Part 9. Dia milikku

1.2K 105 11
                                    

Hari ini adalah saat yang spesial bagi dua keluarga, di mana anak tertua dari marga Maheswari dan cucu semata wayang dari Al-Malik melangsungkan acara pernikahan yang begitu mewah. Keisya yang awalnya berdiam diri di kamar dituntun untuk segera datang ke taman agar dapat bertemu sang mempelai pria.

Empat anak kecil nan mungil menggenggam erat jari-jemari Keisya. Sepanjang jalan banyak kamera yang menyorot dirinya, karpet putih dengan kelopak mawar merah menghias pinggiran turut menyambut kedatangan. Tidak sedikit para tamu undangan yang hadir, kebanyakan dari kolega bisnis Keisya dan Aldric sendiri.

Jangan tanyakan bagaimana dirinya tau, masih sama seperti kejadian kemarin. Sella memberikan tumpukan kertas berisi foto puluhan orang yang akan hadir dalam pernikahan. Dia menyuruhnya untuk menghafal setiap wajah sekaligus nama, semalaman ia begadang agar apa yang ia lakukan tidak ada kesalahan sedikit pun.

"Naik lah ke atas."

Keisya menatap wanita yang berdiri di samping tangga, sangat cantik meskipun sudah ada sedikit kerutan di beberapa bagian wajahnya. Baju yang digunakan begitu indah dan mempesona, warna putih bersih yang dipadukan dengan emas berkilauan. Bibirnya menampilkan senyum lebar, kedua tangannya terentang menunggu genggaman hangat dirinya.

"Iya o-oma." Keisya membalas senyum dari wanita itu, ada rasa gugup yang menyelimuti hati. Ya, dia Oma Diana, nenek dari Aldric.

"Nggak usah takut, Oma bakalan jaga kamu," tuturnya.

Diana mengelus lembut lengan Keisya dan memberikan ketenangan, kemudian dia menariknya ke arah kursi yang ada di bagian tengah panggung, cukup besar dan lebih pantas bila disebut sofa, bahkan di sana sudah ada Aldric yang tidak lagi duduk di kursi roda. Seperti biasa, dia sibuk memainkan ponselnya. Tatapannya terus tertuju ke arah layar bahkan tatkala ia sudah ada di sampingnya.

"Aa-assalamualaikum, pak," sapa Keisya. Suaranya sangat lirih dan hampir tak terdengar.

Ia menunggu jawaban Aldric hingga beberapa detik, berharap lelaki itu meliriknya meskipun sebentar dan mempersilakan duduk. Akan tetapi hasilnya nihil, suaminya masih fokus dengan dunianya, dan ia mulai merasa diabaikan. Miris bukan, yah begitulah hidupnya.

Tidak ingin semakin canggung Keisya langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa. Netra cokelatnya bergulir ke seluruh taman, ada Sella dan Monica di dekat kolam renang dengan pandangan tajam, terpancar juga seutas senyum licik yang menyebalkan.

"Selamat atas pernikahan kalian."

Wajah Keisya mendongak dengan suara yang sangat familiar di telinga, bola matanya membulat ingin keluar saat di depannya sudah berdiri perempuan yang seharusnya menikah dan menjadi istri sah dari Aldric al-Malik itu. Ya bukan malah dirinya yang hanya seorang gadis desa, bahkan mirisnya ia sebuah boneka tangan.

"Semoga secepatnya kalian dapat momongan," ujar Fathimah mendoakan.

Ia mengulurkan tangannya memberi selamat kepada Keisya. Sudut bibirnya merekah sempurna dengan senyuman. Gaun putih panjang sampai mata kaki dipadukan dengan high heels senada. Terdapat belahan di bagian kiri yang memanjang sampai paha dan jangan lupakan bagian atas yang tanpa lengan. Dia terlihat sangat cantik, bahkan melebihi sang pengantin.

Di sisi lain Keisya berusaha menahan emosinya, tangannya mengepal kuat. Melihat bagaimana baju yang Fathimah gunakan dengan pundak yang terekspos sempurna, ia merasa dirinya lah yang saat ini menggunakan gaun itu, memakai baju tapi layaknya bertelanjang. Rasa malunya memuncak bersamaan dengan banyak pasang mata yang menatap kagum dan lapar.

"Wahh ... Siapa itu? Dia cantik sekali."

"Ya, aku belum pernah melihatnya."

"Aku ingin berkenalan dengannya sebentar lagi."

Eternal Love Of Dream [End]Where stories live. Discover now