15

3.2K 132 0
                                    

Zea mengusap tangannya yang kini telah dibalut perban. 'Sangat Bodoh'.

"Ada apa Nyonya"?

" Tak apa Bi, maaf merepotkan Bibi"

Bibi Cha yang sejak tadi sibuk menata kembali isi kamar Lize kini kegiatannya teralihkan pada Nyonya Muda itu, yang sejak tadi ia hanya mengusap tangannya, 'apa begitu sakit? '

"Bibi Jika Kau lelah dengan ku katakan saja"

"Saya tidak lelah sama sekali Nyonya"

"Kalau begitu bisakah Bibi keluar, aku ingin beristitahat"

"Baiknya Nyonya"
Bibi Cha keluar setelah mendapat perintah Lize. Ia tentu saja sangat khawatir sekarang. Buktinya baru beberapa jam ia meninggalkan Nyonya Mudanya itu susah melukai tangannya bahkan kamarnya begitu berantakan. Jika ia tak cepat sampai entah apa yang akan terjadi lagi.

Setelah Bibi Cha keluar, Zea bangkit dan berjalan menuju cermin, disana ia menatap pantulan dirinya.

"Jika sebelumnya kau lemah, maka sekarang kau harus kuat, aku Zea Keylard akan menerima takdirku sepenuhnya disini, dan mari kita mulai "
Ia tersenyum.
.
.
.
Fajar mulai menyingsing. Perlahan-lahan gerakan kecil ia lakukan. Mengamuk semalaman tentu menguras energi, apalagi ia tak sengaja melukai tangannya. Sungguh sangat konyol.

Zea bangun dan segera membersihkan dirinya.  Ia memilih pakaian yang sangat sederhana.
"Baik, mulai hari ini aku adalah Lize Amerd, dan aku akan menata kehidupan baru disini"

Satu persatu baju ia keluarkan dari lemari yang ada dikamarnya. Semua pakaian ia anggap tidak cocok untuknya ia singkirkan satu per satu.

Bukan kah jika ingin mengubah kehidupan ia harus memulainya melalui dirinya sendiri??
Itulah yang saat ini Zea Lakukan.

Setelah semuanya ia pisahkan. Ia memanggil Bibi Cha.

"Bibi tolong buang ini semua"

"Tapi, bukan kah semuanya masih layak pakai Nyonya"?
Bibi Cha kaget dengan apa yang ia lihat, bukankan Lize sanagt suka dengan pakaian yang begitu cerah dan mencolok.

" Aku tidak suka Bi, lihat yang ini bahkan membuat mata ku sakit melihatnya"
Lize mengakat dress berwarna hijau neon.

"Bukankah Nyonya suka"?

'Ahh ini pasti selera Lize yang buruk'
Zea tak habis pikir dengan selera pakaian Lize.

" Lakukan saja Bi, atau Bibi berikan saja kepada orang yang membutuhkan "

"Baiklah Nyonya"

.
.
.
.
Lize turun dan segera menuju meja makan, ia sengaja melewatkan jam makan pagi, agar ia tak bertemu dengan Karin dan Haizen. Ia masih kesal dengan kedua kakak beradik itu.

Disana ia menikmati sarapan paginya tanpa ada gangguan.

"Ini lebih baik dari pada aku makan bersama mereka"
Lize makan dengan lahap, moodnya kembali naik jika sudah bertemu dengan makanan.

.
.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Lize keluar rumah dan duduk di taman belakang. Menghirup dalam-dalam udara di pagi hari.
"Ahh aku suka di taman ini, wanginya "

Lize menutup matanya menikmati aroma bunga-bunga yang ada di taman.

Sementara Bibi Cha sibuk menyusun pakaian Lize yang akan ia serahkan pada orang-orang yang membutuhkan, sesuai perkataan lize.

Lebih baik menyumbangkannya dari pada membuangnya begitu saja. Semuanya bahkan masih dalam keadaan baik.

Kegiatannya terhenti ketika ia mendengar suara Tuannya.

