Part 31. Dia benar-benar kembali

784 79 12
                                    

"Maaf udah bikin bapak kecewa. Keisya pengen jujur tapi Keisya takut bapak enggak percaya."

Aldric menatap gadis di sampingnya, di bawah ayunan di depan rumah, Keisya duduk dengan tampilan yang begitu cantik. Gamis putih dikenakan bersamaan dengan hijab senada, bergerak mengikuti alunan angin sore. Rahangnya semakin tirus, menandakan jika berat badannya berkurang banyak. Kelopak matanya menghitam seperti panda, dipastikan karena sering begadang dan menangis di kesunyian, namun baginya ia tetap lah seorang bidadari tanpa sayap.

"Cerita saja. Jangan ditahan, saya nggak mau kamu makin cengeng."

Terdengar kekehan yang lembut dari bibir ranumnya, kemudian disusul dengan senyum manis Aldric. Selama ini ia sudah memperhatikannya. Perasaan yang hadir di hati sudah datang jauh-jauh hari bahkan sebelum pernikahan. Pertama kali bertemu di taman, saat dia menggunakan hijab panjang hingga dada, saat itu juga hatinya terketuk. Mengagumi dimulai dari pandangan hingga lambat laun jatuh menjadi sebuah perasaan.

"Bapak percaya gak, kalau Keisya ternyata bukan Keisya?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja tanpa beban.

Sesaat keadaan taman hening, Aldric tertawa kecil dengan itu. "Saya percaya," ujarnya meyakinkan.

"Beneran?"

Tak

"Aduh ... Sakit loh pak!"

Ketukan singkat di dahi Keisya dapatkan, membuat bibir gadis itu mengerucut ke depan kesal, menggemaskan. Dia terlihat manja kali ia ini, berbeda dengannya kemarin yang lebih kaku dan menjaga jarak. Jika memang ini mimpi Aldric tidak ingin bangun, ia ingin terhanyut selama mungkin, bersama dengannya dalam ikatan pernikahan dan tidak ada kata talak yang memisahkan.

"Hahaha ... Maaf, Maafin saya Keisya." Untuk pertama kalinya Aldric meledakkan tawanya. Bahkan kini matanya hampir terpejam karena terbenam oleh pipinya yang semakin berisi.

"Tapi Keisya ngomong ini beneran loh, pak. Maaf ya kalau kesannya kayak pengkhianat. Tapi di balik itu semua, Keisya juga punya alasan."

"Nggak apa-apa. Apapun itu bagaimana pun kamu yang sebenarnya, saya akan tetap menerimanya. Yang paling penting kamu bisa bahagia bersama saya."

"Terima kasih." Keisya berujar tulus. Ia menengadah, menatap langit Jakarta yang cerah benderang. "Bapak tau gak, kalau Allah menciptakan hambanya itu tidak pernah memandang fisik. Setiap apa yang Dia ciptakan, ada banyak kelebihan tidak terlihat. Jadi, Keisya harap pak Aldric tidak perlu berkecil hati, memiliki orang-orang yang mencintai anda dengan baik dan rezeki melimpah seperti sekarang, itu sudah cukup." Entah mengapa hari ini pembahasan yang dikeluarkan begitu random.

Aldric berpikir sebentar. "Bagaimana denganmu? Apa kamu juga mencintai saya? Tanpa harus memandang fisik?"

"Pak Aldric suami Keisya, apa pantas jika saya tidak memiliki perasaan?"

"Jadi –."

"Saya mencintai bapak."

Kebahagiaan tidak bisa disembunyikan. Senyum lebar merekah sempurna di wajah Aldric yang beberapa hari ini tidak terawat. Ada kantung mata yang besar, rambut-rambut halus mulai bertumbuhan di bagian dagunya yang lancip. Secercah harapan untuk kembali semakin besar. Angan-angan untuk hidup bersama dengannya kian tak terbendung.

"Saya juga, mencintaimu lebih dari apapun."

"Sungguh? Tapi mengapa bapak menceraikan saya kemarin? Kenapa menyebut saya jalang, pelacur dan perempuan murahan?" Tatapan Keisya berubah semakin sendu, kedua matanya berkaca-kaca.

Tiga puluh detik, tidak ada jawaban yang terdengar. Keisya tersenyum, mengusap wajah Aldric dengan lembut. Menarik dagu lelaki itu agar bisa menatapnya dengan jelas. "Keisya paham, bapak pasti punya alasan sendiri. Saya tidak marah, hanya saja sedikit kecewa," ucapnya jujur.

Eternal Love Of Dream [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang