CHAPTER 22

35.2K 1.4K 33
                                    

Kelopak mata perlahan bergerak, mata berwarna coklat itu terbuka menyesuaikan cahaya yang berada di dalam ruangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kelopak mata perlahan bergerak, mata berwarna coklat itu terbuka menyesuaikan cahaya yang berada di dalam ruangan. Zeyra mengedipkan mata beberapa kali agar sepenuhnya tersadar.

Dia melirik ke arah tubuhnya yang tengah berbaring dibungkus selimut tebal berwarna abu-abu. Gadis itu menatap langit-langit kamar berusaha mengingat sesuatu.

“Kau sudah sadar?”

Suara serak dan berat seseorang berhasil membuat Zeyra menegang. Ia meneguk ludah, tiba-tiba kerongkongannya terasa kering. Zeyra menoleh ke kiri mendapati sosok lelaki yang tengah duduk di kursi tepat di samping ranjangnya.

Geogra melipat tangan di depan dada dengan satu kaki yang terangkat. Zeyra segera bangkit dari tidurnya disertai ringisan kecil. Ia memegang kepala ketika merasakan pusing.

Tanpa diduga, satu gelas air putih sudah berada di depan wajahnya beserta tangan kekar yang memegang gelas tersebut.

Gadis itu memandang gelas tersebut dengan tatapan takut. Ia ingin meraihnya tetapi ragu-ragu. Apakah air putih tersebut untuknya?

Satu alis Geogra terangkat. Laki-laki itu memandang Zeyra dengan lekat. Geogra menghela napas kasar, ia berdecak membuat gadis itu menunduk takut. “Minumlah.”

Tubuh Zeyra berjengit kaget saat telapak tangan milik Geogra menyentuh bahunya, laki-laki itu membantunya untuk meneguk segelas air putih tersebut.

Setelah selesai, Geogra menyimpan gelas yang sudah kosong itu di atas nakas.

“T-terima kasih.” Zeyra menunduk, ia tidak bisa menyembunyikan raut ketakutan beserta tubuhnya yang gemetaran. Tangan gadis itu mencengkeram sisi selimut dengan kuat.

Selama beberapa menit, ruang kamar yang hanya terdapat dirinya dan Geogra terasa hening dan mencekam.

“Apa kau sudah merasa lebih baik?” tanya Geogra, memecah keheningan.

Gadis itu menganggukkan kepala tanpa mengalihkan pandangan. Sungguh, tatapan Geogra sangat menakutkan bagi Zeyra.

“Sayang sekali.”

“Jika saja kau tidak pingsan. Mungkin sekarang kau sudah bersama si bajingan itu.”

Deg!

Raut muka Zeyra semakin tegang. Jantungnya berdegup kencang. Dia menggigit bibir, mati-matian berusaha agar tidak menangis. Namun, tanpa bisa dicegah, cairan bening lolos dari pelupuk mata membasahi pipi.

GEOGRAWhere stories live. Discover now