"Apa yang sedang Bibi Lakukan"?

Haizen masuk ke kamar Lize, awalnya ia berniat menemui Lize untuk melihat keadaannya hari ini, apalagi kejadian semalam sepertinya membuatnya kesal.

" Saya sedang menyusun pakaian Nyonya Tuan"?

"Memangnya dia mau kemana? "

"Nyonya tidak pergi Tuan, hanya saja Nyonya tak ingin lagi memakai pakaian ini "

Bibi Cha menyusun kalimat nya dengan baik tak mungkin kan ia berkata Nyonya Muda itu ingin membuangnya. Tuannya itu bisa marah, dulu saja ketika akan membeli pakaian, Lize bahkan memaksa Haizen untuk memberinya uang bulanan lebih cepat.

"Apa? "

"Nyonya ingin semuanya diberikan pada orang yang membutuhkan, Tuan"

"Apa sekarang dia berniat menjadi donatur "

"Saya tidak tau Tuan"

"Baiklah, tapi dia ada dimana"?

" Nyonya ada  di taman belakang Tuan"

Haizen berlalu dan segera menyusul Lize ke taman belakang.

"Apa yang sedang kau lakukan disini"?

Suara Haizen memecah keheningan Lize. Matanya yang sejak tadi tertutup kini terbuka.

" Apa kau tidak melihat aku sedang apa"?

"Maksud mu"

"Kau punya matakan? Kau dapat melihat aku sedang duduk disini, kau mengganggu ku saja"

"Aku hanya bertanya dan kau merasa terganggu "?

" Ya, kau bahkan seperi lebah yang ribut"

"Kau menyamakan ku dengan hewan"?

" Maaf jika kau tersinggung"
Lize menjawab Haizen dengan malas.
Ia bahkan kembali memejamkan matanya.

Melihat itu emosi Haizen terpancing , ia dengan gerakan cepat menarik tangan Lize, agar istinya itu bangkit beridiri.

"Jangan mengabaikan ku"

"Lepaskan tangan mu"

"Apa ini? Apa kau mencoba bunuh diri lagi"?
Haizen melirik jemari Lize yang diperban. Ia terlihat menahan aramahnya.

" Heii.. Apa aku sesuka itu bunuh diri"?

"Lalu ini apa? "

"Ini? Aku terjatuh dan tak sengaja melukai tanganku" Bohongnya.

"Kau pikir bisa menipu ku"
Haizen yang terbawa amarah tak sengaja menekan luka di jemari Lize hingga lukanya kembali mengeluarkan darah.

"Sakit.., lepaskan" Mata Lize mulai berkaca-kaca. Lukanya saja belum kering , kini harus terbuka lagi karena ulah suaminya itu.

"Ikut aku"
Haizen menarik paksa Lize masuk ke rumah. Ia mendudukan lize di kursi tamu dan segera mencari kotak p3k . Ia mengobati kembali Luka di jemari Lize.

"Wah ada apa ini, apa perang telah berakhir"?
Karin muncul entah dari mana.

" Diamlah" Haizen fokus mengobati jemari Lize.

"Apa luka di jemari mu itu mahakarya mu semalam kakak ipar? "

Lize yang mendapat pertanyaan itu menatap tajam karin.

"Mahakarya apa maksud mu"?
Haizen penasaran dengan apa yang karin ucapkan barusan.

" Semalam bukan kah kakak ipar mengamuk dan aku juga mendengar suara benda jatuh "?

" Apa kau mengutit ku"
Lize tak suka degan ucapan karin. Apa adik iparnya ini sangat suka mencampuri urusan orang lain.

"Aku hanya kebetulan lewat"
Karin mengendikkan bahu dan berlalu meninggalkan mereka.

"Jadi apa yang dikatakan Karin itu benar"?
Haizen selesai membalut luka Lize.

" Bukan urusan mu"
Lize berdiri dan meninggalkan Haizen begitu saja.


Tbc.

"Semoga kita sehat selalu " 😊


Transmigrasi Zea KeylardWhere stories live. Discover now