24. Ketemu!

27K 2.9K 30
                                    

Happy reading

***

Mobil Ning Zahro berhenti tepat di depan warung 24 jam yang pernah Gus Imam datangi. Mereka sampai tepat jam sepuluh malam, karena si sopir juga sempat lupa apa nama jalannya.

Setelahnya, Gus Imam turun dari mobil dan menyapa si ibu. "Selamat malam, Bu?" sapanya. Bukannya Gus Imam tidak mau mengucapkan salam, tetapi ia tidak tahu apa agama ibu penjual itu.

"Malam juga. Ada apa, ya?"

"Saya mau tanya, apa ada mobil kijang lewat sini pagi tadi?"

"Mobil kijang? Saya gak tahu. Banyak mobil yang lewat sini," jawab ibu itu.

"Bukannya jalan ini sepi, Bu? Kan jarang ada yang lewat sini? Cuma orang-orang kelab aja, 'kan?" tanya Ning Zahro yang tiba-tiba saja berdiri di belakang Gus Imam, dia sejajar dengan Hawa.

Gus Imam mengerutkan kening. Dari mana Ning Zahro tahu?

"Kamu tahu dari mana, Ning?" tanya Hawa yang menoleh pada Ning Zahro.

Ning Zahro pun menjawab, "Aku gak sengaja baca artikel tentang daerah ini, dan jalan ini jadi sorotan, Mbak."

Hawa pun mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu fokus pada ibu warung yang akan menjelaskan.

"Di sini memang jarang ada yang lewat, tapi ada beberapa orang kelab datang ke sini untuk beli bensin. Kalau mobil kijang juga ada aja sih yang mampir ke sini. Tapi saya gak tahu mobil yang mana yang dimaksud."

Gus Imam menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia bingung bagaimana caranya bertanya. Ning Zahro hanya menyebutkan mobil yang dipakai sang penculik saja. Namun pelat tak disebutkan karena tidak tahu. Ning Zahro saja mendapatkan informasi itu dari pegawai toko.

"Jadi gimana, Mam?" tanya Hawa.

Gus Imam pun menoleh ke belakang, melihat Hawa. "Kita cari sekitar sini aja. Siapa tahu dapat petunjuk," ucap Gus Imam yang segera diangguki Hawa dan Ning Zahro. Lalu, lelaki itu pun memutar tubuhnya. "Kalau gitu terima kasih, ya, Bu? Kami permisi dulu."

Lagi pula lucu sekali mereka, menanyakan sesuatu yang tidak jelas. Jangankan mobil kijang, jika bertanya pria bertubuh besar pastinya bingung.

"Iya, sama-sama."

Ketiganya kembali ke mobil.

Saat sudah di mobil, Gus Imam akhirnya memilih untuk mengirim pesan pada uminya, sedangkan Ning Zahro mulai menancapkan gasnya.

"Jangan-jangan Lia dibawa ke kelab?" tanya Hawa tiba-tiba, panik. Kalau sampai iya, kasihan Liana. Dia sudah berusaha untuk berhijrah, dan jangan sampai perempuan itu kembali ke dunia malam.

"Imam yakin gak deh. Soalnya foto yang Umi kirim itu kan kayak di gudang gitu. Mungkin daerah sini ada gudang atau apa?"

Ketika Imam dan Hawa tengah mengobrol, tiba-tiba saja Ning Zahro menghentikan mobilnya mendadak, membuat kakak-beradik itu sedikit terkejut dan terhantuk sesuatu di depan mereka masing-masing.

"Kenapa, Ning?" tanya Hawa pada perempuan di sebelahnya ini.

Ning Zahro menutup mulutnya tak percaya. Saat mengendarai mobil tadi, di mana Imam dan Hawa tengah mengobrol karena bertanya-tanya kira-kira di mana Liana, tiba-tiba saja ponsel Ning Zahro bunyi.

Sebuah nomor asing terpampang di sana. Ketika melihat isi dari pengirim, Ning Zahro mendadak menghentikan mobilnya karena terlalu terkejut dengan apa yang dilihatnya. Liana ... meninggal?

"Mbak, ini gak benar, 'kan?" tanya suami Liana yang melihat istrinya ditutup kain putih dari kaki hingga leher. Namun wajah dengan mata tertutup dan beberapa luka parah di area wajahnya terpampang jelas dalam layar.

Cinta Suci Gus Imam || New VersionWhere stories live. Discover now