T i g a S a t u

6.8K 787 137
                                    

Disini ku temani kau dalam tangismu
Bila air mata dapat cairkan hati
Kan ku cabut duri pedih dalam hatimu
Agar ku lihat senyum ditidurmu malam nanti...

Pedih milik Last child terdengar mengusik Deo yang ternyata tertidur sembari memegangi tangan Jeje, perempuan yang tadi pingsan lagi di sekolah mengharuskan Deo membawanya ke rumah sakit, lalu mendapat rujukan agar di rawat selama dua hari.

Jeje itu stres dan pembuluh darah di hidungnya pecah karena rapuh, akibat bola basket yang menimpa kepala juga wajahnya begitu keras. Deo sampai dendam sendiri kala Kevin sang pelaku datang untuk menjenguk Jeje, namun sebelum Jeje sadar dari pingsannya Kevin sudah lebih dulu di usir Deo.

Tapi, Jeje stres karena apa hingga kata dokter ia juga mengalami insomnia kronis.

"Hallo," sapa Deo menerima telepon yang ternyata dari Rido, katanya surat kelulusan di bagikan lusa dan itu artinya Jeje tidak perlu khawatir tidak bisa ikut acara coretan seragam, Deo tidak ingin Jeje melewatkan momen berharga mengakhiri masa SMA ini.

Setelah itu Deo mematikan ponselnya dan memandangi wajah tenang Jeje yang masih belum juga bangun dari pingsannya. Benar-benar ya, Kevin.

Tidak lama kemudian, pintu ruangan tempat Jeje di rawat terbuka. Fery berjalan dengan gelisah dan masih memakai seragam kerjanya. Deo lantas berdiri sedikit menyingkir, melihat Fery yang mengecup kening Jeje dengan sayang membuatnya perasaan luluh lantak.

Apa karena sudah mendapat kasih sayang dari orang yang tepat, Jeje tidak membutuhkannya lagi?

"Makasih ya Deo, kayaknya kamu sayang banget sama Jesi." Ujar Fery dan menaruh koper yang ia bawa.

"Kalian masih bareng kan?" Tanya Fery lagi dan Deo menggelengkan kepalanya, Fery sempat heran dan akan bertanya lagi namun pergerakan bola mata Jeje terlihat Deo membuat Fery bergegas memperhatikan anaknya kembali yang sepertinya sudah sadar.

Bersamaan dengan itu juga Amira datang dengan wajah khawatir, membuat Deo harus tersingkir lagi saat ia mendekati Jeje. Pemuda yang masih memakai seragam sekolahnya itu tampak butiran debu yang tidak diperlukan disini, lantas saat kedua orang yang menanti Jeje membuka matanya itu tidak sadar, Deo keluar.

Berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang terasa begitu dingin. Saat ini Deo seperti butuh pelampiasan.

Jeje membuka matanya perlahan, buram sekali sampai wajah manis ayahnya yang tengah tersenyum padanya akhirnya terlihat begitu jelas. Lalu, Jeje juga melihat Amira, sang nenek yang mengelus rambutnya lembut.

Suasana mendadak kosong, bukankah di mimpinya Deo ada disini dan menggenggam tangannya begitu erat.

"Kenapa sayang?" Tanya Fery merasa ada perubahan di sikap Jeje, matanya yang mendadak sayu membuat Fery tau ada sesuatu yang di harapkan anaknya disini.

"Gak papa, Yah."

"Cowok tadi siapa?" Amira bertanya dan Fery mengedarkan pandangannya saat menyadari jika Deo sudah tidak ada disini, kemana pemuda tampan itu.

"Tadi Deo ada disini," jawab Fery.

"Siapa Deo?" Tanya Amira lagi dan Jeje sedikit tersentak, jadi Deo juga ada disini sebelum ia sadar.

"Tadi Deo ada disini sayang, Ayah gak bohong." Ujar Fery menatap Jeje dalam.

"Pacar kamu?" Amira bertanya pada Jeje, namun Jeje tidak tau harus mengatakan apa. Deo bukan pacarnya, meski ia bisa menjawab seperti itu kenapa bibirnya mendadak kelu dan tidak rela menyebut Deo bukan siapa-siapanya.

"Iya, pacar Jesi." Jawab Fery mendahului, Amira tersenyum hangat. Sepertinya nenek berpenampilan modis itu menyetujui jika cucunya mempunyai pacar.

"Jesi pengen ikut acara besok, Yah. Boleh ya," pinta Jeje saat mendengar ucapan dokter yang tadi memeriksanya, ia tidak mau jika harus melewatkan momen besok di sekolah.

ARDEO MAHENDRADove le storie prendono vita. Scoprilo ora