E m p a t P u l u h

7K 709 27
                                    

Kasian kena prank!










"Mampus!"

Dibelakang gedung fakultasnya, Jeje mengumpat kala melihat ponselnya berdering, mati lalu berdering kembali. Saat genting seperti ini Jeje takut mengangkat ponselnya.

"Mampus Lo, Jes! Laki Lo nyari tuh," kedua temannya terkekeh atas nasib yang akan di terima Jeje nanti, ketiga gadis itu tengah bersembunyi dari kejaran Deo dan teman sejurusannya. Jeje bolos mata kuliah dan merokok di warung depan, dan berakhir bersembunyi di gedung paling belakang.

"Terus gimana dong?"

"Itu sih DL!"

Anjing emang! Punya temen satu kelas gak ada akhlak ya begitu. Jeje tau Deo tidak mungkin memarahinya, tapi tetap saja ia merasa takut. Apalagi ketauan nyebat dan tidak masuk kelas.

"Kita ngapain ikutan ngumpet? Kan yang kena Jesi doang," Apipah beranjak berdiri, membuat Vanesa ikut-ikutan. Jeje yang mendengar itu pun jelas tidak terima, kan mereka nongkrong barengan.

"Kita kantin ah!" Ujar Apipah lagi, lalu Vanesa mengangguk setuju.

"Ih bangsat!" Jeje mengumpat kala Apipah dan Vanesa meninggalkannya, ia masih mengumpat berharap Deo tidak menemukan dimana ia bersembunyi. Saat ia menetralkan degup jantungnya yang menggila karena tadi berlari, ia harus terkaget kala memutar tubuhnya ke belakang disana ada Deo yang tersenyum manis. Membuat Jeje menatapnya takut.

"Hai," sapa Deo melambaikan tangannya. Jeje berdiri dan hendak kabur, namun tangannya lebih dulu di cekal oleh Deo.

"Mau kemana lagi? Ayo pulang!"

"Aku masih ada kelas."

"Gak usah bohong. Besok kita tunangan!" Jeje terkekeh canggung saat Deo menarik tangannya, keluar dari persembunyiannya dan berjalan beriringan keluar kampus.

"Tapi aku laper," Jeje mengusap perutnya, sementara Deo harus menghembuskan nafasnya lelah. Lelah dengan rengekan Jeje yang terdengar menggemaskan.

"Laper itu makan bukan ngerokok di warung," sindir Deo dan Jeje hanya diam, tidak membalas ucapan Deo.

"Mau makan apa?" Deo memasangkan helm di kepala Jeje, pertanyaannya bahkan belum di jawab oleh sang kekasih, Jeje yang salah dan sepertinya dia juga yang ngambek.

"Je," tegur Deo.

"Makan kamu!" Jeje segera naik ke atas motor Deo dan memarkirkannya, untung saja kuncinya ada pada dirinya, Deo bahkan merengut tidak mau. Pasti Jeje yang akan membawa motornya dan membiarkan ia duduk di boncengannya.

"Aku yang bawa mot...,"

"Nggak mau! Udah awas ah," mau berapa kali sih Jeje mempermalukannya, cukup dulu di sekolah saja ia pernah di bonceng cewek, sekarang tidak akan ia biarkan hal itu terjadi lagi.

"Ayo mau pulang gak? Tadi aja maksa pulang!"

"Tapi aku yang bawa motor, kamu awas!"

"Gak mau!"

"Jeje, pliss. aku aja ya, kamu mundur biar aku yang bawa, kamu cukup duduk di boncengan dengan manis peluk aku sepanjang jalan, oke?"

Jeje memicingkan matanya, sementara Deo menunggu pergerakan Jeje agar tidak mengambil alih apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Keduanya memutuskan untuk masuk Universitas yang sama, walaupun beda jurusan yang terkadang membuatnya tidak bertemu walau satu kampus. Deo yang harus mengubur cita-citanya dan Jeje yang harus berkuliah karena ingin membanggakan Fery.

ARDEO MAHENDRAWhere stories live. Discover now