9. Toko Merah

5.2K 485 23
                                    

Bagi kalian yang tinggal di wilayah Jakarta. Pasti sudah tidak asing lagi dengan sebuah bangunan bernama Toko Merah.

Letaknya ada di tepi barat Kali Besar, Kota Tua Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Letaknya ada di tepi barat Kali Besar, Kota Tua Jakarta. Masih satu areal dengan museum Fatahilah.

Sebelum bercerita tentang sisi Horor dari bangunan Toko Merah. Lebih baik kita pelajari dahulu, sejarah dari pembangunan Toko tersebut. Sesekali mempelajari sejarah tidak ada salahnya bukan?

Kalau bukan kita yang mengingat dan menghargai sejarah bangsa ini. Lalu siapa lagi yang akan meneruskan? Jangan sampai anak cucu kita tidak mengetahui sejarah Bangsa nya sendiri.

Toko Merah dibangun pada 1730 oleh Gustaaf Willem Baron Van Imhoff di atas tanah seluas 2.471 meter persegi. Jadi Toko Merah di bangun oleh orang Belanda kala itu.

Lalu kemudian Toko Merah dimiliki oleh warga Tionghoa, Oey Liauw Kong, sejak pertengahan abad ke-19 untuk jangka waktu yang cukup lama.

Menurut sejarah yang ada, Toko Merah menjadi saksi bisu atas tragedi Geger Pecinan.

Dimana ada ribuan nyawa tewas dan seluruh nya adalah orang Tionghoa. Mereka dibunuh oleh penjajah Belanda yang tidak suka dengan cara warga Tionghoa yang memberontak pada Belanda. Semuanya tanpa terkecuali, dari orangtua, orang-orang muda hingga bayi sekalipun. Mereka seluruhnya di bantai.

Di tanggal 10 Oktober 1740, gubernur jenderal Adrian Volckanier mengeluarkan surat perintah: Bunuh dan bantai orang-orang Cina. Lalu di tanggal itulah, tragedi berdarah itu terjadi.

Menjadikan Batavia pada masa itu menjadi kelam. Buram oleh darah-darah yang mengalir deras di sepanjang jalan pemukiman penduduk Tionghoa. Setiap penduduk yang di temui, diperintahkan untuk dibunuh dengan cepat.

Suasana kota sangat kalut. Bahkan dengan kejamnya. Gubernur Jenderal Adrian Volckanier menyuruh kelasi-kelasi yang kapalnya tengah bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa untuk membunuh warga Pecinan yang mereka temui. Menjarah, merampok bahkan memperkosa gadis-gadis yang tidak bersalah.

Menurut sejarah, begitu biadabnya pembantaian tersebut. Hingga para pasien dan bayi-bayi yang baru lahir. Mereka yang tengah mendapatkan perawatan di RS Cina, yang dulu letaknya ada di depan stasiun KA Beos juga di bunuh.

Bahkan Orang-orang Tionghoa yang terpenjara di penjara bawah tanah balai kota. Seluruhnya dibunuh, jumlah mereka mencapai 500 jiwa.

Menjadikan Kali Angke dan bangunan Toko Merah sebagai saksi bisu tragedi berdarah tersebut.

Kali Angke yang semula jernih airnya. Berubah menjadi genangan darah, menampung tubuh para penduduk Tionghoa yang tewas. Mayat nya di lemparkan begitu saja. Di biarkan hanyut terbawa aliran sungai.

Menimbulkan bau amis yang menusuk hidung.

Tidak sampai di situ. Tepat di depan Gedung Balai Kota atau yang kita sebut dengan Museum Fatahilah. Ribuan tubuh tak bernyawa bergelimpangan tepat di halaman depannya. Darah-darah itu mengalir dengan deras hingga sampai di depan bangunan Toko Merah.

Indigo Stories 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang