✓ BAB 39 - A Strange Loner

2K 247 18
                                    

Tak terlihat ada penjagaan di sini dan saat kami masuk-pun tak orang, begitu sepi. Apa ini hal yang wajar?

Kami berjalan di lorong, tepat di kiri-kanan terdapat sebuah pintu yang mempunyai jarak antara satu dan lainnya. Mungkin ini sebuah kamar untuk orang lain atau pengungsi lain.

Tepat di atas pada masing-masing pintu terdapat sebuah tulisan nama pada papan. Tak ada nama kami sepanjang lorong, bahkan sampai mentok di ujung sini, ada dua jalur kanan dan kiri.

Darius berjalan ke kiri dan berdiri di depan sebuah pintu yang kemudian membukanya. Kami mengikutinya dan memang benar, sebuah nama tertulis di atas pintu.

'Darius - Diaz - Rikaz'

Ada nama kami di sini? sejak kapan? kenapa mereka tahu dan seolah-olah telah di siapkan dalam jangka waktu yang lama?

"Coba kalian lihat ini," ucap Darius yang berada di dalam.

Setelah kami masuk dan yah, ini adalah sebuah kamar tidur, ranjang yang cukup lebar dan mungkin untuk tiga orang, tidak terbuat dari bahan yang empuk tapi hanya dari kayu saja.

Perlu diketahui bahwa lantai di sini hanyalah sebuah tanah yang telah padat.

"Sepertinya ini kamar kalian, kami keluar dulu cari kamar kami," ucap Alam, bersama Ari mereka keluar.

Aku dan Darius mengikutinya sambil mengamati bangunan kayu ini dan tak lama setelah Alam dan Ari masuk, mereka pun keluar dari salah satu ruangan dan menghampiri kami.

"Itu kamar kalian berdua?" tanyaku.

"Yah, ada nama kami berdua di atas pintu san satu lagi nama orang asing bernama Ion." jawab Alam.

"Sepertinya ke sana," ucap Ari sambil menunjuk ke depan, lorong sebelah kanan dari kamarku dan Darius.

"Apa di sana?" tanya Darius.

"Kamar mandi," jawab Alam.

Tidak berlama-lama lagi kami ke sana, dari aromanya memang benar ini adalah kamar mandi, bau harum dari sabun dan bau tidak sedap pun terasa dari toilet.

Tidak Hanya satu kamar mandi yang ada di sini, bisa dibilang cukup banyak lebih dari lima.

Kubuka salah satunya, yang pertama kulihat adalah sebuah ember besar berisi air, di atasnya ada keran. Tak ada shower, hanya sebuah gayung untuk menyiram badan.

Aku keluar sebentar, yang lain telah menghilang, bukan pergi jauh. Namun, mereka telah masuk ke masing-masing ruangan, wajar jika terburu-buru, karena mereka sudah tak betah dengan keadaannya yang memang sudah tak layak, perlu dibersihkan.

Aku juga tak mau ketinggalan, badanku sangatlah lengket karena keringat yang bercampur bau amis darah kering dan rambut kepalaku yang juga telah kumel.

Kulepaskan semua pakaianku dan kuguyurkan perlahan air ke badanku memakai gayung ini--ini adalah kenikmatan yang telah lama tidak kurasakan. Begitu juga shampo dan sabun yang wangi, semakin membuat pikiranku jernih.

Gatal-gatal kini pun telah hilang saat kuselesai membersihkan tubuhku.

Ada handuk di sini yang bisa kupakai sebagai pengering badan, dan juga sebuah pakaian ganti berwarna hitam, celana dan baju lengan panjang polos. Langsung saja kupakai karena tak ada pilihan. Sementara pakaian lamaku telah kubuang di dalam tong sampah.

Saat aku ingin keluar, kulihat pada pojokan kamar mandi ini terdapat sebuah pasta gigi beserta sikatnya, kuurungkan niatku untuk keluar dan kubersihkan sebentar gigiku agar lebih nyaman.

Setelah itu akupun keluar.

"Lama sekali kau?" tanya Darius.

