Part 6. Dua arah

1.1K 103 4
                                    

"Eh, Ra. Sama siapa lo?"

"Dia cowok yang kemaren lo ceritain 'kan? Ganteng banget."

"Kenalin dong."

"Iya-iya, sekalian gue mau minta nomornya."

Nara yang saat ini tengah jalan-jalan di mall tersipu malu tatkala teman-temannya memergoki dirinya tengah bersama seorang lelaki. Tangannya bergerak menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, semburat merah di pipi terlihat jelas di wajahnya yang putih bersih.

Tingkahnya seperti gadis yang sedang dimabuk cinta, padahal saat ini ia sedang tidak memiliki pacar. Sedangkan seseorang yang menjadi objek kekaguman hanya diam membeku, lebih tepatnya ia tak paham apa yang tengah menjadi pembahasan Nara dan yang lain.

"Mereka siapa?" tanya lelaki itu akhirnya, masih dengan wajah kebingungan yang terlihat menggemaskan.

"Emm, mereka teman-teman Nara, kak. Ini Zara, Rere terus yang di pinggir itu Karina," ujarnya menjelaskan, tak lupa menunjuk satu-persatu dari ketiganya.

"Gue Edward."

Seseorang dengan kaus polos serta jaket denim itu Edward, wajahnya yang seperti orang barat benar-benar menarik perhatian banyak orang tak terkecuali sahabat Nara. Ia memang blasteran, papanya papa sendiri dari Los Angeles dan sang mama asli Indonesia. Sikapnya dingin dan tak tersentuh namun tidak dengan Keisya, dia akan sangat bucin. Seperti saat ini, ia hanya mengucapkan dua kata tak lebih dan tanpa senyuman yang mempesona.

"Hai kak, Edward. Gue Zara, bestie Nara dari zaman kecebong." Zara melambaikan tangannya dengan gemulai, tak lupa mengedipkan sebelah matanya, ayolah dirinya saat ini sedang jomblo, dan Edward benar-benar kriteria pacar yang ia idam-idamkan.

Rere dan Karina tertawa dengan ucapan Zara, bisa-bisanya dia sangat blak-blakan seperti tadi. Ya, dia memang bersahabat dengan Nara sedari bayi, bahkan kedua orang tua mereka juga seperti itu, jadi tak ayal dia menggunakan kata kecebong untuk mendefinisikan lamanya ia bersama Nara. Belum lagi dari sekolah selalu bersama, seperti perangko.

"Kak Edward beneran pacarnya Nara?" tanya Karina semangat.

Sebagai teman dekat ia juga ingin melihat Nara mendapatkan pacar, temannya itu selalu menolak ajakan dari laki-laki di sekolah. Sedari tadi ia juga lihat jika Nara tidak melepaskan genggaman tangan Edward. Mereka seperti kebanyakan kekasih, selalu bersama dan bergandengan tangan, apakah seperti itu masih dianggap teman? Tidak mungkin.

"Ih kalian apa-apaan sih. Kak Edward pacarnya kak Kei tau," tegur Nara cepat, bibirnya mengerucut lucu, tampak kesal karena teman-temannya berbicara hal yang aneh. Kemudian ia tersadar dengan keadaan, buru-buru ia melepas genggaman Edward.

"Oh gitu," kata Karina menggoda. Ia menutup bibirnya yang hampir tertawa. Inginnya ia menggoda sang sahabat lagi yang wajahnya sudah seperti kepiting rebus tetapi tidak jadi.

"Gak papa kali, Ra. Sebelum janur kuning melengkung masih bisa ditikung," bisik Rere dengan tenangnya.

Ucapannya benar-benar berpengaruh, Nara mengibaskan tangannya ke arah wajar agar warna merona di pipi segera menghilang. Puluhan kupu-kupu seakan beterbangan di perut akibat perkataan dari Rere. Hatinya terus mengumpati mereka dengan nama-nama binatang yang ada di hutan. Ia berjanji akan memberi mereka pelajaran besok saat sudah sampai di sekolah.

'awas aja kalian'

Dari satu bulan yang lalu semenjak Keisya dikabarkan masuk rumah sakit, hubungan antara Edward dan Nara memang semakin dekat, keduanya saling berkomunikasi untuk membahas keadaan Keisya, ditambah satu minggu ini dia hilang bak ditelan bumi, bahkan pernikahan yang sebentar lagi berlangsung Edward pun tidak tau.

Eternal Love Of Dream [End]Where stories live. Discover now