✓✓ BAB 44 - 10

2.1K 246 25
                                    

Adegan yang sama persis seperti kami dulu. Gio pemimpin tempat ini berjalan pergi ke arah tempat penyimpanan itu, sementara Rudi terlihat berbincang dengan mereka, beberapa saat mereka berjalan ke arah kami yang berada di depan bangunan bernomor satu.

Salah seorang dari mereka-pun menyapa kami, "Hai...." rambut pirang menyapa sembari mengulurkan tangan dan lebih ditujukan pada Sophie dan Resha. Bukannya disambut, malah Darius yang langsung menjabat salam rambut pirang.

"Selamat datang," ucap Darius dengan senyum palsunya. Karena Darius takkan selembut itu sifatnya.

"Ya, terima kasih," ucap anak itu. Perlahan melepaskan jabatan tangannya.

"Oh, kenalkan mereka juga belum lama di sini," ucap Rudi, "Ini Darius, ini Rikaz, Sophie dan Resha."

"Panggil aku Edwin," ucap anak berambut pirang.

"Aku Kori," ucap anak yang paling pendek.

"Aku Ganta," ucap anak satunya lagi, "dan ini Suri...." lanjut Ganta memperkenalkan anak perempuan di sampingnya, Suri menggunakan rok di atas lutut dan baju yang bersih seolah mereka akan berlibur.

Kurasa, mereka memang sehabis berlibur atau tahunya di sini adalah tempat berlibur. Kasian mereka, tertelan oleh kebohongan para penghuni tempat ini.

"Dan kalian," ucap Rudi, "kalian bisa melihat kamar tidur di bangunan nomor satu ini, nanti cari saja, tepat di atas pintu ada tulisan nama kalian bertiga dan itu kamar kalian dan untuk Suri, tolong Sophie dan Resha antarkan dia ke kamar kalian."

"Ya... ya," ucap Sophie, "Ayo ikut kami," lanjutnya sembari memegang lengan Suri dan mengantarkannya ke bangunan di mana Sophie dan Resha tinggali.

"Sudah cukup jelaskan? kuanggap sudah jelas dan aku masih banyak pekerjaan, jadi kalian kutinggal dulu," ucap Rudi, ia berjalan ke utara ke tempat penyimpanan.

Sementara Rudi pergi, Darius menghentikan Edwin dan teman-temannya saat mereka akan masuk ke dalam bangunan kami.

"Apa?" tanya Edwin saat ia menatap kami.

"Ah, kami tak jadi bertanya, silahkan saja masuk," ucap Darius, ia tak jadi bertanya. Entah kenapa Darius mengurungkan niatnya.

Mereka langsung masuk dengan segera, seseorang berpapasan dengan mereka saat melewati lorong, itu Diaz yang menghampiri kami.

Diaz menyibakkan rambutnya, ia menoleh ke belakang, melihat Edwin dan teman-temannya, lalu berbalik ke arah kami lagi, ia tersenyum, "Kita bisa memanfaatkannya."

"Manfaatkan? maksudmu?" tanyaku saat ia masih di depan pintu.

Aku tahu maksud dari memanfaatkan, tapi untuk apa dan bagaimana aku harus mendapat penjelasan lebih lagi.

"Lebih baik kujelaskan di dalam kamar," ucapnya yang kemudian ia berjalan masuk dan kuikuti bersama Darius. Melewati lorong ruangan ini, di mana di samping kanan-kiri terdapat beberapa pintu kamar.

"Tutup rapat." suruh Diaz saat aku masuk paling akhir. Perlahan kututup dan kuganjal dengan kursi. Kami bisa bebas berbincang, membicarakan rencana yang ada di dalam kepala Diaz.

"Duduk," ucap Diaz mempersilakan.

Kami duduk berhadap-hadapan, Diaz mulai menjelaskan apa yang ada di pikirannya. Ia terlihat serius sekali.

"Aku akan menjelaskan secara ringkas, begini, kemungkinan mereka berempat belum pernah bertemu para mayat hidup seperti kalian dan bahkan mungkin belum pernah melihat mayat yang membusuk atau hal yang mengerikan sebelumnya."

Benar sekali, karena dari penampilan mereka dan si perempuan tadi. Jelas mereka tak tahu apapun.

"Dan?" tanyaku.

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang