BAB 20 - Harapan

2.5K 269 7
                                    

Beruntung kami telah bersiap, sebelum kami masuk ke dalam sana, secara tiba-tiba muncul makhluk yang menyeramkan itu. Satu dibunuh oleh Sophie secara cepat dengan pistol dan muncul satu lagi dihabisi oleh Darius--ia tersenyum saat mencabut pedang yang tertancap di kepala.

Kami segera masuk dengan posisi saling melindungi. Berjalan pelan di sebuah tangga dengan Darius yang berada paling depan. Aku di belakang dan Rendy di depanku. Sementara Sophie dan Resha di tengah.

Lampu di dalam gedung ini error, mati-hidup terus menerus dan menambah suasana semakin mencekam. Kami terus turun dan sampai di sebuah lorong dengan pintu di setiap dindingnya.

Sebuah lift, ya! Kami menemukannya dan sepertinya masih berfungsi. Aku dan yang lainnya segera masuk ke lift ini, tapi sebelum pintu benar-benar tertutup, kami tersentak kaget sampai mundur dan bersender di dinding lift ini.

Satu makhluk itu mengerang dan akan memasuki lift ini, ia tergencet oleh pintu lift yang akan tertutup. Kepalanya tersangkut kuat. Darius mendekatinya dan langsung mencengkeram rambut mayat hidup itu dengan tangan kiri. Ia meludahinya.

"Malang sekali kau?" ucap Darius sembari menghunus pedangnya.

"Potong lehernya!" teriak Rendy, "Agar tidak menghambat laju lift ini...."

Darah bercucuran saat Darius memotong kepala itu, terputus dan menggelinding ke arah kaki Resha--membuatnya berteriak dan loncat ketakutan. Bagaimana tidak? Kepala sudah terpisah dari badan tapi masih saja hidup, itu sangat menakutkan, bahkan mengerang seperti hewan buas yang kelaparan dan kalau Resha tidak langsung menghindar loncat, mungkin ia sudah tergigit.

Tanganku reflek menghunus pedang dan menancapkannya sampai kepala ini berhenti mengerang. Sophie langsung menendangnya saat kucabut pedangku yang tertancap.

"Monster sialan!" umpat Sophie.

"Huh, baiklah kita turun sekarang," ucap Rendy mendekati sebuah tombol dan lift ini bergerak saat ia menekannya.

Sebuah suara yang menandakan lift ini telah berada di lantai terbawah-pun berbunyi. Aneh memang, lift masih berfungsi. Apa karena belum lama? kalau tidak salah, ini sudah satu tahun lebih dari pertama kalk kami masuk ke Tallessa.

Rendy memberi aba-aba saat pintu akan terbuka. Kami bersiap dengan senjata, bila makhluk itu muncul secara tiba-tiba, akan kami habisi.

Namun, beruntungnya lagi, tak ada seorangpun di sini, kami menyebar--memeriksa setiap sisi ruangan bawah ini dan memang kosong, hanya ada mayat yang berserakan dengan bau yang menyengat.

Kami berkumpul tepat di pintu keluar yang terbuat dari kaca. Keadaan di luar sana sangat sepi, hanya ada mobil dan motor yang berserakan, serta puing-puing gedung, lain sebagainya. Bahkan ada sebuah tank baja rongsokan.

"Itu, ada toko," ucap Resha menunjuk ke seberang kanan jalan di pertigaan ini.

"Kita harus cepat ke sana, sebelum ada lagi makhluk itu," ucap Darius membuka pintu dan kami berlari--seperti biasa aku berada paling belakang dengan Darius yang paling depan.

Saat kami sampai, Darius berhenti--membiarkan kami masuk terlebih dahulu. Aku berhenti juga dan bertanya padanya, "Ayo masuk?"

"Kau lihat toko itu?" Ia menunjuk sebuah toko pakaian di seberang kiri jalan ini. "Kau tunggu di sini sebentar, kita butuh wadah," lanjutnya sembari berlari. Ia langsung masuk ketika sampai dan terlihat mencari-cari sesuatu.

Tidak lama kemudian, ia keluar sembari membawa sebuah ransel. Berlari ke arahku dan memberikan ransel yang berjumlah empat.

"Kalau kalian sudah selesai, cepat ke toko pakaian itu, kalian butuh pakaian yang bersih," ucap Darius. Ia kembali lagi ke sana, ke toko pakaian.

Dari dalam, Resha, Sophie, dan Rendy menghampiriku dengan membawa raut wajah penuh pertanyaan.

"Ke mana dia?" tanya Rendy.

"Ke toko pakaian," ucapku. "ini" lanjutku sembari kuberikan ransel satu persatu ke mereka.

Kami berpencar mencari makanan--yang masih bisa dimakan, berusaha memenuhi ransel yang kami bawa. Aku lebih memiilih makanan kaleng karena tanggal kadaluarsanya bisa lebih dari satu tahun.

Saat kami selesai dengan ransel yang penuh. sebelum keluar, kami dikagetkan dengan suara tembakan. Segerombolan makhluk itu mengejar seseorang.

Mengejar Darius, tetapi ia tidaklah sendiri. Ia bersama seorang anak berperawakan sama seperti Darius, rambut pendek dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan sepatu dan ranselnya.

"Tetap di dalam! sembunyi!" teriak Darius sembari berlari cepat lewat depan toko ini, ke arah barat.

Kami segara bersembunyi di balik tempat makanan. Sementara para makhluk itu, mereka berlarian mengejar Darius dan anak SMA itu.

"Bagaimana sekarang?" tanya Rendy.

"Kita tunggu saja sampai makhluk itu pergi," jawab Sophie dengan santainya.

Benar apa yang dikatakan Sophie. Hal seperti ini harus ditanggapi dengan wajar, tak perlu gegabah dan bertindak tanpa berpikir.

Namun, aku sendiri pun bingung. Semoga Darius selamat dan berkumpul kembali bersama kami.

*****

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang