19

2.9K 118 0
                                    

Sudah seminggu Lize mengabaikan Haizen. Benar-benar mengabaikannya seperti angin yang berlalu.
Lize tak perduli dengan tatapan Haizen padamya selama ia mengabaikannya.
Setiap tindakan yang Haizen lakukan ia tak menganggapnya ada.
Bahkan Susu Hangat dan Kue Lapis yang sering Haizen letakkan dimeja kamar Lize pun ikut terabaikan. Tak biasanya ia mengabaikkan makanan begitu saja.

Hari ini Lize bersiap. Ini hari pertamanya kembali berkuliah, setelah dua tahun. Sebelum ia menikah dengan Haizen, Lize merupakan mahasiwi tingkat tiga di bidang seni.

Zea sudah mengetahui sedikit kehidupan Lize ketika ia menemukan catatan harian Lize.

"Jurusan Seni ya"

Zea sudah memikirkannya beberapa hari. Walau ia tak kuliah dibidang Seni dulunya, namun ia sedikit tau cara menggambar, hitung-hitung ia tak terlihat jelas bahwa dia bukanlah pemilik asli tubuhnya. Dan juga sepertinya tubuh ini masih mengingat gerakan kecil-kecil yang ia lakukan ketika ia mencoba menggambar.

Lize segera mengambil tasnya setelah ia sarapan. Peter meneleponnya pagi sekali dan mengatakan bahwa semua sudah beres dan hari ini Lize akan diantar oleh supir yang telah disediakan untuknya.

Soal Haizen?
Dia sudah berangkat sejak tadi, ia tak mungkin menunggu Lize, ada rapat penting yang harus ia ikuti hari ini.
.
.
.
.
Selama perjalanan, Lize hanya diam. Sesekali ia melirik kearah supirnya.

"Pak kalau boleh tau nama bapak siapa"?

Sedikit formal tapi begitulah kebiasaan Zea saat didunianya dulu, tetap menghormati dengan siapa kamu berbicara walau kalian berbeda kasta sekali pun.

" Panggil saja saya, Rey Nyonya"

Lize Mengangguk mengiyakan. 'Wah bahkan disini nama supir pun sangat keren' gumannya.

"Kita sudah sampai Nyonya"

"Sungguh?? Wahh tidak terasa"

"Saya akan menjemput Nyonya lagi nanti ketika sudah jamnya"

"Memangnya Bapak tau jam berapa"?

" Tuan Peter sudah menjelaskan kepada saya Nyonya"

"Ahh Peter yahh, baiklah. Terimakasih "

Lize keluar dari mobil dan melihat ke sekelilingnya. Tempatnya cukup menarik. Dia harus mengacungkan jempol untuk Peter, sangat telaten untuk segala urusan.

"Apa Peter tidak memiliki duplikat, jika didunia ku ada satu saja seperti dirinya, sepertinya pekerjaan ku akan sangat ringan"

Lize berjalan, menyusuri kampus yang saat ini akan menjadi tempatnya memulai kembali pendidikan walau sebenarnya asing baginya tapi apa boleh buat, ia harus menata kembali susunan yang tak tersusun baik bukan?

Pertama ia harus menuju ruang administrasi akademik.

Peter memang menjelaskan jika semuanya sudah beres tapi kita harus tetap melapor bukan?
Setidaknya menyetor wajah agar tidak dicap mahasiswi tidak peduli.

Saat sedang berjalan menyusuri gedung ia tak sengaja menabrak salah seorang mahasiswa.
"Maaf, aku tak sengaja"

"Tak apa, tapi apa kau tersesat"?

" Hehe..Apa terlihat jelas ya? "

"Tentu, didahi mu terlukis 'TERSESAT"

Lize mengerucutkan bibirnya, tangan mengusap dahinya.

"Maaf aku hanya bercanda, aku tak sengaja melihat dokumen mu"

"Ahh ya ya, bisa kah kau membantu ku, aku tak tau ruangan administrasi akademik dimana "?

Transmigrasi Zea KeylardWhere stories live. Discover now