✓ BAB 33 - Immune

2K 257 17
                                    

Aku teringat pada mobil kami yang terparkir di kejauhan sana, mataku tertuju dan aku berjalan agak cepat sembari menghabisi makhluk yang menghalangi.

Ya, aku terus dilindungi dengan tembakannya.

Benar dugaanku, dia Darius yang kukenal. Aku dapat melihatnya dengan jelas saat jarakku sudah cukup dekat. Ia berdiri di atas mobil itu dan masih menembakkan senjata apinya, kali ini ia tak menggunakan sniper. Masih melindungiku dari makhluk yang mengejarku.

Dia hidup, saat aku berada di samping mobil, ia langsung mengulurkan tangan kanannya, lalu kusambut dengan menggenggamnya kuat dan aku naik perlahan.

Aku berdiri di hadapannya, mataku langsung tertuju ke lengan dan kaki kanan kirinya, penuh luka gigitan, darah segar mengalir, tetapi tak banyak.

"Kenapa kau keluar?" tanyanya.

"Mereka takut padaku karena bekas luka gigitan, dari pada mengkhawatirkanku, bagaimana keadaanmu?" tanyaku, "Gigitan itu."

"Menyedihkan, ya?" tanya balik Darius.

"Kau demam?"

"Tidak, aku tak merasakan gejala apapun, mungkin aku juga sepertimu." Darius mulai menutup lukanya dengan kain.

"Kuharap," ucapku.

"Bersiaplah, mereka datang lagi," ujar Darius sembari menodongkan pistolnya ke arah para makhluk yang semakin banyak.

Dari segala arah mereka berlarian ke kami. Satu tembakan dilesatkan oleh Darius dan mengenai tepat di kepala salah satu makhluk.

"Sial!" umpatnya sembari membuang pistol. Jelas, pelurunya telah habis.

Darius mengambil pedang yang masih menggantung rapi di pinggangnya, kini kami saling membelakangi dan membunuh para makhluk yang mendekat.

Satu tangan meraih dan mencengkeram kaki kananku dengan kuat, tetapi gerakan pedangku lebih cepat memotongnya. Ujung pedangku menusuk kepalanya.

Sial! satu makhluk lagi meraih kaki kiriku, kali ini aku langsung ditariknya dan tubuhku terjatuh di atas mobil ini, menghantam dengan keras.

Kugunakan kaki kananku untuk menendang kepala makhluk sialan ini. Namun, tak ada gunanya.

Beruntung, Darius menolongku dengan membunuh makhluk ini, "Jangan lengah!" teriaknya. "Kau kan kebal, seharusnya kau jangan takut tergigit," lanjutnya sembari mengayunkan pedangnya.

"Kebal, kalau aku dimakan sampai habis ya bakal mati juga," ucapku, dan kuusahakan untuk berdiri.

Napas kami terengah-engah karena apa yang kami lakukan dan mereka tak ada habisnya, bahkan sesekali kaki Darius tergigit. Tentu tidak sampai terkoyak dalam, pendarahannya pun tak seberapa.

Sudah terlalu lama kami di sini, ditambah sengatan matahari yang terik. Terlebih kami sudah kehabisan air minum. Bahkan aku sempat berpikir akan mati, bukan karena infeksi tapi lebih ke arah kelelahan.

Kami memotong lengan makhluk yang terdekat, ini memberi kami kesempatan untuk beristirahat.

"Kurasa kita beruntung," ucap Darius sembari menepuk punggungku, setelah itu terdengar suara tembakan.

Aku langsung membalikkan badan ke arah Stadion, dan benar itu adalah teman-teman kami. Alam, Ari, Sophie, dan satu lagi, Rudi.

Akibat pergerakan dan suara tembakan yang mereka lancarkan, para makhluk yang mengepungku dan Darius kini pergi menjauh.

Hanya tinggal beberapa saja yang ada di sini, dan dengan mudah aku menghabisinya. Perlahan kami berdua melompat turun dari mobil dan menunggu mereka selesai.

