✓✓ BAB 14 - Pembunuh Yang Sesungguhnya

2.7K 303 8
                                    

"Dia adalah teman dari Vard, yaitu Ward," ucap Nob.

Ward, orang yang telah memukuli Gally pada waktu itu. Lalu juga dikalahkan oleh Sophie. Ia mungkin balas dendam, yah mungkin.

Nob mengajak kami bertiga ke tempat eksekusi. Sebenarnya aku agak tidak setuju tentang aturan eksekusi, maksudku--kenapa kalau hanya kejahatan kecil juga harus dibunuh?

Kami melewati pintu besi--yang sekaligus--pembatas antara gedung dan tempat para petani. Saat kami akan sampai, Rendy segera menghampiri Ben yang tengah bersandar di bawah pohon. Kelihatannya mereka sedang berbincang.

"Aku masih tidak percaya kalau Ben bukan pelakunya ...," ucap Darius yang berjalan di sampingku. Aku hanya bisa diam, tak bisa menuduh, tak bisa mendukung sebelum ada bukti.

"Kurasa kau harus belajar menerima, Darius."

"Jangan panggil nama asliku, bodoh!"

Aku lupa, bahwa kami yang 'ingat' harus berpura-pura masih 'lupa'--untuk saat ini.

"Maaf," ucapku.

Saat kami bertiga sampai di depan pintu masuk ruang eksekusi, Reth memanggilku dan mendekatiku, ia memelukku. Ia terlihat khawatir, kurasa, "Aku tahu, aku tahu kamu tidak bersalah ...," ucapnya, masih memelukku erat.

"Ya, sekarang pelakunya sudah tertangkap, kamu jangan cemas, oke?" ucapku sembari kulepas perlahan pelukannya, lalu kupegang pundaknya.

"Iya." Reth tersenyum.

Darius langsung masuk ke dalam sana. Aku tahu ia merasa muak saat menatap kami.

"Bagaimana keadaan Sophie dan Gally?" tanyaku.

"Mereka tidak apa-apa, tapi--algojo yang bersama mereka--terbunuh. Sophie yang melakukannya."

"Pasti ada alasannya, kan?"

"Tadi malam, algojo itu mau kabur dan Sophie memergokinya, dan ya ...," ucap Reth sambil menaikkan pundaknya, ".... Sophie langsung membunuhnya, katanya--ia tak punya pilihan lain."

Setelah itu, Reth pergi ke rumah Dokter Deri. Sementara aku masuk ke dalam tempat eksekusi, di sana sudah berkumpul beberapa orang yang menonton. Aku segera melihat ke arah algojo yang tengah bersiap memenggal kepala Ward dengan pedangnya, kepala Ward tertutup kain hitam dengan kaki dan tangan yang diikat.

"Nob? kau yakin orang itu bersalah?" tanyaku pada Nob yang berada di sampingku.

"Para penjaga yang melihatnya sendiri. Ia bahkan terus melancarkan serangannya pada korban yang sudah mati."

Jujur, aku tidak ingin melihat adegan itu lagi. Aku segera keluar dari ruangan ini. Saat sampai di pintu keluar, Ward berteriak. Namun hanya sesaat sebelum suaranya berhenti terdengar, kurasa ia telah mati.

Tak lama setelah itu, Rendy menepuk pundakku, "Kau mau ke tempat Sophie?"

"Ya ...."

"Yes! Aku ikut!" ucap Rendy penuh semangat.

-----

Sesampainya kami di rumah Dokter Deri, di sana ada Reth yang tengah duduk. Ia tersenyum ke arahku dan Rendy.

"Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Dokter Deri.

"Baik."

Lain denganku yang berjalan pelan, Rendy langsung membuka pintu ruang bawah tanah dan masuk begitu saja.

"Kau mau roti, Nak?" ucap Dokter Deri sembari memberikan roti kepadaku.

"Ya ..., boleh juga," jawabku sambil kuterima roti ini.

Aku duduk di salah satu kursi dengan sebuah meja bundar di depanku, yang seperti biasa penuh dengan buah. Mereka bahkan salah jika menyebut tempat ini kekurangan makanan.

Karena tempat ini begitu kaya akan makanan.

"Ini kopi, silakan," ucap Reth sembari meletakkan secangkir kopi di atas meja.

"Kau kenapa Ren?" tanyaku pada Rendy yang baru keluar dari dalam ruang bawah tanah.

"Tidak, tak ada apa-apa," jawabnya, entah kenapa wajahnya terlihat senang. Ia langsung keluar rumah. Entah ke mana.

Kuajak Reth menemui ibuku setelah kuhabiskan kopi dan roti ini, letak rumahnya berada di sebelah kiri rumah Dokter Deri.

***

"Oh, kalian berdua ..., ayo masuk." ajak Ibu saat setelah membuka pintu. Ia masih sama seperti dulu, ia terlihat masih muda, kalau tidak salah umurnya sekarang 38 Tahun.

"Ayo duduk .... Ibu ambilkan minum dulu ...."

"Iya Bu." ucapku. Tak lama, Ibu sudah menyajikan buah-buahan dan air putih.

"Ayo nak ..., dimakanz" ujarnya sembari duduk.

Kami menganggukkan kepala, lalu kuambil satu Apel dan langsung memakannya perlahan.

Ibuku bernama asli Maira Cahya. Namun, sekarang, seperti semuanya--namanya diubah menjadi Elysa.

"Kalian terlihat cocok ... kalau Ibu adalah orang tua salah satu dari kalian. Ibu pasti akan menyetujui hubungan kalian.

Aku dan Reth saling tatap sesaat. Reth tersenyum--lalu menundukkan kepalanya.

"Bu .... Ibu tidak ingat anak Ibu siapa?" tanya Reth.

"Ibu lupa nak, kan ibu pernah cerita sama kamu ...."

"Tak apa Bu, kami paham...." ucapku. Ya, kami paham bahwa ibu telah lupa ingatan.

Aku berpamitan dari rumah Ibu, tetapi tidak dengan Reth. Ia tinggal bersama ibu. Sesaat setelah aku keluar rumah, Darius menghampiriku dengan raut wajah yang tidak seperti biasanya.

Tentu saja aku langsung bertanya, "Ada apa?"

"Nanti saja penjelasannya, sekarang .... Kau harus ikut denganku."

Ah, ada apa lagi ini?

***

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang