Part 28. Cukup sampai di sini

791 78 9
                                    

Baru saja Keisya sampai di rumah mungilnya, ia langsung terkejut dengan tumpukan tas besar hingga memenuhi seluruh ruangan. Satu-persatu ia buka, bukan terkejut lagi ia hampir pingsan dibuatnya. Tas yang ia suka ada di kamarnya, perhiasan yang harganya bisa membeli tanah itu pun kini bertengger di atas meja dengan rapi. Sepatu, hijab, gamis semua yang sebelumnya ia suka sekarang ada di depan mata.

"Ini apa?" Keisya masih belum sadar sepenuhnya, ia pun kembali ke ruang utama untuk bertanya pada Aldric mengenai barang-barang itu, mungkin saja salah sasaran. "Hemm, pak. Di kamar itu apa ya?"

"Hadiah."

"Buat bi Ningsih?" tanya Keisya dengan wajah polos.

"Bukan, tapi buat anda."

David yang sedari tadi duduk bersantai hampir meledakkan tawanya ketika Keisya berujar bahwa hadiah tadi untuk bi Ningsih. Lihat, dia sangat polos, bagaimana bisa semua barang yang dirinya suka diberikan kepada orang lain. Beruntung sebelum tawa meledak Aldric sudah menendang kakinya, membuat ia kesakitan beberapa saat.

"Tapi itu terlalu banyak, pak. Harganya juga mahal-mahal. Keisya tidak bisa menggantinya."

"Itu hadiah Keisya, anda tidak perlu membayar atau pun menggantinya."

"Tapi pak-."

"Pakai nanti malam, kita akan jalan-jalan lagi."

Keisya menutup bibirnya rapat-rapat, kepalanya mengangguk sebagai persetujuan. Sekarang Aldric mengambil keputusan sepihak tanpa bertanya kepadanya. Tetapi apa boleh buat, di sini ia pun hanya menumpang, tidak memiliki apapun. Ingat, ia bukan istri sah dari lelaki itu yang tidak semuanya akan menjadi nyata.

"Mama anda menelfon saya. Katanya anda harus pulang hari ini."

"Sekarang?"

"Iya, saya akan mengantar anda. Bersiaplah."

Lagi-lagi Keisya mengikuti perintah Aldric. Perempuan itu langsung bergegas ke belakang untuk mandi dan berganti pakaian. Tidak lama, kini ia sudah berada di dalam mobil, tangannya bergerak gugup. Sudah enam bulan, selama itu dirinya tidak pulang ke rumah. Bukan apa, karena memang ia tidak pernah keluar dari kediaman tanpa urusan yang penting, terlebih Aldric sangat menjaganya seperti harta Karun.

"Terjadi sesuatu tadi malam di rumah anda."

"Kalau boleh tau ada apa ya, pak?"

"Nara, dia mengamuk di kamarnya. Untuk alasannya saya tidak tau pasti."

Nara, dalam pikiran Keisya bagaimana bisa perempuan kelewat aktif itu mengamuk? Ia rasa dalam hidupnya selalu penuh kebahagiaan, karena jelas dia sudah memiliki semuanya. Orang tua yang lengkap dan menyayanginya, harta melimpah, Edward yang katanya pacarnya padahal sebenarnya tidak demikian. Dia hanya merebut milik orang lain tanpa perasaan bersalah.

"Astaghfirullah." Keisya beristighfar karena sudah berpikiran aneh. Kepalanya menggeleng berusaha menghilangkan semuanya.

"Anda baik-baik saja?" Aldric bertanya dari samping, tatapannya penuh kekhawatiran.

"Saya baik."

Mobil berkendara selama dua puluh menit. Keisya yang awalnya sudah teramat lelah menyandarkan kepalanya pada jendela. AC mobil yang tidak terlalu dingin membuatnya tertidur dengan nyenyak. Aldric yang berada di sampingnya mendekat, ia mengulurkan tangannya ke arah kepala Keisya. Menjadi bantalan gadis itu agar pelipisnya tidak kesakitan tatkala ban mobil melewati jalan yang berlubang.

Matahari bersinar terik, tidak ingin Keisya terganggu karena silaunya yang tajam ia pun membuka jas yang melekat di tubuh, menjadikannya sebagai pelindung wajah Keisya. Dari dekat, istrinya ini sangat menggemaskan. Ia baru sadar jika pipinya pun semakin mengembang, pasti karena makanan manis, pikirnya. Dan bibirnya juga imut, merah alami tanpa harus menggunakan banyak lipstik tebal.

Eternal Love Of Dream [End]Where stories live. Discover now