Part 8. Hari Semuanya Dimulai

1.1K 108 9
                                    

"Brummm ... Brumm!"

"Jangan kabur ... Al akan membawa kalian ke kantor polisi!"

"Brummm brumm ...."

Anak laki-laki berumur sepuluh tahun memainkan mobil mininya yang bertuliskan police di sepanjang garis jendela. Sesekali ia mengangkat ke atas seakan benda tersebut memiliki sayap untuk terbang. Sisa tetesan air hujan yang beberapa menit lalu mengguyur masih terlihat jelas di balik kaca dan itu berhasil membuatnya mengerucutkan bibir ke depan.

Suasana hatinya benar-benar memburuk setelah ia yang awalnya bermain di kebun binatang diharuskan pulang dengan alasan sang papa yang mendapatkan telfon penting dari perusahaan. Padahal sekarang adalah hari yang cukup penting. Pipinya yang tembem sedikit memerah, topi putih yang selalu ia pakai sudah miring ke kanan.

Dirinya tidak bisa lagi melihat pemandangan di luar, jejeran pepohonan yang rindang, burung yang berlomba menuju sarang atau hewan menggemaskan yang selalu ingin ia bawa pulang, semuanya tidak lagi ia lihat. Di sudut kaca, tercetak gambar robot yang lucu dan namanya yang belum sempurna, jelas ia berusaha keras untuk menghilangkan kebosanan.

"Sayang, seat beltnya jangan lupa dipakai."

Suara Wanita mengalun indah dari arah samping, tangannya terulur untuk mengambil sabuk pengaman yang ada di belakang. Meskipun tidak mendapatkan tanggapan akan tetapi senyum tipis di bibirnya tidak bisa disembunyikan, yang pasti ia tau suasana hati sang putra dengan baik. Rambutnya panjang sepunggung dan dibiarkan tergerai indah, dipadukan dengan gaun semerah mawar, sungguh wanita itu sangat cantik.

"Ihh ... Nggak mau! Al nggak mau pakai ini!"

Anak kecil itu terus memberontak, tali yang awalnya terpasang rapat kembali dilepas. Mobil kecil yang ia pegang terpental ke bawah kursi dan menghilang dari pandangan. Wajahnya terlihat lucu terlebih sekarang matanya berkaca-kaca dengan cairan bening yang hampir jatuh. Ia memang tidak suka dipaksa, bahkan oleh ibunya sendiri. Kakinya yang mungil juga bergerak menendang-nendang udara.

"Aldric–."

"Sudah, Mas. Nggak apa-apa."

Wanita dengan perut buncit itu berusaha melerai perdebatan yang akan terjadi antara ayah dan anak. Jemarinya yang lembut membelai rambut coklat pekat Aldric penuh sayang, berusaha memberikan ketenangan agar tidak ada lagi pemberontakan. Ia tau betul watak keduanya, sama-sama keras dan tidak ada yang suka mengalah.

"Mama ambilin ya, setelah ini Aldric harus pakai seat beltnya. "

Aldric mengangguk paham, poni rambutnya bergerak bersamaan dengan kepala yang naik turun. Dapat ia lihat mama cantiknya melepaskan seat belt yang tersemat di dada, dan berusaha berjongkok untuk mencari mobilnya. Ia merasa kasihan, ia tau betul saat ini wanita itu tengah hamil, pasti adiknya merasa terhimpit di dalam sana, apakah dirinya benar-benar keterlaluan?

"Ma–."

"Sudah, Sayang. Kita cari nanti saja," ujar laki-laki di kursi pengemudi, ucapannya menghentikan kalimat Aldric. Nampak raut khawatir di wajahnya yang sudah tidak lagi muda.

"Sebentar aja, Mas," ujar Rosellina, namanya selaras dengan wajahnya.

Ia perempuan yang berhasil melahirkan laki-laki setampan Aldric Al-Malik, dan sebentar lagi juga akan melahirkan malaikat kecil lainnya. Tangan kirinya memegang perut yang terasa berat sedangkan tangan kanan menjelajahi bawah mobil. Meskipun anak kecil itu terkesan manja, nyatanya cita-cita yang ia miliki sangat besar. Katanya, "Aldric pengen jadi polisi biar nanti bisa jagain mama, papa sama adek!"

Eternal Love Of Dream [End]Where stories live. Discover now