Extra Part | Para Kesayangan Imam

39.8K 2.9K 277
                                    

Note : Ini part bonus aja, ya! Gak ada sangkut-pautnya sama season 2!

Happy reading

***

"Ghania, pake hijabnya yang benar, astaghfirullah," seru Liana yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan.

Ghania hanya memakai hijab ala kadarnya tanpa ada kata rapi. Disampirkan di bahu kanan dan kiri, di mana lehernya kelihatan, dan rambutnya juga kelihatan.

"Iya, Ummi. Ini jarum pentul Nia hilang dimakan Mas Ghaza!" Ghania berteriak ke arah Ghaza yang dengan santainya duduk di sebelah abinya. Imam hanya bisa tersenyum melihat kedua anak kembarnya itu.

"Astaghfirullah, Nia sayang. Gak boleh su'udzon sama mas sendiri. Nanti gak berkah," sahut Ghaza.

Ghaza ini bisa dibilang copy-annya Imam, sangat mirip. Dari mulai sikap, wajah, bahkan beberapa kebiasaan yang Liana lihat, itu sama persis.

"Biarin. Habisnya Mas kalo minta jarum gak suka dibalikin. Kesal Nia-nya!"

"Emang kamu jarum buat apa sih, Za?" tanya Imam.

"Buat apa, ya? Lupa Ghaza." Ghaza terkekeh dengan menunjukkan wajah tanpa dosanya.

Ghania mencebikkan bibirnya pada Ghaza. Dia duduk di kursi depan Ghaza dengan raut wajah yang ditekuk, sedangkan Liana duduk di sebelah Ghania karena sudah selesai menyiapkan sarapan.

"Sebentar, Ya zaujati," kata Imam yang dibalas kerutan dahi oleh Liana. Namun perempuan itu tidak berkomentar apa-apa, ia membiarkan Imam yang mau pergi entah ke mana.

Imam mendorong kursi rodanya pergi dari sana, mengambilkan sesuatu yang ia simpan di laci meja dekat ruang keluarga.

Imam dan Liana sudah memiliki rumah sendiri, di mana mereka hidup bersama dengan anak-anaknya. Ghaza dan Ghania, remaja MAN yang bersekolah di tempat abinya mengajar dahulu. Sekarang Imam sudah tidak mengajar di sana, ia hanya menerima jika ada tawaran berceramah di tempat-tempat tertentu saja.

Setelah mendapatkan apa yang Imam mau, lelaki yang sudah menjadi seorang ayah ini menghampiri putrinya. Ia memanggil Ghania, "Nia, kemari!"

Ghania berjalan sembari memegang hijabnya yang belum ditutup rapi. "Kenapa, Bi?"

"Jongkok."

Ghania nurut. Dia berjongkok di depan abinya. "Abi mau ngapain?"

"Udah, nanti kamu juga tahu."

Imam meraih hijab Ghania, lalu merapikan ciput anaknya itu dan mulai memasangkan kembali hijab Ghania. Gadis itu hanya diam tanpa kata, merasa tidak enak dengan abinya. Kalau dimanja begini, ada rasa canggung karena Imam yang selalu sabar menghadapi sikap bar-barnya itu.

Hijab Ghania mulai diberikan peniti oleh Imam pada bagian lehernya. Ia tersenyum ke arah Ghania yang menatapnya datar.

Imam juga tidak lupa memberi peniti di tengah-tengah hijab Ghania, di bagian dada gadis itu. Setelah siap, ia memegang bahu Ghania dan berkata, "Nah, kalau tertutup gini kan cantik. Lehernya gak kelihatan, dadanya ketutup. Abi takut kalo apa yang ada di kamu jadi barang tontonan laki-laki di luar sana. Abi mau, kamu bisa jaga diri untuk jodoh kamu."

"Ish, apa sih, Bi. Masih kelas sepuluh, ngapain coba bilang jodoh-jodoh," ucap Ghania yang salah tingkah.

Imam menangkup pipi anaknya. Tidak menyangka Ghania sudah sebesar ini. Rasanya begitu cepat bagi Imam memiliki putra dan putri yang sebentar lagi akan menginjak 17 tahun.

"Gapapa. Daripada kamu terus ceritain kekasih harammu itu."

"Kekasih haram?"

"Iya, si Zakaria itu. Abi gak suka, Nia. Abi mau kamu fokus sama cita-cita kamu, sama apa yang mau kamu gapai. Bukannya Abi melarang kamu berteman, tapi berteman sewajarnya aja."

Cinta Suci Gus Imam || New VersionOn viuen les histories. Descobreix ara