Part 23. Kamu Berbeda

741 91 8
                                    

Angin pagi bergerak menjatuhkan beberapa daun kering, halaman yang baru saja disapu lagi-lagi memiliki sampah berserakan. Awan-awan putih sesekali menghalangi matahari untuk bersinar. Di pelataran rumah kecil yang dihuni Keisya, bunga-bunga yang sempat ia tanam sudah bermekaran dengan indah. Sayur mayur pun sudah berbuah lebat, tidak terkecuali dengan tomatnya yang ia beri nama tomci, tomat kecil. Ini menandakan pernikahan yang ia lakukan sudah berjalan empat bulan. Sangat cepat dan tidak terasa.

Setiap kejadian yang terjadi cukup memberikan bekas dalam di hati, tetapi itu tidak mengapa, ia meyakinkan dirinya bahwa seorang Keisya adalah perempuan tangguh, hanya mendapatkan angin kencang tidak akan membuatnya jatuh kecuali jika tuhan sudah bener-bener ingin menjemputnya, ia tidak akan mengelak lagi. Empat bulan berlalu, dan tersisa delapan lagi, yang artinya ia harus segera hamil.

"Huftt ...."

Keisya mengamati seluruh halaman dari balik jendela dengan tatapan malas, di sampingnya terdapat Muezza yang sedang tiduran, ia ingin bermain dengannya tetapi melihat bagaimana hewan itu pulas ia jadi tidak tega. Semua pekerjaan rumah sudah selesai, ia sangat bosan, biasanya kalau di kampung jika pukul sembilan seperti ini dirinya pasti masih mengelilingi desa, menjual sayur ikat dan sesekali datang ke sekolah Zaki untuk memberikan uang lebih.

"Mbak pengen pulang," ujar Keisya.

"Non!"

"Non Keisya, ada tamu di luar."

Bi Ningsih berlarian dari arah dapur dengan roknya yang sesekali melorot. Wajahnya nampak pias seperti melihat hantu. Rambutnya acak-acakan, banyak peluh di dahi, bisa dipastikan tadi perempuan itu sibuk berkutat dengan kolam ikan yang ada di depan rumah. Setiap seminggu sekali, air mancur itu memang dibersihkan, dan dirinya dilarang oleh Aldric untuk ikut campur.

"Siapa, bi?"

"Hah hah ... Nyonya!" Bi Ningsih datang dengan napas tersenggal-senggal, membuat ucapannya terdengar tidak jelas.

"Tarik napas dulu, bi," pesan Keisya, ia terkikik geli melihat wanita di depannya yang sudah memerah. Ternyata umurnya tidak terlalu jauh dengan Khadijah, membuat dia benar-benar seperti orang tua, itu juga yang menjadi alasan mengapa dirinya menyayangi bi Ningsih.

"Nyonya Diana dateng lagi, non. Dia sudah ada di dalam."

Keisya sedikit bergumam, Oma Diana datang lagi, itu berarti Violet juga akan datang. Tidak ingin terlambat ia langsung beranjak dari duduknya. Membersihkan gamis bagian bawah yang terdapat beberapa bulu Muezza. Setelah diingat, hari ini David ada di kantor, besar kemungkinan Violet tidak akan datang, benar bukan? Yah semoga saja seperti itu.

"Kamu sudah datang. Sini lihat ini sebentar."

Diana menarik lengan Keisya untuk duduk bersama, wanita itu memperlihatkan majalah popular yang menampilkan banyak model-model internasional. Beberapa didominasi oleh merek tas branded dan parfum berkelas dunia.

"Menurut kamu, mana tas yang cocok sama Oma?" tanya Diana, sembari membolak-balik setiap halaman.

Keisya memperhatikan secara keseluruhan barang, kemudian ia menyukai satu tas yang ada di bagian tengah. Tas berwarna abu-abu, ukurannya tidak besar atau pun kecil, tetapi terkesan klasik dan sederhana, dan menurutnya itu sangat cocok jika dipakai oleh orang di sampingnya ini.

"Ini, Oma. Bagus." Keisya menunjuk tulisan Lady D Small cannage lambskin steel gray, milik Dior yang baru-baru ini keluar.

"Kamu pinter juga milihnya."

Dian tersenyum lebar, lagi-lagi ia membalik setiap halaman, mungkin nanti akan menemukan tas lain yang lebih indah. Keisya mengedarkan pandangannya, tidak ada Violet cukup senang, entah mengapa jika membahas dia ada perasaan aneh di hati, ia sudah berusaha menekannya agar tidak menjadi penyakit hati, karena itu sungguh sangat merepotkan, tetapi tetap saja, ia melihat dia bersama Aldric perasaan itu semakin besar.

Eternal Love Of Dream [End]Where stories live. Discover now