S e p u l u h

12K 1.2K 84
                                    

"Gue sih lebih suka pizza dari pada burger," ujar Dery menjawab pertanyaan konyol dari Toha. Ada-ada saja tingkah cowok satu itu. Kemudian, Toha menganggukkan kepalanya dan beralih pada Deo.

Namun, sebelum itu...

"Gue lebih suka cimol, cireng, cibay dan makanan yang terbuat dari tepung tapioka lainnya."

"Lo sebenernya bukan anak orang kaya kan, De? Ngaku lo?" Tanya Rido.

"Deo anak orang kaya, tapi ya gitu. Seleranya rendah," ujar Toha.

"Sama kayak harga dirinya," timpal Toha.

"Lebih baik cium bapaknya di depan cewek demi rujak bengkuang," tambah Rido dan Dery tertawa.

"Gila banget sih emang."

Mendengar ucapan teman-temannya, Deo bangkit dari duduknya. Sudah dua hari sejak Deo mengantar Jeje pulang ke rumahnya. Sejak itu pula, ia tidak berani menemui gadis manis itu. Alasannya ada pada Rio, ayahnya yang kurang ahlak.

"Gue keluar."

"EH, DE JANGAN NGAMBEK!" Teriak Dery dan Deo melambaikan tangannya tanpa menengok ke belakang. Jam kosong seperti ini tidak buruk juga untuk jalan-jalan keluar. Menyusuri lorong sekolah asik juga.

Hari ini cuaca panas sekali, listrik tiba-tiba mati membuat area sekolah senyap seketika. Jangan tanya jika listrik menyala, suara sholawat menggema di tiap penjuru gedung, apalagi di hari jum'at.

Ya walaupun Deo tidak mengerti sih dengan arti suara yang terdengar seperti nyanyian itu, tapi ia suka.

Ardeo Mahendra itu berbeda dengan kita. Paham?

"Deo," tegur seseorang dan Deo menoleh kebelakang. Berdecak kecil setelah tau siapa yang memanggilnya.

"Apa?"

"Lo ngapain disini?" Tanya Aleta. Gadis cantik dengan dengan bando pitanya.

"Berdiri, bernafas santai sebelum akhirnya lo dateng..."

"Ganggu," lanjut Deo.

"Sorry deh," ucap Aleta mendekat ke arah Deo. Merangkul sebelah pinggang cowok itu membuat Deo kaget dan repleks menepis tangan Aleta.

"Apaan sih lo?!"

"Deo pliss," ujar Aleta semakin merapatkan tubuhnya pada Deo.

Deo tidak mengerti dengan gadis di hadapannya ini, ekspresi wajahnya seperti...

"Gue pengen, De. Pliss!"

"Apaan sih anjing, stres lo!" Umpat Deo dan beranjak pergi sebelum akhirnya Aleta berhasil menarik Deo kedalam toilet.

"Lo sange ya?" Tanya Deo menarik tangannya dari genggaman Aleta.

"Iya, gue pengen cium lo sekarang."

"Sorry, bibir gue cuma buat Jeje." Ujar Deo dan Aleta membanting pintu toilet.

Brak!

"Heh gila! Lo dalam pengawasan rumah sakit kayaknya."

Namun, lagi dan lagi Aleta berhasil terhadap Deo. Sebelum cowok rambut panjang itu membuka pintu toilet Aleta sudah lebih dulu mencium bibir Deo dengan nafsu.

Deo tidak pernah ciuman. Sumpah!

Sialan sekali Aleta sudah mengambil keperjakaan bibirnya.

"Anjing!" Umpat Deo keras dan menampar pipi Aleta tanpa sengaja. Ia repleks, kesal dengan perbuatan cewek itu. Lehernya sakit sekali, merah pula.

"Permisi." Ujar seseorang yang baru saja keluar dari bilik toilet, Deo yang menghalangi pintu masuk pun menyingkir sebelum akhirnya melihat sosok gadis itu.

"Je?"

"Kenapa, Deo?" Tanya balik Jeje. Tumben sekali gadis tomboy itu memanggil namanya.

"Lo dari tadi disitu?"

"Iya, kenapa?" Deo sempat terdiam seketika, apa Jeje tidak melihat semuanya?

"Deo," panggil Aleta.

"Apaan anjing? Puas lo!" Sentak Deo dan cowok itu menarik tangan Jeje keluar dari sana. Menarik beberapa lembar tisu dan meninggalkan Aleta sendiri disana.

Sedangkan Jeje, ia bingung harus menyikapinya bagaimana. Deo terus menarik tangannya sampai pada akhirnya cowok itu membalikkan tubuh dan menyodorkan tisu kehadapannya.

"Elapin!" Tunjuk Deo pada bibirnya dan sedikit mencondongkan tubuhnya pada Jeje.

"Kenapa harus gue?" Tanya Jeje dan mulai menyapukan tisu pada bibir merah muda alami Deo.

"Karna gue maunya elo."

"Sorry, bibir gue cuma buat Jeje. Maksudnya apa?" Tanya Jeje sedikit mendongakkan kepalanya. Deo diam beberapa detik sebelum akhirnya menarik pinggang Jeje mendekat ke arahnya.

"Di Gereja nanti, pas gue nikah. Pasti bibir lo yang gue cium," ujar Deo santai dan Jeje melepaskan tangan cowok tampan itu dari pinggangnya.

"Tapi gue bukan mempelai wanitanya, jangan halu!" Ujar Jeje dan melempar gulungan tisu dan mengenai dada Deo membuat cowok itu terkekeh pelan.

"Gue serius Jesica!"

"Gak usah banyak bacot, gue gak percaya sama mulut cowok. Apalagi elo."

"Gue cinta sama lo!"

"Gak usah bucin, De. Gue orangnya bosenan."

Deo diam sembari menatap lekat wajah gadis di depannya. Kenapa terlihat serius sekali mengucapkan kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya.

Bosan? Bukannya hal wajar.

"Ya bodoamat, tugas gue sekarang kan meluluhkan hati lo doang."

"Minggu ini lo luang? Trip sama gue ayo!"

"Kasih gue kesempatan," ujar Deo beruntut sembari mengusap pipi Jeje. Gadis itu menepisnya dengan cepat, berjalan meninggalkan Deo setelah menganggukkan kepalanya dan cowok itu tersenyum lebar.

"Dah..." Deo melambaikan tangannya ke arah Jeje, namun sepertinya gadis itu sengaja tidak menengok lagi.

"Aku bisa membuatmu, jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta..."

"Ardeo, lo dipanggil ke ruangan BK sekarang!"











____

Siang cape kerja, malem cape mikir wkwk.

Btw, maaf ya sedikit.

Kemarin ada yang bilang, pengen cerita kayak Aglanta lagi. Emang ada yang mau lagi gitu?


ARDEO MAHENDRAWhere stories live. Discover now