16. Cemburu

34.5K 3.4K 180
                                    

Happy reading

***

Ning Zahro baru saja selesai bersiap untuk ke sekolah. Sudah setahun Ning Zahro mengajar di sana. Dia hanya perlu tiga tahun untuk menyelesaikan kuliah S1 dan langsung ditawarkan untuk mengajar di MAN.

Perempuan itu mengenakan gamis tanpa motif berwarna ungu muda, dengan kerudung panjang yang selaras.

Setelah semua siap, Ning Zahro pun melangkah keluar dari kamar. Baru juga membuka pintu, ternyata ada sang abi di depan pintu kamarnya dengan senyuman yang terbit di bibir pria itu.

"Baru juga Abi mau ngetuk pintu," kekeh abi Ning Zahro.

"Kenapa, Bi?" tanya Ning Zahro.

"Itu, kamu gak usah buat sarapan. Tadi udah Abi buatin. Mau sarapan bareng apa bawa ke sekolah aja?" tanya abi Zahro.

Ning Zahro pun berpikir sebentar, lalu menjawab, "Karena waktunya mepet, mungkin Zahro bawa aja ke sekolah, Bi."

Abi Zahro pun mengangguk, lalu melangkah ke ruang makan sendirian di sana tanpa ditemani sang putri. Abi Zahro ini juga mengajar, tetapi untuk hari ini dia ada kelas sore hari.

Ning Zahro menuju dapur untuk mengambil kotak bekal, kemudian ke ruang makan untuk membungkus nasi goreng buatan sang abi. Ya, sarapan yang abi Zahro buat adalah nasi goreng. Sederhana, tetapi sangat enak menurut Zahro. Entah sudah berapa kali abinya itu membuatkan sarapan ketika Ning Zahro lama bersiap.

Ketika Ning Zahro mendekat ke arah abinya dan membawa dua buah kotak bekal, abi Zahro sontak mengerutkan kening, heran.

"Kok bawa bekal dua, Ro?" tanya abinya yang setelah itu memasukkan nasi goreng ke mulut.

"Emm, yang satu buat sarapan, yang satunya buat makan siang. Gak apa-apa, 'kan, Bi?"

"Tumben. Biasanya makan di kantin. Gak apa-apa, sih. Tapi emang gak basi?" tanya abinya yang dibalas gelengan oleh Ning Zahro.

Ning Zahro nampak menyunggingkan senyumannya ketika memasukkan nasi goreng itu ke kotak bekal, seakan ada sesuatu yang indah di depan mata. Hal itu justru mengalihkan perhatian sang abi.

Pria yang tak jauh berbeda wajahnya dengan Ning Zahro itu kembali mengerutkan kening ketika melihat senyum bahagia sang anak. Apakah Ning Zahro senang ketika membawa bekal, atau ada sesuatu yang lain?

"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri, Zahro?"

Ning Zahro yang tengah menutup kedua kotak bekalnya pun agak terkesiap. "Eh? Enggak. Zahro keinget aja sama waktu pertama kali Zahro belajar masak. Untung ada Abi, jadi Zahro gak kecipratan minyak. Padahal salah Zahro gak dikeringin dulu wajannya karena habis dicuci. Malah main masukin minyak aja," kekeh Zahro.

Abi Zahro hanya menanggapinya dengan senyuman. Memang Zahro terkekeh saat bercerita dan kelihatan senang. Namun, dari tatapan matanya malah menyiratkan yang lain. Entah hanya dari sudut pandang matanya saja atau bukan, tetapi Zahro kelihatan bahagia karena akan terjadi sesuatu, bukan sesuatu di masa lalu.

"Zahro berangkat dulu deh, Bi." Zahro mengulurkan tangannya, di mana ia langsung mencium punggung tangan sang abi ketika dibalas. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Abi Zahro melihat punggung sang anak yang menjauh, tumben sekali tidak meminta diantar.

Semoga kamu tidak melakukan hal-hal aneh, Zahro, batin abi Zahro, di mana sang anak sudah tak terlihat lagi dalam jangkauannya.

***

Sesampainya di sekolah, Ning Zahro meletakkan totebag-nya terlebih dahulu, setelah itu mengeluarkan satu kotak bekal dari dalam totebag tersebut.

Cinta Suci Gus Imam || New VersionWhere stories live. Discover now