72 | déjà vu

30.5K 4.7K 1.7K
                                    

Sewaktu melihat ekspresi yang tergambar di wajah orang tuanya saat mereka saling menyadari kehadiran satu sama lain di koridor rumah sakit sempat bikin Rei merasa seperti baru saja melakukan tindakan kriminal.

Seperti yang dibilangnya ke Jenar sebelumnya, dia memang sengaja nggak memberitahu kedua orang tuanya kalau mereka akan ada di tempat yang serupa pada waktu yang bersamaan. Soalnya kalau dia kasih tau, pasti salah satu dari mereka bakal bikin alasan biar tidak jadi datang. Untuk sekali saja, Rei ingin mereka terlihat seperti keluarga yang utuh. Seumur hidupnya, dia hampir nggak bisa mengingat kapan terakhir kali mereka benar-benar 'hadir' sebagai orang tuanya.

Setidaknya untuk kali itu saja, Rei berpikir.

"You're really cruel, you know that?" Jenar membungkuk dan berbisik padanya sebelum mereka masuk ke ruangan.

Rei hanya meringis, terus mengangkat bahu. "Can't help it. Sorry."

Obgyn mereka sempat agak kaget dengan ramainya orang-orang yang hadir. Tapi di saat yang sama, dokter itu bisa mengerti. After all, sesi hari itu adalah sesi ultrasonografi Rei yang terakhir. Wajar jika antusiasmenya lebih dari biasanya, sebab sesi tersebut adalah tanda bahwa hari perkiraan lahir semakin dekat. Tinggal selangkah lagi hingga mereka bisa mendekap anggota keluarga baru mereka dalam pelukan.

"So far so good." Dokter Natya berkata seraya menatap pada monitor. "Nggak ada masalah. Dedeknya baik-baik aja."

"Fix perempuan nih ya, Dok?" Jenar bertanya.

"Kelihatannya sih begitu. Seenggaknya dari yang terlihat di sini."

"Fix satu doang, Dok?" Hyena ikut-ikutan nyeletuk, bikin Jenar menoleh padanya.

"Apa maksudnya nih fix satu doang?"

"Nanya doang. Lo nggak usah nyolot gitu dong." Hyena mencibir. "Kan banyak tuh cerita ibu hamil yang ngiranya anaknya satu doang, eh pas keluar-keluar, ternyata buy one get two—siapa tau aja, Wuje tau-tau dapat dua adik baru!"

"Masa iya, Dok?!" Jenar berpaling ke Dokter Natya. Bukan apa-apa sih, cuma ya, sepengalamannya mengurus Wuje bersama Rei dulu, mengurus satu bayi saja sudah lumayan bikin keleyengan. Apalagi dua sekaligus.

"Itu mungkin aja. Ada banyak kasus di mana seorang ibu nggak sadar kalau dia mengandung anak kembar, dan nggak kelihatan ketika USG karena salah satu bayinya berada di belakang bayi lain kembarannya, jadi ketutupan gitu." Dokter Natya menjelaskan. "Tapi sejauh ini, kemungkinan besar, dedeknya cuma sendirian kok. Kalau dilihat dari usia kandungan. Even, mesti dijadikan catatan kalau ukuran janinnya tergolong besar."

"Will that be a problem?" Jenar bertanya lagi, kali ini tampak agak khawatir.

"Seharusnya nggak, kalau labour berjalan smooth."

"Nggak perlu lewat c-section kan?" Rei turut bersuara.

"Sejauh ini, nggak. Justru saya lebih encourage lewat natural birth aja. Hopefully, things will go smoothly."

"Hopefully?" Jenar nggak bisa nggak notice bagian dari ucapan Dokter Natya yang itu.

"Nggak ada yang perlu dikhawatirkan untuk saat ini, sebenarnya. Biasanya, kehamilan kedua akan lebih mudah daripada yang pertama. Selain karena ibu dan ayahnya biasanya sudah lebih tau apa yang harus dilakukan, labour biasanya berlangsung lebih cepat." Dokter kembali menerangkan. "Jangan cemas, Pak Jenar. When I said 'hopefully', doesn't mean I expect something bad, tapi kembali lagi, kalau kaitannya sama nyawa manusia, dokter kan nggak berhak memastikan sepenuhnya, entah itu yang baik atau yang buruk. So far, things are looking good. Semuanya oke, kok."

A Bunch of Daddy ✅Where stories live. Discover now