm?"

"Mau cerita tentang Rhyzoma."

"Kenapa? Jangan bilang lo berantem lagi sama dia?!" Jenar menyelidik.

"Kalau misalnya berantem, emang kenapa? Kok respon lo annoyed banget gitu..."

"Gue bukan spesialis mendamaikan pasangan yang berantem!" Jenar mendengus, lalu menyempatkan diri menyeruput minuman yang dia pesan. "Kalau urusan itu, minta aja ke Tigra."

"Tapi lo lebih memahami Rhyzoma daripada Tigra memahami Rhyzoma."

"Yaelah..."

"Itu pujian loh, Je. Berarti gue anggap lo berjiwa muda kan?" Wirya nyengir. "Tapi nggak, gue nggak berantem sama Rhyzoma."

Itu bukan kali pertama Wirya 'curhat' ke Jenar tentang Ryza. Bisa dibilang, entah sejak kapan persisnya, Wirya seperti mendaulat Jenar jadi penasehat untuk hubungan asmaranya. Katanya sih, karena Jenar tuh lebih bisa paham Ryza maunya apa—heran banget, padahal Jenar juga baru sekali ketemu Ryza. Itu juga nggak sengaja, yaitu ketika dia jemput Wuje dari tempatnya Wirya habis ikutan makan lobster dalam agenda makan-makan sebagai bentuk pajak jadian dari Wirya untuk teman-teman Ryza.

A Bunch of Daddy ✅Where stories live. Discover now