17. Apa Maksudnya?

33.5K 3.4K 98
                                    

Happy reading

***

Ibrahim menghentikan kuda besinya ketika sampai di depan Ning Zahro. Perempuan berhijab panjang hingga seperut itu tengah menunggu jemputan, di mana biasanya memang menunggu di depan pos satpam gedung sekolah khusus putri.

Kantor memang satu gedung, tetapi untuk siswa dan siswi kelasnya dipisah. Jadi setiap kelas tidak ada gender yang berbeda, misal di kelas perempuan ya berarti isinya hanya perempuan, termasuk gurunya.

"Assalamualaikum, Ning Zahro?"

Mendengar namanya dipanggil, sontak Ning Zahro memutar kepalanya untuk menatap siapa orang itu. Rupanya Ibrahim, lelaki yang tadi pagi ia berikan bekal.

"Waalaikumsalam. Kenapa ya, Im?"

"Saya dapat pesan dari abinya Ning, katanya beliau gak bisa jemput, jadi beliau suruh saya buat antar Ning sampai rumah, sekalian jalan," jelas Ibrahim to the point akan tujuannya.

"Memangnya iya?" tanya Ning Zahro sedikit tak percaya. "Abi gak bilang apa-apa ke saya."

"Bentar."

Ibrahim pun mematikan mesin motornya lebih dulu, lalu mengambil benda pipih di saku celananya. Dibukanya layar itu dan dicarilah pesan dari abi Zahro padanya. Setelah ketemu, Ibrahim menunjukkannya pada Ning Zahro.

"Ini buktinya, Ning."

Ning Zahro pun membaca pesan di mana abinya benar-benar menyuruh Ibrahim untuk mengantarkan dia pulang, dan Ibrahim setuju-setuju saja. Walaupun memang rumah mereka searah dan tidak jauh, tetap saja Ning Zahro merasa aneh.

Kenapa harus Baim? Kenapa gak Gus Imam aja? batin Ning Zahro penuh tanya. Padahal jelas-jelas Gus Imam sudah memiliki istri, mana mungkin abinya menyuruh lelaki itu mengantar putrinya.

"Jadi gimana, Ning?" tanya Ibrahim ketika melihat Ning Zahro penuh pikiran.

Ning Zahro pun dengan berat hati mengiyakan permintaan lelaki itu. Ibrahim menyerahkan satu helmnya yang selalu ia bawa, karena terkadang ada temannya yang meminta pulang bersama. Namun untuk sekarang, Ibrahim akan pulang bersama Ning Zahro.

"Ning?" panggil Ibrahim ketika sudah menjalankan motornya melenggang meninggalkan pekarangan sekolah.

"Iya?"

"Kotak bekalnya saya balikin nanti, ya? Saya cuci dulu di rumah," ucap Ibrahim dengan sedikit berteriak karena pasti suaranya teredam oleh angin.

Ning Zahro mengangguk tanpa bisa dilihat oleh Ibrahim karena lelaki itu fokus terhadap jalan.

"Buat kamu aja, Baim. Saya masih ada di rumah," balas Ning Zahro.

"Serius?"

"Iya."

"Terima kasih, ya?"

"Sama-sama."

***

Tin... tin...

Gus Imam mendongak. Ia tersenyum ketika sebuah mobil sedan berhenti tepat di depannya. Itu adalah mobil Fahmi, kakak iparnya.

Tanpa menunggu Fahmi menyuruhnya masuk, Gus Imam pun segera membuka pintu sebelah kiri, lalu duduk di kursi samping kemudi dan tak lupa memasang seatbelt-nya.

Setelah itu, ia menoleh ke arah Fahmi dan tersenyum sembari mengangguk sekali.

"Mas mau mampir ke rumah?" tanya Imam pada kakak iparnya itu.

Cinta Suci Gus Imam || New VersionHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin