04

5K 218 0
                                    

Sudah dua minggu sejak insiden itu terjadi, Bibi Cha selalu setia menjaga dan merawat Lize, walau dokter berkata keadaan Lize saat ini sangat lemah. Namun sepanjang harapan dan doa dilantunkan ke langit, tidak ada yang mustahil. Begitulah yang selalu Bibi Cha tanamkan didalam benaknya. Setiap malam ia berdoa untuk kesembuhan Lize.

Perlahan-lahan namun lembut, wanita paruh baya itu dengan telaten membersihkan dan mengganti pakaian Lize, sesekali ia menatap kearah wajah itu, wajah yang dulunya penuh kesedihan dan kehampaan kini hanya diam tertidur.

Setelah menyelesaikan semuanya Bibi Cha meninggalkan kamar membawa nampan berisi air dan juga pakaian Lize yang telah ia ganti.
Ketika sampai diujung pintu, ia berhenti dan berbalik menatap ke arah Lize.
"Nyonya cepatlah sembuh"

Ia menutup pintu kamar dan berjalan menuruni tangga.

"Wah Bibi kau sangat baik sekali, dia bahkan tertidur dengan nyaman"
Karin yang sejak tadi mengamati Bibi Cha dari lantai satu kini bersuara.

"Maaf Nona, tapi lebih tepatnya Nyonya Lize sedang sakit"

Bibi Cha menatap tak suka dengan apa yang diucapkan Nona Muda itu, ia tak habis pikir bagaimana Karin sanggup berucap demikian sedangkan Kakak Iparnya sedang dalam keadaan tidak baik.

"Hei.. Dimana sakit yang dikatakan sakit saat orangnya menginginkan kematiannya sendiri"
Ucap Karin dengan enteng. Ia tak perduli dengan apa yang barusan ia ucapkan. Kenyataan memang Lize berencana bunuh diri bukan.

"Nona Karin, anda sangat tidak sopan"
Bibi Cha menatap datar Karin yang sejak tadi memancing emosinya.
Hei, tak adalah simpati sedikit pun. Bahkan jika Lize melakukan itu bukan kah mereka juga harus bertanggung jawab, jika bukan karna perbuatan mereka selama ini, Lize tidak akan memilih jalan itu sendiri.

"Upss.. Maaf aku tak sengaja "
Karin berlalu meninggalkan Bibi Cha yang sejak tadi mengepalkan tangannya.

Hei, Seseorang lahir didunia bukan atas kehendaknya sendiri, ia tentu saja dipilih untuk menjalani kehidupan, tapi seseorang juga punya batas sabar bukan, tidak mungkin seseorang tak memiliki yang namanya perasaan, sekuat apa pun kau menanamkan dibenak mu untuk tidak bertindak bodoh tetapi jika emosimu bercampur dengan kesedihan tidak bisa dipungkiri jika itu akan memantik tindakan yang diluar kendali mu.
.
.
.
Malam yang sepi, seperti biasa tubuh itu akan ditemani rasa sepi, lampu tidur menjadi teman yang senantiasa selalu menemaninya beserta pelayan parub baya itu.

Sebuah gerakan kecil namun sangat lemah sesekali menggerakkan tangan itu, matanya seakan berusaha membuka.
pelan-pelan namun pasti kini mata itu terbuka. Menatap langit-langit kamar dengan samar-samar, sesekali ia melirik di sekitarnya.

'Apa aku dirumah sakit? Tapi rumah sakit bukan seperti ini, setidaknya ada tiang infus' gumannya.

Ia berusaha untuk bangun, namun kerena gerakannua yang terburu-buru, tubuh lemah itu terjatuh kembali ke kasur.
"Heiii mengapa tubuhku selemah ini sih"
Ia kesal. Tubuhnya yang sehat bagaimana mungkin selamah ini hanya karena sebuah kecelakaan.

"Astagaaa Nyonya, Ya Tuhan terimakasih " Bibi Cha memeluk Lize dengan hati yang senang, ia tak menyangka harinya akan tiba. Nyonya Lize akan terbangun dari tidur panjangnya.

Zea menatap heran, wanita paruh baya itu, mengapa wanita ini sangat bahagia.
Hei lagi pula aku bukan Nyonya. Sebut saja aku Nona Zea, Atau Zea saja biar simpel. Ia kembali mengamati sekelilingnya. 'Berbeda' itulah yang ia pikirkan, ini bukan kamarnya, lalu ini dimana.

"Nyonya, apa yang sedang anda lihat"

"Nyonya"??????
Zea menatap penuh tanya dengan wanita itu.

" Nyonya ada apa, apa anda merasa tidak nyaman"???
Bibi Cha bertanya untuk memastikan.

Transmigrasi Zea KeylardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang