14. Ingin Kenalan

32.1K 3.4K 145
                                    

Happy reading

***

Liana tengah duduk berdua di ruang tamu bersama Hawa. Hawa memang sengaja mampir dulu ke rumah orang tuanya setelah beberapa hari tidak ke sini. Namun rupanya di rumah hanya ada Liana, dan untung saja dia memiliki teman ngobrol.

"Kamu kenapa sih, Lia? Dari tadi senyum-senyum gak jelas. Lagi chatting-an sama Imam, ya?" tanya Hawa, penasaran dengan apa yang iparnya lakukan.

Melihat Liana yang mengangguk, perempuan itu pun paham. "Enak ya pengantin baru mah, bisa chat-an. Padahal bentar lagi juga pulang, terus serumah."

Liana sontak mendongak. "Eh, nggak gitu maksud aku, Mbak."

"Gak apa-apa, santai aja. Mbak cuma bercanda."

Bukan apa-apa, Liana hanya merasa tidak enak kalau tengah menunjukkan kemesraan jarak jauh dengan Imam di depan Hawa, di mana perempuan itu sudah ditinggal sang suami.

Alhasil, Liana menaruh ponselnya dan fokus pada Hawa saja. Dia tak membalas pesan terakhir Imam.

"Mbak?" panggil Liana pada Hawa.

Hawa pun menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?"

"Tipe perempuan idaman yang Gus Imam mau itu seperti apa, sih?" tanya Liana, membuat Hawa mengerutkan keningnya. Mengapa tiba-tiba perempuan yang sekarang sudah berstatus sebagai istri Imam itu bertanya seperti itu?

"Ya, kayak kamu pastinya. Secara kamu itu istrinya," jawab Hawa. Namun, terlihat wajah murung dari Liana. "Kamu kenapa? Apa ada yang ganggu pikiran kamu?" tanyanya sembari memegang bahu Liana.

Liana yang hanya mengenakan gamis hitam panjang tanpa hijab itu pun menunduk. "Aku cuma malu aja, Mbak. Aku belum siap pakai kerudung, tapi kayaknya tipe Gus Imam yang berkerudung. Atau bahkan kayak Ummi yang bercadar."

Hawa semakin mengerutkan keningnya dalam. "Memang Imam bilang begitu?"

"Enggak, sih. Tapi aku rasa, Gus Imam lebih pantas sama perempuan yang dijodohkan waktu itu daripada sama aku. Aku siapa? Cuma perempuan asing yang datang dan diajarkan ilmu agama cuma-cuma sama Gus Imam."

"Hush, gak boleh ngomong kayak gitu. Kamu itu udah jadi bagian dari keluarga ini, bukan orang asing. Lagi pula, Imam menikahi kamu karena dia cinta sama kamu pada pandangan pertama, dan dia yang berniat menuntun kamu, bukan karena paksaan. Jadi jangan insecure gini, dong," balas Hawa, merasa bahwa Liana terlalu memikirkannya.

Liana pun hanya terdiam, hingga suara keributan terdengar dari luar. Liana dan Hawa pun sontak saling bertatapan.

"Mbak dengar gak?" tanya Liana yang diangguki oleh Hawa. "Aku cek ke depan dulu, ya?" Hawa lagi-lagi mengangguk.

Setelah itu, Liana pun beranjak dan berjalan keluar dari rumah, penasaran karena ada suara dari luar. Ketika kakinya sudah sampai di depan teras, ia sedikit terkejut karena suaminya pulang membawa seorang perempuan.

"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya Liana berusaha tersenyum. "Eh, ada tamu." Sembari berucap, tangannya ia ulurkan untuk salim dengan Imam.

Setelah selesai, Liana pun bertanya, "Kamu bukannya--"

Belum juga Liana menyelesaikan pertanyaannya, pertanyaan itu sudah dipotong terlebih dahulu oleh perempuan yang dibawa Imam. "Aku Zahro, calon istri Gus Imam yang gagal karena Gus Imam memilih perempuan lain. Aku ke sini mau kenalan sama kamu," sela Zahro sembari mengulurkan tangannya, yang mau tidak mau dibalas oleh Liana.

Liana pun hanya tersenyum tipis dan mempersilakan perempuan itu masuk. "Oh, mari masuk kalau begitu."

Saat Zahro menginjakkan kaki ke dalam rumah, ternyata ada kakak kedua Imam yang kelihatannya sedikit terkejut melihat kedatangan Zahro bersama Imam.

Cinta Suci Gus Imam || New VersionWhere stories live. Discover now