Beberapa menit kemudian mereka telah selesai dan menghampiri kami. Sepertiku tadi, Ari, Sophie, dan Alam sangat terkejut melihat Darius yang masihlah selamat walau dengan luka di sekujur tubuhnya.

"Nanti saja kalau mau bertanya," ucap Darius.

"Cepat, kalian berdua boleh masuk dan tinggal," ujar Rudi, "Lebih baik kita bergegas sebelum yang lain berdatangan."

Aku tak berpikir panjang, kami langsung mengikuti apa yang Rudi perintahkan. Berlari dengan cepat ke arah GBK dan kami segera masuk lewat pintu yang telah mereka buat sedemikian rupa layaknya sebuah markas.

Diiringi dengan suara gesekan pintu ini tertutup. Langsung ada dua orang yang menghampiri kami, berpenampilan seperti Dokter.

"Kemari," panggil salah satu orang yang berkacamata, "Luka kalian harus diobati."

"Sebentar," ucapku, "Apa maksud kalian? tadi kalian mengusirku dan sekarang bersikap baik begini?" lanjutku bertanya.

"Teman-temanmu," ucap Rudi yang langsung kupotong perkataannya.

"Kalian bahkan menembakku tadi?"

"Maafkan soal yang tadi, itu kesalahpahaman. Nanti akan kujelaskan pada kalian berdua, sekarang lebih baik biarkan Dokter Joko dan Dokter Ilham mengobati luka kalian," ucap Rudi, ia terlihat berbeda dari yang tadi, perkataannya dan tingkahnya berubah seolah ia adalah orang lain.

Aku dan Darius menuruti ucapan Rudi, terlebih lagi memang kami butuh bantuan kali ini.

Kami masuk ke dalam sebuah tenda yang cukup besar dengan dua Dokter tadi, disuruhnya aku dan Darius berbaring pada sebuah ranjang berbalut kain putih.

"Kalaupun kau tak berubah seperti itu," ucap Dokter yang merawatku, kuketahui namanya Ilham. Ia menyiapkan obat dan jarum suntik, "Lukamu ini bisa membuat dagingmu membusuk jika tak diobati." lanjutnya sembari menyuntikkan jarum di lenganku. Setelah itu, ia berlanjut membersihkan luka pada lengan dan kakiku.

"Sejak kapan kalian tinggal di sini?" tanya Darius yang juga terbaring di ranjang sebelahku.

"Sejak awal," jawab Joko, Dokter yang merawat Darius.

Belum sempat aku bertanya lagi, dua orang perempuan masuk ke sini, Resha dan Sophie berjalan mendekati kami berdua sembari membawakan satu gelas air minum.

"Nah, sudah selesai," ucap Dokter Ilham, " kutinggal dulu kalian, ada yang harus kami urus." Lanjutnya dan langsung pergi meninggalkan kami.

"Kalian berdua? apa kalian juga kebal?" tanyaku.

Resha menaikkan pundak sesaat, "Aku tidak tahu dan tak ingin tahu, aku tidak mau tergigit oleh makhluk itu." ucapnya sembari memberikan gelas yang berisi air.

Kugerakkan badanku untuk duduk dan kuterima gelas yang Resha berikan, langsung kuminum dan tak butuh lama untuk menghabiskannya, sesaat kulihat Darius. Ia juga tengah meminum air yang diberikan Sophie.

"Mereka akan mengambil sedikit darah kalian setelah ini," ucap Sophie.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Entahlah, tapi itu salah satu syarat mereka agar mengizinkan kita tinggal di sini."

Entah apa yang akan mereka lakukan dengan kami, tapi jika hanya sedikit darah itu tak masalah. Yang terpenting kami bisa tinggal di sini. Walaupun agak aneh dari permintaan mereka.

Tak lama, beberapa orang masuk dan menghampiri kami, salah satunya adalah Rudi dengan empat orang yang mengikutinya.

****

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang