06. Investigasi

2.9K 242 16
                                    

Tempat yang biasanya sepi dan sunyi itu mendadak ramai dan berisik. Beberapa mobil polisi berjajar rapi. Batas polisi terpasang depan gubuk kecil. Media berkumpul di tempat masuk, berebutan untuk mengambil gambar yang ditahan oleh polisi.

Sebuah mobil berhenti tepat disamping mobil polisi. Seorang pria turun dari sana, memakai kacamata hitam. Ingin terlihat keren walau menghasilkan tatapan malas orang-orang.

"Ah detektif! Akhirnya kau datang juga." Salah satu polisi penjaga tkp menghampiri pria yang baru saja disebut detektif itu.

"Ye, apa tkpnya sudah steril? Aku tak ingin tangan ini kotor." Detektif itu menaikkan kacamata hitam yang sempat melorot.

Sang polisi merotasikan matanya kemudian mengangguk. Membuat si detektif mulai berjalan ke gubuk kecil. Dan disambut tawa tertahan orang-orang disana ketika ia hampir terjatuh, lalu berusaha tak terjadi apa-apa. Dia harus stay cool~

Begitu detektif sampai di depan pintu, ia membeku. Kacamata hitamnya jatuh dari pangkal hidung, menyentuh tanah. Aura kelam dan bau anyir darah yang sebelumnya menyapa polisi, manager dan empat anak 127 itu berseruak keluar.

Jujur saja, ini kasus pertama ia bisa turun tangan secara langsung. Meski sudah lulus persyaratan, detektif itu belum terbiasa dengan tempat-tempat terjadinya kriminalitas yang menyeramkan.

"Pak detektif, ada apa?" Bahunya ditepuk pelan oleh seorang polisi. Menyadarkan detektif dari lamunannya.

"Tidak, tidak apa-apa." Balas sang detektif sembari membungkuk, untuk mengambil kacamata. Lalu ia memakai sarung tangan dan masker agar tkp terjaga.

Tak ada yang berubah di dalam sana, bergeser sesenti pun tidak. Sepertinya ia datang lebih dulu dibanding para penyidik.

Netra yang tertutup kacamata hitam itu kini memandang satu persatu foto yang terpajang. Sesekali bergidik saat melihat foto candid yang kurang ajar. Salah satunya foto seorang pemuda sedang mandi. Untung saja jendela kamar mandi berbeda, jadi nampak tak begitu jelas.

Atensinya berpindah ke satu foto. Sebenarnya tidak ada yang spesial disana. Hanya saja, karena sebuah bekas ciuman lipstik merah terlihat tepat di pipi si orang dalam foto itu.

Detektif menggelengkan kepala. Ia tak habis pikir, kok bisa ada manusia macam gini. Membuntuti sang pujaan kemana pun dia pergi. Rela menghabiskan waktu dan uangnya untuk seseorang yang bahkan tak peduli dengannya.

Ah aku lupa. Cinta itu buta.

Sekarang, detektif itu beralih ke arah kanan gubuk. Darah yang hampir kering berceceran dimana-mana. Bau anyir tercium semakin pekat.

Pandangannya berpaling pada sebuah buku diatas meja. Tak jauh dari tempat darah. Ia menghampiri meja itu dan membuka buku, lalu kembali menggeleng-geleng.

Buku itu penuh dengan kata-kata pujaan disertai beberapa foto tertempel. Sang detektif terus membalikkan halaman demi halaman. Dan terhenti pada satu halaman yang penuh dengan kata "saranghae". Terlihat agak ganjil. Di awal kata-kata seperti ditulis lembut. Namun makin bawah tulisannya semakin besar dan kasar, seperti ditulis dengan penuh emosi.

Ia menuju halaman selanjutnya. Kosong. Hanya ada sebuah potret dua manusia yang tak tertempel. Dahinya mengerut. Sayatan terlihat di foto itu. Banyak sekali.

"Siapa ini?"

***


Malam itu langit dipenuhi awan-awan gelap. Menutupi sinar rembulan dan bintang. Tak membiarkan satu cahaya pun menyinari. Membuat malam yang kelam semakin kelam.

Dua orang polisi duduk berhadapan dengan seseorang yang sejak tadi bergerak gusar, gugup. Salah satu polisi memegang sebuah pulpen dan buku kecil. Mencatat hal-hal penting.

Sasaeng || HaechanWhere stories live. Discover now