Bagian 2. Perjumpaan

2.4K 143 62
                                    

Jika kalian befikir rencanaku beteman dengan si Kakak Cantik bejalan mulus, kalian salah. Dak sedikitpun aku punya keberanian menyapa si Kakak Cantik. Saat tekad yang ku bangun telah sempurna, namun pasa saat sampai aplikasinya, aku tiada berani dekatinya. Parah! Parah!

Giliran aku mendekati Kakak Cantik hanya untuk mengucap 'hai' nyaliku langsung ciut. Kesal dengan bodohnya aku, aku hanya bisa menggembungkan pipiku dan berlalu meninggalkan tujuanku.

Sekali, dua kali, tiga kali dan berkali-kali, akhirnya aku gagal mendekati Kakak Cantik. Memang aku sangat pengecut saat berhadapan dengan orang baru. Tampang sangar nyali keong. Handeh.

Suatu siang, saat aku bosan dengan keadaan sekitarku, aku memilih bermain di taman komplek yang belum banyak pengunjung. Duduk bersandar di bawah pohon rindang dengan pencil di tangan kanan, buku tulis di pangkuan, tangan kiri yang bermain dengan angin, pandangan yang tertuju pada danau buatan, rambut yang sesekali tertiup sepoyan angin, kicauan jangkrik yang mengalun, aku berpetualang dalam 'ruang hatiku'. Ragaku ada di taman, 'jiwa'ku melayang entah kemana. Sesekali aku menuliskan bait-bait untaian kata yang tiada makna kerana susunan yang tiada bersahaja.

~Teguh berdiri tiada cukup kala memori ikat diri tahan hati langkah berani arungi mimpi hampir nyata~

~Memori akan selalu tersimpan, semakin berusaha 'melupa' semakin terbentuk 'jembatan' tuk semakin 'teringat'. Hanya 'rela' dan 'melepas', maka 'keterikatan' akan 'terurai'~

Entah aku terlalu terbuai oleh permainan fikirku sendiri ataukah aku terlena akan hembusan angin yang menerpa ataukah aku terlalu merasa kesepian sehingga mendengar bait lantunan syair tapi bukan syair. Aku suka dengan susunan katanya.

~Be brave to admit, and courageous to push the limit.~

Fix. Itu bukan dari isi kepalaku. Bahasa inggrisku tidak sebagus itu. Ku coba fokuskan lagi 'jiwa'ku yang telah berkelana, meminta ia kembali pada raga. Reflek, setelah 'jiwa'ku benar kembali, ragaku langsung menoleh ke arah kiri.

Apa yang kalian harap tuk aku lihat, mata indah dengan senyuman hangat. Freckles yang menghiasi kulit putihnya, rambut keemasan yang tertiup angin, pesoana aura yang bersahaja dan itu semua berasal dari satu orang.

"Kakak Cantik!!!!"

Reflek, badanku tegap berdiri dengan teriakan yang tiada sadar terucap. Aku sangat sangat speechless. Malam itu aku mengagumi wajah ayu dan pesonanya, kali ini ditambah dengan suara lembut yang sangat enak untuk aku dengar. Yup, malam itu Kakak Cantik tidak begitu banyak berbicara lagipula aku terlalu fokus akan kecantikannya. Jyaaaaa! 

"Kakak Cantik!?????"

Satu alisnya terangkat dengan kepala yang sedikit miring penuh dengan exspresi heran penasaran.

Lama fikirku tuk kembali sampai akhirnya Kakak Cantik-ku melambaikan tangannya di depan wajahku. Kakak Cantik-ku? Ku? Woaaaa aku sudah gila, mengklaim perempuan di depanku menjadi milikku.

"Y....ya...maaf....itu...aku..."

"Zara. Panggil aku Zara saja. Kita tak jauh berbeda usia bukan?"

Aaaaaaa senyuman itu. Aku rasa aku menemukan candu baruku.

"Ai. Panggil aku Ai saja!"

Btw, sepertinya aku lupa mengenalkan diriku. Hehehe sorry, keasikan dengan Kakak Cantik mah gitu, bikin salah fokus.

EGO -> Kakak Cantik (Revisi Done)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang