26

2.4K 115 6
                                    

Lize sampai dirumah sedikit lebih lama dibandingkan dengan hari sebelumnya. Ia pulang setelah menghabiskan waktu bersama Clara dan Joe di Cafe yang ada didepan kampus. Disana mereka sedikit membahas mata kuliah, sisanya bercengkrama ria melepas jenuh.

Lize memasuki rumah. Ia sedikit tersenyum.

"Sepertinya kau sangat senang"

Lize terkejut mendengar suara Haizen yang tiba-tiba terdengar. Hampir saja jantungnya keluar.

"Mengapa kau begitu terkejut, kau pikir aku hantu"

"Kau ini bisa tidak, tak muncul tiba-tiba"

"Itu keahlian ku" Ucapnya tak peduli

"Kau ingin aku mati karena serangan jantung ya"

"Jangan pernah mengatakan kematian, aku tak suka" Mendadak tatapan Haizen berubah. Ia tak suka jika mendengar kata kematian.

"Ya sudahlah" Lize berniat meninggalkan Haizen namun langkahnya terhenti ketika Haizen berjalan dan berhenti tepat dihadapannya.

"Kenapa lagi? Kau menghalangi jalan ku"

"Kau suka ya berduaan di cafe dengannya"???

" Dengannya? "

"Teman mu itu"

"Maksudmu Joe"???

" Ya"

"Ya ampun, kami bertiga asal kau tau, Clara bahkan ada bersama kami"

"Tetap saja, apa kau menyukainya? "

"Kau kenapa sih, tunggu dulu dari mana kau tau"????

Lize menaruh curiga, jangan bilang Haizen mempekerjakan mata-mata untuk mengawasi gerak-geriknya.

" Aku tak sengaja melihat"

Lize memicingkan matanya. Ia ragu dengan jawaban Haizen

"Kenapa kau menatapku begitu"????

" Kau memata-matai ku ya? "

"Hahahaha... Memangnya kau presiden"

"Lalu"????

" Aku tak sengaja melihat kalian, tadinya aku ingin menjemputmu"

"Lalu kenapa tidak menjemputku"????

" Kulihat kalian sangat menikmatinya dan aku tak ingin mengganggu"

"Oh ya sudah "

"Kau suka dekat dengannya "???

" Kau kenapa sih"

"Jawab saja" Haizen menatap tajam Lize.

"Kau benar aku suka dekat dengannya, dia baik dan sangat tampan, kau puas. Jadi meminggirlah"

Lize tak menyadari jika jawaban yang ia berikan sedikit memantik api.

Haizen berjalan semakin mendekat hingga tak ada jarak diantara keduanya.
Haizen merasa kesal dengan jawaban yang Lize berikan.

Tangannya bergerak meraih tengkuk Lize.

Cup.

Haizen mencium Lize tepat dibibirnya. Ia tak peduli dengan reaksi Lize. Yang ada saat ini ia benar-benar kesal.
Bagaimana mungkin Lize memuji Pria asing itu dengan begitu lantang.

Haizen melepas ciumannya, ia dapat melihat kebingungan di wajah Lize.

"Jangan pernah memuji pria lain di hadapan ku"

Haizen mengelus pipi Lize dan berlalu meinggalkannya yang masih mematung.

'Apa dia gila' Zea benar-benar bingung dengan perubahan sikap Haizen, apa sedikit mengubah cerita akan berdampak begitu besar?
.
.
.
.
.
.
Kini Lize tak dapat memejamkan matanya, setelah kejadian tadi sore. Ia masih sibuk dengan pikirannya.

Berjalan kearah cermin, ia berdiri cukup lama disana.

"Hei.. Lize kaau lihat itu, sepertinya suami mu itu cemburu, kau harus berterimakasih pada ku"

Zea memperhatikan setiap inci tubuh Lize, terdapat sedikit perubahan. Tubuh yang dulunya rapuh dan kurus itu, sekarang tampak berisi dan terlihat cukup sehat. Walau pun kemarin Zea salah meminum obat.
Mana dia tau jika Lize memiliki beberapa alergi terhadapa beberapa obat tertentu.

Suara ketukan memecah lamunannya.

"Nyonya, ini saya Bibi Cha"

Akhirnya orang yang Zea tunggu tiba.

"Masuk saja Bi"

Bibi Cha masuk dengan membawa nampan berisi segelas coklat hangat dan roti manis.

"Maaf membuat Nyonya menunggu"

"Bibi, kenapa membawa itu"
Lize menunjuk nampan yang diletakkan dimejanya.

"Maaf Nyonya, Tuan Muda meminta saya memberikan ini pada Nyonya "

"Aku tak suka Bibi"

"Tapi Tuan berpesan agar saya memastikan Nyonya menghabiskan semuanya atau saya akan diliburkan"

"Hah apa-apaan itu, mengapa dia suka sekali sih mengancam orang" Lize mendekati meja dan mengambil roti manis. Dia memang melewatkan makan malam untuk menghindari Haizen.

Bibi Cha hanya tersenyum tipis. Tadi sore saat tiba dari pasar,ia tak sengaja mendengar percakapan para pelayan dibelakang tentang tingkah Tuan Muda Amerd itu. Setidaknya perubahan itu perlahan muncul.

.
.
.
Lize bangun terlambat pagi ini, salahkan Haizen yang tiba-tiba menciumnya. Jika bukan karenanya Lize tak akan begadang menghabiskan waktu dengan pikirannya.

Lize hanya memakan beberapa Roti bakar sebagai pengganjal perutnya. Setidaknya ia tak akan kelaparan saat jam kuliah nanti.

Namun saat hendak akan keluar ia melihat Haizen, Karin dan seseorang yang tak ia kenali. Pria yang sedikit lebih tinggi dari Haizen dan memiliki sedikit uban.

Pria itu berjalan mendekati Lize.
"Ohh Menantu Ku, bagaimana kabar mu"

Lize terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia melirik Haizen dan Karin bergantian.

Melihat Lize yang kebingungan Haizen segera mendekat.
"Sayang, ini ayah ku. Ayah bukankan aku sudah menjelaskan keadaan Lize"

"Maaf aku hanya ingin memastikan dan ternyata itu benar"

Zea tak menyangka akan bertemu ayah Haizen secepat ini. 'Lize ternyata ayah mertua mu sangat keren, anaknya saja yang sedikit aneh'

"Maafkan saya Ayah Mertua "

"Ayah Mertua"??? Hahahah "
Tuan Amerd tertawa mendegar panggilan Lize padanya.

Haizen terlihat terkejut dengan panggilan Lize pada Ayahnya.
Dulu saja ia memanggilnya Tuan Amerd.

"Maaf jika saya salah"
Lize sedikit tersenyum, walaunya itu terlihat terpaksa.

"Tak apa nak, aku suka jika menantuku memanggilku Ayah Mertua. Sangat lucu. Lize, setidaknya kau tidak takut melihat ku lagi, sebenarnya aku tak suka jika kau memanggilku Tuan Amerd, kita terlihat tak memiliki hubungan keluarga. Bagus... Bagus.. "

Tuan Amerd bertepuk tangan.

"Ayah terlihat seperti anak kecil yang baru saja mendapat permen "
Karin meledek ayahnya.

"Kau tidak bisa melihat ku senang Putri ku, ngomong-ngomong Haizen kau tidak berhubungan lagi kan dengan wanita itu ?? "

Seketika suasana berubah, yang tadinya riuh kini senyap. Seperti tak ada orang dirumah ini.

.
.
Tbc







Transmigrasi Zea KeylardWhere stories live. Discover now