10. Terciduk

1.9K 207 10
                                    

Seulas senyum terbit di wajahnya. Dengan langkah tergesa ia memasuki rumah sakit, seakan apa yang dicarinya akan segera hilang. Sebuah kamera menggantung di leher terus berayun-ayun.

Tak perlu bertanya pada resepsionis, karena dia sudah tau letaknya. Bahkan hingga sudut-sudutnya. Sembari mengabil langkah cepat orang itu memikirkan tempat strategis untuk menembak. Senyumnya melebar, ia sangat tidak sabar.

Keputusan telah ditetapkan. Sekarang tujuannya berpindah. Orang itu menuju taman rumah sakit. Melacak jendela ruangan yang ia dambakan dan mencari tempat cocok. Sambil melirik-lirik, dia membuat posisi yang pas.

Tidak sia-sia ia mencuri tiket dari seorang pemudi. Berkatnya, dia mengetahui fakta yang tak semua orang ketahui. Wah, ia merasa menjadi orang yang spesial. Setelah yakin dengan tempat, posisi dan suasana, orang itu bersiap. Sebuah seringai muncul di wajahnya.

CEKREK!

***


Sinar matahari menembus tirai putih tipis. Cahayanya bersamaan dengan cuitan burung membangunkan seorang pemuda yang meringkuk diatas sofa. Perlahan kelopak matanya terbuka, menampilkan pemandangan sang ibu yang masih tertidur.

"Selamat pagi, eomma." Suara serak menyapa orang terkasih si pemuda.

Haechan meregangkan otot-otot tubuh. Mengerang pelan dan menghembuskan nafas lega. Hari ini ia merasa hatinya sangat plong. Memang benar apa yang dikatakan dokter waktu itu.

Ia berjalan ke arah jendela. Berniat membuka tirai, membiarkan sinar matahari memasuki ruangan inap ibunya.

Tapi, belum juga pemuda tan itu menyentuh kain jendela. Telinganya menangkap suara gaduh dari arah taman. Suara rumput dan tanah terinjak. Ah, mungkin hanya seorang ob yang tengah membersihkan taman.

Sedetik kemudian, Haechan membeku. Telinganya bukan hanya menangkap suara rumput terinjak. Ia mendengar suara kamera mengambil gambar. Dan diikuti teriakan seseorang yang dikenalnya.

Apakah dia ada disini? Tapi itu tidak mungkin! Pasti hanya orang yang suaranya mirip. Iya, itu tidak mungkin terjadi.

Dengan tergesa, Haechan menyibak tirai putih yang menghalangi jendela. Mata pemuda itu melebar dan rahangnya jatuh. Berkali-kali mata Haechan berkedip. Ia tak percaya atas pemandangan yang muncul dibalik jendela.

Seorang laki-laki bersurai putih panjang sedang mengangkat ponselnya, seperti memotret sesuatu. Dengan jari tengah di tangan yang lain mengacung tinggi. Dari punggungnya saja, Haechan sudah tau itu siapa.

"Y-yuta hyung?"

Kini Yuta sudah berada di dalam rumah sakit, menunduk menatapi petak lantai. Manager Shin di hadapannya terus menghela nafas dan memijat pangkal hidung. Dan Haechan menjadi penonton dadakan, duduk diatas kursi ruang tunggu. Sesekali berhuha pedas karena tteokpokki di tangannya.

"Haah, jadi apa yang kau lakukan disini?"

Pemuda kebangsaan Jepang itu melirik wajah manager sebelum menjawab. "Liburan"

"Bener? Hanya liburan? Lalu kenapa kau ada di rumah sakit?"

Sekarang wajah Yuta telah terangkat sempurna. Memandang manager tak percaya.

"Hyung melarangku untuk menjenguk ibu Haechan?"

Orang yang berubah profesi jadi penonton itu makin semangat memakan kue berasnya. Seolah sedang melihat pertunjukan yang menarik. Melupakan betapa pedasnya makanan yang ia makan.

"Bukan begitu, apa kau liburan sendiri di sini?" Manager mengalihkan pembicaraan, tak mau menjadi debat panjang.

"Tidak, aku kesini bersama temanku." Bantah Yuta.

Sasaeng || HaechanWhere stories live. Discover now