20. Mencari Liana

28.3K 2.9K 20
                                    

Happy reading

***

Hawa baru saja masuk ke mobil. Setelah menjemput Imam di sekolahnya, Ning Zahro pun menjemput Hawa, karena Ning Zahro juga menghubungi kakak Imam tersebut.

"Jadi gimana? Mau cari di mana? Kamu gak salah lihat 'kan, Ning? Tadi kamu di mana kok bisa Liana diculik?" Pertanyaan beruntun keluar dari bibir Hawa.

Ning Zahro yang duduk di kursi kemudi, di sebelah Hawa pun lebih memilih untuk menjalankan mobilnya, mencari ke mana pun yang dia mau. Dia juga tak bisa berpikir jernih, karena kejadian tadi terlalu mendadak.

"Mbak tenang dulu, ya? Mungkin kita bisa cari di sekitar sini dulu. Tadi aku lagi fitting baju, terus ada suara-suara gitu. Tadinya aku mau nolongin Lia pas dia dipiting lehernya. Cuma, orang yang miting Liana bawa pistol, dan kalo ada orang yang mendekat, dia bakalan nembak kepala Liana," jelas Ning Zahro panjang lebar.

Hawa pun menutup mulutnya dengan satu tangan. Dia benar-benar tak menyangka akan terjadi seperti ini. Jujur saja Liana sudah seperti adik kandung bagi Hawa, dan dia belum siap kehilangan adik iparnya itu.

Cukup suaminya saja yang meninggalkannya secara cepat, Liana jangan. Perempuan itu masih proses dalam berhijrah. Lagi pula Hawa juga baru mengenalinya, sangat sedih bila terjadi sesuatu pada Liana.

"Maaf, tadi kata kamu ada yang miting Liana sebelum diculik?" tanya Imam yang duduk sendirian di belakang Ning Zahro.

Ning Zahro hanya melihat wajah panik Imam dari pantulan kaca atas, lalu mendesah pelan dan menjawab, "Iya. Saya gak tahu persis wajahnya buat nyebutin ciri-ciri. Tapi ada dua orang selain yang megang pistol itu. Badan ketiganya besar-besar, yang besarnya hampir sama. Jadi kurang spesifik, apalagi saya lihatnya lumayan jauh. Maaf gak bisa bantu."

Imam mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Ia pun mencerna ucapan itu hingga pikirannya mengarah pada kejadian pertama kali dirinya bertemu dengan Liana.

Imam tidak tahu pasti pikiran ini salah atau benar, tapi ... tiga orang berbadan besar? Ia pernah melihatnya. Sepertinya tidak salah lagi, pasti tiga orang itu sama dengan tiga orang yang mengejar Liana pada saat itu.

Kalau begini, yang ada Imam semakin panik.

"Ning?" panggil Imam.

"Dalem?"

"Kayaknya saya tahu siapa mereka," gumam Imam, membuat Hawa menoleh ke belakang, meminta penjelasan. Ning Zahro hanya menajamkan pendengarannya saja, berusaha tetap fokus terhadap jalan. "Kayaknya salah satu dari mereka adalah orang yang beli Liana, dan duanya itu bodyguard-nya. Saya yakin, karena saya gak punya musuh sampai-sampai Liana harus diculik."

Hawa mengangguk-angguk. "Mbak setuju, Mam. Cepat atau lambat, mereka pasti tahu keberadaan Liana dan pasti nyari walau Liana ke ujung dunia sekali pun."

Imam ikut mengangguk, sembari menatap Hawa yang terlihat sangat setuju dengannya. Sampai Hawa mendapatkan notifikasi di ponselnya, yang membuat perempuan itu melotot tak percaya.

"Mam?"

"Ya?"

"Lihat ini," kata Hawa sembari menyodorkan ponselnya pada Imam, dan lelaki itu pun ikut membulatkan mata tak percaya.

"Benar, 'kan dugaan Imam, Mbak?" Lalu beralih pada Ning Zahro. "Ning, tolong ikuti kata saya, ya? Kita harus ke tempat pertama kali saya bertemu Liana."

Tanpa menunggu lama-lama, Ning Zahro mengangguk. Perempuan itu tak banyak bicara, hanya Imam yang memandu. Entah benar atau tidak jalannya, Imam hanya berusaha untuk menemukan lokasi itu, warung yang buka 24 jam.

Cinta Suci Gus Imam || New VersionWhere stories live. Discover now