Kuumbar senyumanku pada ketiga temanku ini, "Aku bahkan sempat berpikir untuk tak berhenti mandi.

"Hei kalian! anak baru! ayo, waktunya makan," ucap anak di sana, lalu menyuruh kami mengikutinya.

Mendengar kata 'makan' kami-pun tak banyak berpikir dan langsung keluar dari gedung ini.

"Di sana, kalian kalau ingin makan tinggal pergi saja ke sana," jelas orang tadi yang kini berdiri di depan kami, ia menunjuk ke arah selatan.

----

Kami telah sampai di depan bangunan paling selatan ini, sebuah tempat yang memang berbanding terbalik, ini sangatlah ramai, bahkan di depan sini juga banyak anak seumuran kami.

"Kalian mau makan? kalian harus mengantre," ucap anak lainnya lagi.

"Yah, aku sudah lapar, dan ini urutan paling belakang lagi, haduh," keluh Ari. Terdengar juga suara perutnya.

Memang benar begitu lama kami mengantre, mungkin bisa kutebak ini telah berlalu satu jam lebih dan saat ini telah sampai giliran kami.

Diberikannya padaku sebuah piring dengan nasi di atasnya beserta ikan laut goreng. Sambal terasi serta tempe goreng.

"Di sana tempat kalian," ucap seseorang yang memberikan kami makanan ini, "Kursi yang masih kosong tepat di tengah-tengah bangunan ini atau bisa kusebut sebagai Kantin.

"Ayo." ajak Ari dan ia mendahului kami dengan berjalan cepat.

Kami telah sampai, sebuah tempat untuk makan, meja berbentuk kotak dengan kursi di sekitarnya. Aku duduk dan memerhatikan sekitar penuh tanda tanya, tempat ini masing begitu aneh menurutku, kenapa semua yang berada di sini seumuaran dengan kami?

"Wow, ini enak," ucap Ari dengan mulut penuh nasi, "Kau tak makan?" lanjutnya bertanya padaku.

"Ah, ya,* jawabku dan langsung kumakan sampai tiga sendok, seolah tak kukunyah saking cepatnya kutelan.

Ini cukup enak, setidaknya saat ini makanan seperti ini sudah lebih dari cukup. Sembari mengunyah untuk yang keempat kalinya, kuperhatikan sekitarku lagi, kucari mereka berdua, Sophie dan Resha.

"Kalau kau mencari mereka berdua, itu di sana," jelas Darius sembari menunjuk ke arah pintu keluar.

"Mana?" tanyaku lagi yang masih belum menemukan di mana letak duduk mereka.

"Itu di sebelah kiri pintu keluar." kini Alam memberitahu dengan lebih detail.

"Oh, ya aku melihatnya," ucapku saat kulihat mereka tengah duduk bersama anak perempuan lain.

"Sepertinya aku betah di sini." ucap Ari, ia telah menghabiskan dua piring nasi. Ya, ia tadi sempat mengambil satu piring lagi.

-----

Beberapa saat ketika aku mulai menikmati makanan ini, Sophie dan Resha menghampiri kami dan duduk di kursi yang masih kosong.

"Hai," sapa Resha dengan senyuman.

Ada yang beda darinya, sebenarnya tidak terlalu berbeda, hanya ia terlihat telah memotong rambutnya menjadi sama seperti saat pertama kami bertemu. Kuakui itu membuat kecantikanya bertambah.

"Kami berdua punya informasi sedikit," ucap Sophie.

"Informasi?" tanyaku.

"Di sini, kita menunggu giliran ke tempat yang lebih baik." Sophie mulai memberi tahu.

"Maksudmu?" tanya Alam.

"Entahlah, kami berdua cuma tahu tentang itu," jawab Sophie, "Dan satu lagi, katanya jangan mendekati anak aneh itu." lanjut Sophie sembari menunjuk ke arah pojok tempat ini.

Ada satu anak dengan wajah yang tertutup rambut panjangnya, ia duduk sendiri di sana hanya berdiam diri, tak ada makanan atau apapun di depan, di atas mejanya.

Aneh.

***

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang