Part 20. Kembali Berjarak

790 88 3
                                    

"Sampai hari ke tujuh usaha pencarian dari Reza Maheswari Yang terjatuh ke jurang Teluk indah, Bogor, Jawa Barat belum juga membuahkan hasil. belakangan beredar sebuah video yang memperlihatkan aktivitas anak berusia sembilan tahun tersebut sebelum tragedi terjadi. Terlihat ...."

Televisi besar yang ada di ruang tamu dimatikan sepihak oleh seorang lelaki paruh baya yang saat ini tengah bersandar dengan santainya pada ujung sofa. Tangannya terangkat untuk memijat pelipis yang berdenyut. Tidak berselang lama, anak kecil dengan rambut yang dikuncir kuda datang mendekat, membawa boneka kelinci yang sangat menggemaskan dalam pelukannya.

"Ma, dimana adek?" tanyanya lirih. Tangan kirinya memegang boneka, sedangkan tangan kanan memilih ujung gaun biru yang ia pakai. Kepalanya menunduk takut.

"Kamu lagi, kamu lagi. Belum puas kamu hancurin keluarga ini, hah?! Akibat ulah kamu sekarang mama nggak tau dimana keberadaan Reza!"

"Pergi kamu dari rumah ini! Pergi!" Wanita yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya menarik lengan anak Kecil itu, hingga beberapa kali tubuhnya terhuyung namun beruntung lah tidak terjatuh.

"Sayang, sudah-sudah. Lagian dia masih kecil, kasian dia kalau sendirian di luar." Sang suami melerai pertikaian antara ibu dan anak tersebut, tangannya mengelus lembut puncak kepalanya.

"Bagaimana dengan Reza, mas? Kamu pikir dia nggak sendirian di luar sana? Dia ada di hutan antah berantah, belum makan apa-apa, dia pasti juga ketakutan, bagaimana nasibnya dia sekarang, hah?!"

"Semuanya gara-gara anak pembawa sial ini, seharusnya aku tidak pernah melahirkan kamu!"

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi sebelah kanan, gadis kecil kisaran umur 12 tahun itu berusaha untuk tidak menangis meskipun rona merah sedikit keunguan tercetak begitu besar di wajahnya. Ia meringis, menahan diri agar tidak cengeng. Di sudut bibir, terdapat darah segar yang tidak terlalu banyak, tetapi tetap menjadi pertanda bahwa bagian tersebut sedang tidak baik-baik saja.

"Ma–."

"Jangan panggil aku mama! Mulai sekarang aku tidak memiliki anak sepertimu!"

Bahu anak itu di dorong kuat, hingga dia terjatuh ke lantai membuat sikunya lecet dan tergores. Saat itu juga Air matanya turun begitu deras, tubuhnya kesakitan begitu juga dengan hatinya jauh. Wanita yang melahirkannya, seseorang yang selama ini ia kagumi sudah membencinya. Lalu, apa yang akan ia lakukan sekarang? Ia merindukan Reza, ia juga tidak ingin sesuatu buruk di minggu yang lalu itu terjadi. Ini semua bukan keinginannya.

"Keluar kamu dari rumah, ini!"

Tangan mungil yang kesakitan diseret ke luar bersamaan dengan ratapan kesedihan darinya. Suara petir menyambar memenuhi langit, hujan deras membasahi bumi jakarta sedari pukul tiga sore tadi. Angin malam menusuk kulit namun semuanya tidak mengurungkan niat wanita itu untuk mengusir darah dagingnya sendiri dari rumah.

"Pergi dari sini, aku tidak ingin melihat wajahmu lagi."

Air dingin membasahi tubuh yang hanya terbalut kain tipis. Semakin lama kian banyak dan cepat menghantam bumi, membuat tubuhnya beberapa kali kesakitan lukanya yang kian membesar. Tidak ada pergerakan dari kakinya, ia hanya duduk dengan menatap pintu gerbang seakan meminta maaf. Satu menit, lima menit, bahkan saat ini sudah lima belas menit, pintu yang ia harap terbuka tidak terjadi, bibirnya mulai pucat, begitu dengan jari-jarinya yang keriput.

"Ma ... Di-dingin ...."

***

Setelah kejadian di kantor dua hari lalu, keadaan Keisya cukup memprihatinkan. Meskipun fisiknya bisa bergerak leluasa, namun tidak dengan mental dan pikirannya. Terkadang dia sering mengigau dan berhalusinasi mengenai keberadaan Edward dan berteriak agar bisa dilepaskan. Namun bagaimana pun sifatnya Aldric tidak menghindar melainkan mengikis jarak. Beberapa kali ia mengajaknya untuk menemui psikolog agar bisa menghilangkan traumanya dan itu cukup berhasil.

Eternal Love Of Dream [End]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon