✓ BAB 6 - Fakta

3.9K 416 7
                                    

"Kau pergi duluan, aku menyusul nanti, ada yang harus kulakukan, cepat!"

"Tapi, kau? Tidak! Aku takkan meninggalkanmu! Mereka monster! Kau tak akan sanggup mengalihkan perhatian mereka!"

"AWAS!"

***

"Hei, hei! Tenanglah, kau hanya bermimpi," ucap seseorang ketika aku terbangun dan terduduk dari tidurku, keringat dingin mengalir di tubuhku. Napasku tak beraturan dan syukurlah itu hanya mimpi.

Mimpi buruk itu serasa nyata. Ada yang mengejarku, terlihat ganas, dan kelaparan. Aku di sana, sebagai makanannya. Namun, aku bersyukur lagi, itu hanya mimpi.

"Minumlah." Satu tangan seorang perempuan menjulur memberikan air di dalam gelas. Setelah aku sadar melihat wajahnya, itu Reth.

Dua teguk kuminum air putih itu. Tanpa sadar, mataku sedikit membaik, setidaknya dapat menatap sekitar. Setidaknya tak sepatah kemarin.

"Kamu sembuh," ucap Reth tersenyum.

"Sembuh?" tanyaku heran.

Aku baru sadar ketika melihat sebuah cermin yang berada di bawah tempatku tertidur. Badanku masih terlihat lebam dan sebuah daun menempel di bagian luka, semua itu akibat pukulan.

"Kita di mana?" tanyaku.

"Di tempat para petani."

Aku di pindahkan karena kalah, itu jelas. "Berapa lama aku tertidur?"

"Dua hari aku merawatmu, Letter."

Dua hari, ya? Cukup lama juga.

Kini aku duduk dalam sebuah ranjang tidur terbuat dari kayu dan dalam sebuah rumah yang juga dari bahan yang sama dengan atap daun. Lantainya pun hanya beralaskan tanah.

"Siapa yang memakaikanku pakaian ini?" Aku ingat hal ini.

"Yang jelas bukan aku. Itu Dokter Dery, pemilik rumah ini," jawaban Reth membuatku lega.

Seseorang masuk dari pintu keluar dan menyapaku, "Kau sembuh? Syukurlah, mereka memang kejam. Demi masuk ke pekerjaan yang lebih baik, membuatmu sampai babak belur begitu dan tak sadarkan diri."

Seorang laki-laki tua. Mungkin dia Dokter Dery yang diceritakan oleh Reth.

Dia, Dokter Dery mengambil sesuatu dari dalam laci lemari, sebuah jarum suntik.

"Untuk apa itu?" tanyaku.

"Ini akan mengembalikkan ingatanmu, tetapi setelah itu kau harus menyimpan rahasia ini, kau mengerti?"

"Ingatan, aku bahkan lupa jika aku lupa ingatan, apa ada efeknya?" tanyaku lagi.

"Sedikit mual dan pusing."

Aku menatap Reth dan ia menganggukkan kepala sambil tersenyum, tanda bahwa itu aman. Semoga memang benar aman. Semoga.

Kemudian, disuntikkannya jarum itu ke lenganku. Beberapa detik tidak terjadi apa pun dan lama-kelamaan pusing teramat sangat menyerang diikuti rasa mual menyeruak di bagian lambungku.

Ingatanku seolah mengalir dalam otak, layaknya orang yang tersadar dari hipnotis. Ya, aku ingat semuanya, bahkan Letter itu bukan nama asliku, tapi ....

.... Rikaz, ya itu namamu, aku ingat.

"Aku punya banyak pertanyaan Dokter Dery, boleh, kan?"

"Ya, akan kujawab kalau bisa."

Sementara Reth berjalan keluar, bermacam-macam pertanyaan terlempar, Dokter Dery menjawabnya dengan lancar. Fakta bahwa kami diculik dan waktu itu yang menculikku adalah Dokter Dery ini, walau tujuannya untuk menyelamatkan. Namun, tentang sebuah asap dari lantai itulah yang membuat kami hilang ingatan.

Namun, Dokter Dery membenarkan tentang video-video keadaan dunia luar, dunia mengalami kehancuran, mayat-mayat berserakan, gedung-gedung runtuh. Semuanya dibenarkan oleh sang Dokter ini.

Penjelasan ini sulit diterima akal sehat. Namun, aku harus percaya, bahwa kenyataan kadang lebih mengerikan.

Kulanjutkan bertanya, "Apa ada orang lain lagi selain kita bertiga? Yang sadar?"

"Ada, tentu. Ditambah kau menjadi enam orang, tapi juga ada beberapa yang sadar lagi, Zara Maria dan pengawalnya," jelas Dokter Dery.

"Siapa yang tiga orang lagi?" tanyaku.

"Grem, Nobita, dan Rendy anakku."

Aku sudah menduganya, ada yang aneh dari Nobita. Dia seperti tahu segalanya dari pada yang lain, dan lagi, nama-nama semua orang tidaklah asli, nama mereka dibuat ke barat-baratan, padahal kita di Indonesia.

Aku kembali beristirahat dan Dokter Dery keluar sembari membawa alat bertani. Mungkin akan bercocok tanam.

Di sini, tidaklah seburuk yang mereka katakan. Makanan yang cukup tersedia, tetapi memang benar, tidak ada daging.

Intinya, mereka berbohong, banyak berbohong.

Meja di samping ranjang yang kutiduri pun tersedia banyak buah. Cukup untuk menjaga kesehatan.

Terasa bosan di tempat tidur ini. Kulangkahkan kaki ke pintu keluar, mataku terbelalak dengan sebuah dinding batu, mereka tidak berbohong tentang beberapa hal. Namun, ini tidaklah tinggi, mungkin hanya 60 sampai 70 meter serta kaca yang menutupi atap Tallessa.

Sebuah kebun tertata rapi di luar rumah ini, berbagai macam sayuran dan beberapa pohon buah, mulai dari apel, jeruk, semangka, dan lainnya. terlihat juga Dokter Deri yang sedang menanam sebuah bibit pohon.

"Mau membantu berkebun?"

Seorang laki-laki mengagetkanku. Aku lantas membalikkan badan, dia ada di belakangku.

"Ya, boleh," jawabku, kuambil sebuah cangkul dan plastik berisi bibit sayuran yang diberikannya. Kami berjalan menuju sebuah lahan kosong.

Tanah di sini sepertinya sangat subur. Terlihat dari buah yang begitu besar dan segar.

Kemudian, ketika kami sampai di lahan kosong itu, anak yang kuketahui bernama Rendy--itu nama aslinya, anak dari Dokter Deri-- mencontohkan cara menanam biji.

Bebepa jam kami telah selesai, terik sinar matahari begitu panas, sebuah pohon besar kami gunakan untuk berteduh.

Dari kejauhan, Reth yang kuketahui nama aslinya adalah Resha, berjalan menghampiri kami. Dia membawakan air putih dalam sebuah wadah.

Rendy menyambutnya dengan sebuah senyuman dan Reth, aku terbiasa memanggilnya Reth daripada Resha, juga membalas senyumannya. Mereka terlihat sangat akrab. Jujur, itu membuatku sedikit cemburu.

Namun, Reth juga senyum kepadaku sambil menuangkan air ke gelas dan memberikannya padaku.

Tiba-tiba, Reth menggenggam tanganku. "Kita harus bicara, penting."

Hei, kenapa secara tiba-tiba begini?

****

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang