15. Belajar Mengaji

33.3K 3.7K 76
                                    

Happy reading

***

Gus Imam terus memandangi sang istri. Liana baru saja selesai salat Maghrib dan Imam baru pulang dari masjid. Sekarang keduanya tengah duduk berhadapan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

"Gus kenapa natap gitu, sih? Ada yang salah sama wajah saya?" tanya Liana yang merasa kalau Gus Imam terlalu lama menatapnya.

Gus Imam hanya menggeleng. "Biarkan saya menatapmu beberapa menit lagi."

Liana tak mengerti. Dia malah jadi salah tingkah sekarang. Alhasil, perempuan yang memakai mukena putih itu mengalihkan pandangannya karena malu. Imam terlalu lekat menatapnya.

Hanya hening di antara mereka. Di kamar Imam yang memang selalu sunyi dan Liana sudah biasa menikmatinya. Namun, untuk situasi sekarang berbeda.

Degup jantung Liana seakan berdetak lebih cepat dari kecepatan normal.

"Nah, sudah," kata Gus Imam kemudian.

Liana pun menoleh. "Sudah?" Gus Imam mengangguk. "Ada apa, sih?"

"Gak ada. Tapi kalau lihat wajah kamu itu bikin saya candu," balas Gus Imam santai, tanpa tahu apa yang tengah Liana rasakan. Rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya.

"Gak usah mulai deh gombalnya," ucap Liana.

"Ih, benar, kok. Gak ada perempuan yang cantik selain kamu, Umi, dan dua mbak saya."

"Hm, iya deh. Sekarang jadi gak ngajarin saya ngaji? Katanya mau ajarin saya?" tagih Liana yang mulai serius. Kalau terus meladeni gombalan Gus Imam tidak akan ada habisnya.

Gus Imam pun mengangguk. Lelaki itu mengambil kitab sucinya dan membawanya untuk Liana. Lalu berkata, "Kamu udah tahu huruf Hijaiyah?"

"Emm, tahu sih. Waktu itu diajarin Mbak Hawa. Tapi saya masih belum lancar untuk baca Al-Qur'an," jawab Liana tanpa rasa malu. Toh, dia juga mau belajar sekarang dengan sang suami.

"Kalau gitu kita belajar tajwid dulu," ucap Gus Imam.

Liana mengerutkan keningnya. "Tajwid? Apa itu, Gus?"

"Tajwid itu ilmu yang digunakan untuk mengetahui caranya melafalkan huruf yang benar dan dibenarkan," jawab Gus Imam dengan senyum tipisnya. Melihat kerutan di dahi Liana, Gus Imam kembali berkata, "Hukum membaca Al-Qur'an dengan tajwid itu fardhu 'ain, Liana. Di mana kita harus melafalkannya dengan baik di setiap hurufnya sesuai ilmu tersebut."

Liana masih belum paham, tetapi tetap mencerna ucapan Gus Imam. Kemudian perempuan itu bertanya, "Berarti kalau mau baca Al-Qur'an itu wajib pakai tajwid ya, Gus?"

Gus Imam mengangguk sembari mengusap kepala Liana yang tertutup oleh mukena. "Iya, Sayang. Nah, berbeda lagi kalau mempelajarinya. Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardhu kifayah. Misal, di dalam satu desa dan sebagian dari mereka bisa dalam artian paham ilmu tajwib, maka gugurlah kewajiban itu. Maksudnya muslim lain gak wajib mempelajarinya, tetapi tetap harus memahaminya, karena membaca Al-Qur'an kan hukumnya fardhu 'ain."

"Tapi lebih bagus lagi kalau tahu?" tanya Liana.

"Iya. Jadi mau belajar sekarang?"

"Eh, iya, Gus."

Gus Imam pun mulai membuka buku tajwid yang baru saja ia ambil dari lemari. Gus Imam memang paham, tapi kalau tidak ada buku, Liana akan lebih sulit untuk memahaminya. Belajar hanya dengan membaca tanpa guru bisa saja disalahartikan, begitu juga sebaliknya.

Gus Imam mulai menerangkan pengertian dari ilmu tajwid tersebut seperti yang tadi sudah ia jelaskan. Lalu, mulai memberitahu hukum Nun Sukun atau Tanwin bertemu huruf Hijaiyah.

Cinta Suci Gus Imam || New VersionWhere stories live. Discover now