✓ BAB 1 - Ketukan Pintu

13K 888 124
                                    

Kulihat jam dinding dan sekarang pukul sebelas malam. Seseorang mengetuk pintu, kurang kerjaan, siapa juga malam-malam begini datang bertamu?

"Ya, tunggu dulu," ucapku agak keras sembari berjalan menuju pintu depan. Aku tetap akan menyapanya walau dalam hati berkata lain, mengganggu saja memang!

Kubuka pintu tanpa keraguan dan aku merasa heran ketika tak ada seorang pun di luaran sini, sepi. Hanya itu kata yang tepat, hanya ada angin malam yang membuatku merinding dingin.

Aku masih berusaha mencerna, jelas tadi ada ketukan. Lagi, aku melongok sekitar.

Kuusahakan untuk berfikir positif. Mungkin itu anak tetangga yang mengerjaiku, karena biasanya begitu, atau memang telingaku ini sudah rusak? Entahlah.

Saat akan kututup pintu, ada orang secara cepat membekap mulut dan menutup penglihatanku dengan kain. Lenganku diikat menggunakan tali. Apapun ini, pasti sesuatu yang buruk.

Aku berusaha berontak, tetapi itu sia-sia. Kali ini kakiku juga diikat. Entah apa yang dipikirkan para penculik ini. Apa untungnya membawaku? Kenapa tidak anak tetangga sebelah yang orangtuanya pejabat itu?

Maksudku, tetanggaku itu lebih kaya! Dan pasti uangnya banyak kalau nanti minta tebusan.

Bukannya pasrah, tetapi kali ini aku tidak bisa berbuat banyak. Mereka menggotongku. Membawa dan memasukkanku ke dalam sebuah kendaraan yang pasti ini adalah mobil, kemudian meletakkanku di kursi belakang, mungkin.

Mereka diam dari tadi, hanya suara mesin mobil yang kudengar, lalu terasa berjalan. Beberapa kali aku menggerakkan badan atau berusaha menjerit, tetap tak berguna dan malah membuat tenagaku terkuras.

Jadi, aku harus bagaimana?

Saat di pertengahan jalan, mungkin. Mobil ini berhenti, seseorang dimasukkan di sebelah kiriku. Ia berontak, berusaha menjerit, dan menangis. Terdengar dari suaranya, orang ini pasti perempuan.

Kau bisa berhenti berontak? Percuma, dia takkan mendengar apa yang kupikirkan.

Mobil ini berjalan lagi. Aku berusaha tenang untuk mendengarkan suara daerah yang kami lewati, karena siapa tahu, aku akan bisa kabur dan dengan mudah kembali ke rumahku lagi. Namun, gadis di sebelahku masih saja tak mau diam, wajar saja karena kami sedang diculik.

Ya, kami diculik. Aku tak pernah memikirkan hal gila ini seumur hidupku.

Perempuan di sebelahku tak berhenti berontak. Berusaha menjerit. Percuma, kau hanya menghabiskan tenaga.

Setelah beberapa saat, suara ribut terdengar, entah apa itu. Seperti orang tawuran, jeritan laki-laki dan perempuan bercampur-aduk, tembakan senjata api pun terdengar.

Apa ini? Ada apa? Juga suara orang menangis, mobil ini juga sempat mengerem mendadak, lalu berjalan lagi tanpa perlu berlama-lama.

Aku tidak tahu berapa lama mobil ini berjalan, empat-lima jam atau mungkin lebih dari enam jam. Kakiku bahkan sampai keram.

Mau dibawa ke mana aku?

Setelah begitu lamanya, mobil ini akhirnya berhenti. Di mana? aku pun tak tahu, karena mataku tak dapat melihat.

Di sini sunyi, Sepi. Hanya suara serangga, jangkrik, dan kodok yang terdengar jelas, serta suara lelaki yang membawaku, mereka saling berbisik.

Ikatan kakiku dilepas. Aku punya kesempatan saat tali ini benar-benar terlepas. Segera aku berlari pergi, tanpa mengetahui jalan.

Soal jalan, itu urusan nanti, yang terpenting aku bisa segera pergi. Ya, aku harus pergi, kalau tidak mungkin aku akan dijual, dibedah, lalu diambil organ tubuhku. Terlalu mengerikan.

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang