✓ BAB 37 - Persiapan

2.2K 258 22
                                    

Aku terbangun dari tidur akibat suara teman-temanku yang mengobrol di dekatku. perlahan kugerakkan tubuhku untuk duduk dan berdiri.

"Sudah berapa malam kau tidak tidur?" Rudi yang masih terbaring di ranjangnya-pun bertanya.

"Bukan masalah berapa lama aku tidak tidur," jawabku, "Cuma tidak pernah setenang ini." kugerakkan tubuhku untuk berdiri.

"Ke mana yang lain? tadi sepertinya masih di sini?" lanjutku bertanya.

"Mereka keluar," jawab Rudi, "Oh, kau dan teman-temanmu akan lebih tenang jika nanti telah sampai di Intata." lanjut Rudi.

"Kuharap begitu," ucapku dan langsung kulangkahkan kakiku untuk keluar dari tenda ini.

Cahaya yang menyilaukan terpancar ke mataku dan membuatku harus menggunakan telapak tangan kiriku untuk menutupinya. Namun, perlahan semua menjadi normal ketika mataku mulai beradaptasi.

Sebuah pemandangan yang sudah lama tidak kulihat. Entahlah, rupanya teman-temanku tengah melakukan hal yang sudah lama tidak kami lakukan.

Aku sedikit tersenyum melihatnya, bagaimana tidak, mereka tengah bermain bola di sana. Sungguh pemandangan yang indah, kurasa kami memang harus melupakan para mayat hidup itu.

Ini terlalu niat, semua tenda yang didirikan kini relah disingkirkan. Yah, terdengar dari suara mereka yang tertawa lepas.

Aku berjalan sembari menatap langit lagi. Langit cerah dengan sinar matahari yang menyengat hangat terasa di kulit. Sungguh nyaman.

Brughh!

Aku tersungkur, terjatuh akibat sebuah bola yang menghantam kepalaku. Kurasa teman-temanku sengaja karena setelahnya mereka tertawa lepas melihatku.

Aku tak marah, aku sungguh malah senang melihat mereka. Aku bangun dan berdiri dengan segera. Bola tadi terpental jauh mendekati pintu keluar dari stadium ini.

"Rikaz! tolong ambilkan!" teriak salah satu dari mereka, Ari.

Aku segera berlari mendekati bola itu sampai di dekat pintu keluar aku berdiri, terdiam sesaat, mendengarkan sebuah hantaman keras, menggedor-gedor pintu itu. Kuyakin sudah semakin banyak mayat hidup di luaran sana yang mengepung kami. Mungkin juga akan masuk ke dalam sini jika kami tak segera pergi.

"Cepat oy!" teriak lagi mereka yang menyadarkanku dari lamunan, kuambil bola ini dan dengan segara kutendang ke arah mereka.

Kembali, suara erangan dari para mayat hidup itu menarik perhatianku. Namun, itu hanya sesaat, aku harus melupakan hal itu. Yang sekarang kulakukan adalah bergabung dengan teman-temanku yang tengah bermain bola di sana.

Luar biasa, cukup lama kami bermain bola. keringat yang keluar dan menetes bukan karena ketakutan memang berbeda, rasanya sungguh luar biasa. Kenikmatan yang mungkin hanya saat ini saja kami rasakan. Entah apa yang kami pikirkan saat ini, termasuk Darius yang kaku pun melakukannya.

Kami tengah berbaring di sini, di lapangan yang sekarang tak ada rumput hijaunya. Menatap langit yang biru seolah hari ini dan seterusnya akan menjadi lebih baik lagi dan lagi.

Sinar matahari pagi ini terasa hangat, menenangkan hati dan pikiran. Bagaimanapun, kami semua masihlah seorang remaja, kecuali Rudi yang masih terbaring di dalam tenda, kalau di lihat dari wajahnya mungkin ia berusia 25 atau lebih.

"Ini sudah berakhir, kan?" tanya Ari yang masih terbaring menatap langit, lebih tepatnya kami semua masih melakukan itu.

"Entahlah, tapi dalam sebuah kisah pasti ada akhirnya, kan?" ucapku yang bertanya balik.

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang