11. Awal Dari Kehidupan Liana

38.7K 4.3K 462
                                    

Happy reading

***

Suara azan Subuh berkumandang, memanggil para hamba Allah untuk melaksanakan ibadah wajib yaitu salat Subuh atas panggilan-Nya.

Seorang lelaki yang sudah mandi dan siap dari pukul tiga Subuh itu menutup kitab suci yang baru selesai ia baca. Memang biasanya lelaki ini akan mengaji atau murajaah ketika selesai salat Sunnah sepertiga malam. Di antara waktu sepertiga malam dan salat wajib Subuh ini ia gunakan sebaik mungkin untuk mengingat kembali hafalannya.

Karena di waktu-waktu ini, otak manusia masih fresh dan belum ada rekaman apa pun yang masuk. Selain di waktu sepertiga malam terakhir, pertengahan siang hari dan di pagi hari setelah salat Subuh juga sangat dianjurkan untuk menghafal Al-Qur'an. Lelaki itu juga lebih mudah menyerap hafalannya yang ia usahakan untuk diamalkan.

Gus Imam, dia-lah orang yang baru saja melakukan itu, tetapi kini sudah beranjak untuk membangunkan sang istri yang masih tertidur pulas. Senyum mengembang melihat wajah polos itu.

Lelaki yang memakai thobe berwarna putih itu mengguncangkan tubuh istrinya.

"Lia, bangun, Sayang. Kita salat Subuh dulu," kata Imam dengan lembut.

Liana menggeliat. Tidak terlalu sulit untuk membangunkan Liana, yang langsung membuka mata ketika dibangunkan Imam.

"Eungh, maaf."

"Kenapa minta maaf?" tanya Imam yang mengelus kepala istrinya. Sangat lembut membuat Liana merasa nyaman. Padahal tampilannya tengah acak-acakan.

Liana menguap, yang langsung ditutup oleh Imam. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Pagi pertama untuk melihat perempuan pertama bangun dari atas kasur yang sama dengannya.

"Buruan mandi, gih! Habis itu salat Subuh," ujar Imam yang melihat istrinya tengah sayup-sayup menatap Imam.

"Kamu mau ke masjid?" tanya Liana sedikit serak karena baru bangun.

"Emm, iya. Karena laki-laki memang dianjurkan untuk salat berjamaah di masjid. Kenapa? Kamu belum lancar salat?"

Liana menunduk sedikit dan mengangguk kecil. "Saya takut salah kalau salat sendiri. Masih belum lancar."

Imam pun tersenyum dengan manis, mengusap-usap pipi Liana. Ada yang bilang kalau menyentuh istri itu mendapatkan pahala. Sangat menguntungkan bukan? Daripada menyentuh yang bukan mahram lalu menambah dosa?

"Ya udah. Saya jadi imam kamu deh. Wudu udah bisa?"

Liana mengangguk. "Udah. Diajarin Mbak Hawa. Tapi kalau salat saya belum terlalu hafal. Seminggu kemarin Mbak Hawa yang jadi imam. Saya udah usaha, tapi masih agak kesusahan."

Imam tidak berhenti untuk tersenyum pada istrinya. "Daripada kita bicara terus, lebih baik kamu mandi dan ambil wudu. Keburu waktu Subuh habis, soalnya waktu Subuh itu sedikit. Salat tepat waktu itu sangat dianjurkan. Saya juga mau ambil wudu lagi. Kita salat berjamaah di sini."

Liana pun mengangguk dan meninggalkan Imam untuk pergi mandi.

***

"Assalamualaikum warahmatullah," lirih Imam sembari menolehkan kepalanya ke kanan, lalu ke kiri, diikuti oleh Liana.

Setelah itu, Imam membalikkan tubuhnya dan Liana pun mencium punggung tangan Imam, dan lelaki itu mengecup kening serta kedua mata Liana bergantian.

Senyum manis pun Imam tunjukkan pada sang istri, di mana senyuman itu tak bisa dilihat perempuan mana pun kecuali mahramnya, karena Imam tidak mau mereka baper. Bukan bermaksud PD, tetapi banyak yang mengakui ketampanan Imam.

Cinta Suci Gus Imam || New VersionWhere stories live. Discover now