Bab 1 Barata Ganendratama

53 6 1
                                    


“Hai wajahmu pagi ini terlihat sangat lelah? Kenapa? Masih pagi lho? Mimpi lagi semalam?” tuduh Doni sambil menepuk punggung Bara. “Don’t touch me,” sindir Doni lagi.
Mendengar perkataan sahabatnya itu, Bara hanya nyengir, ia tidak mampu marah pada satu-satunya orang yang masih mau berteman dengannya itu. “Duh sakit. Kamu ini sudah tahu penyakitku masih saja kadang lupa. Pasti sebentar lagitelapak tanganmu membekas di pundakku,” keluh Bara sambil mengusap-usap pundaknya.
“Yuk ah, masa hari pertama kita telat. Semoga semester ini, aku segrup skills lab denganmu,” ajak Doni bergegas menuju ruangan skills lab.
Hari ini, seperti hari pertama kuliah semester tujuh. Seperti semester sebelumnya, sebelum memulai kegiatan skills lab mereka akan dibagi dalam grup kecil berisi 10-12 orang. Tahun ini adalah tahun penentuan bagi kelulusan mereka sebagai sarjana kedokteran. Oleh karena itu, tahun ini Bara berharap ip semester ini tidak akan turun, sehingga nilai ipk nya tetap tertinggi.
Sesampainya mereka di depan gedung skills lab, tampak teman-teman mereka seangkatan berkerumun memandang kertas pengumuman untuk mencari grup berisikan nama mereka. Karena semester ini sangat menentukan kelulusan mereka, membuat sebagian orang berharap mereka dapat segrup dengan otak-otak jenius. Berharap sebagian otak milik para jenius dibagi pada mereka, suatu hal yang mustahil terjadi namun selalu saja ada mahasiswa yang berharap seperti itu. Termasuk Ara, salah seorang mahasiswi yang merasa isi otaknya tidak sejalan dengan wajahnya yang cantic.
Doni segera mendekati kerumunan sambil berteriak pada Bara, “Nanti namamu aku carikan,” seperti bisa mengerti arti tatapan Bara padanya.
Bara segera berbalik menuju tempat yang sepi, ia sangat phobi melihat kerumunan seperti itu. Namun ketika ia hendak berbalik, tiba-tiba seorang gadis berambut pendek sebahu membentaknya,”Hai, kalau mau lihat daftar kearah sana, bukan kea rah ku. Bikin kaget aja,” gadis itu mengayunkan tangannya seperti hendak memegang tangan Bara agar tidak menghalanginya lewat.
Sontak Bara segera bergeser kesamping dan berteriak,” Don’t touch me!”
“Who’s gone touch you!” balas gadis itu kesal. “Minggir!” teriaknya lagi.
Bara segera menjauh dari singa betina itu, ia tidak mau diomeli habi-habisan oleh gadis bermata sipit itu. Ia pun bergegas meninggalkan kerumunan dan kemarahan gadis itu. Ditunggunya Doni, tidak berapa lama kemudian tampak Doni mendekatinya setelah berhasil keluar dari kepungan orang-orang yang semakin sing semakin banyak memenuhi halaman grdung ini.
“Yuk kita cari tempat yang tenang, tadi ada pengumuman hari ini belum dimulai aktifitasnya, baru besok,” jelas Doni sambil memandang Bara meminta persetujuannya untuk segera pergi.
“Yuk, kita ke kantin saja. Kesal aku hari ini,” gerutu Bara.
Mereka pun segera menuju kantin terbesar yang dimiliki fskultas ini.
“Eh aku grup berapa? Kita se grup ya?” tebak Bara sambil memperhatikan wajah Doni yang sedari tadi tampak cerah. Melihat betapa cerahnya wajah DOni, pasti dia memiliki cerita yang bagus.
“Kok kamu bisa menerka? Kita segrup di grup enam,” ucap Don[.
“Gampang sekali kamu ditebak, wahjahmu tampak seperti buku yang terbuka. Karena tidak biasanya mereka berada dalam satu grup, wajahmu yang begitu bersinar mengatakan hal yang tebaik. Bahwa kita segrup,”ungkap Bara.
Doni hanya tersenyum mendengar pemaparan sahabtnya yang penuh dengan logika ini. “Ok, kamu memang pintar. Eh katamu tadi sedang kesal, Kamu kesal dengan siapa?” tanya Doni sambil menatap Bara curiga. “Apakah aku kenal?”duganya lagi.
Bara terdiam, sebagai satu-satunya lelaki yang menghindar dari perempuan, kehidupannya di kampus sungguh gersang. Tak seorangpun mau mendekatinya terutama gadis-gadis cantic.
“Melihat kamu diem begini pasti karena permpuan ya?Ada gitu perempuan yang berani mendekatimu, mr. on’t touch me…” goda Doni lagi. “Eh Bar, kita betul-betul beruntung tahun ini lho…”ucapnya.
“Maksudnya?”tanya Bara dengan penuh tanda tanya.
Tiba-tiba kelengangan kantin terusik dengan datangnya sgerombol gadi-gasi cantic yang datang dengan kehebohan mereka, membuat puluhan pasang mata menatrap pada kelompok itu. Sebagia tampak kesal namun sebagian lagi tampak bersyukur karena dapat menikmati indahnya hasil karya Tuhan yang tercipta pada raut wajah gadis-gadis itu. Bara adalah satu-satunya lelaki yag tidak mau ambil pusing atas keributan yang terjadi.
Sejenak pandangan Bara tertuju pada gadis yang tadi pagi membentaknya. Kekesalannya kembali datang, dipandanginya gadis itu dari jauh. Setelah kehebohan mereda, Bara kembai memusatkan perhatiannya pada Doni, dipalingkannya wajahnya pada Doni. Terlihat bila doni tampak terkagum-kagum memandangi skumpulan gadis cantic itu.
“hai sadar,jangan bengong.” Tegur Bara menghentikan lamunan Doni.
Doni pun terkaget. “Eh<” hanya itu yang keluar dari mulutnya. “Duh, kamu mengagetkan saja. BTw mengenai perkataanku tadi, ternyata ia ada di sini,”tutur Doni.
“Maksudmu? Apa sih? Aku tidak mengerti. Jeladskan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar supaya aku tidak meraba dalam gelapo,” pinta Bara sambil menahan agar matanya tidak kembali berusaha menatap gadis berwajah oriental itu.
“Maksudku tadi, kita beruntung, kelompok kita ada seorang gadis cantic lho, lumayan untuk penyegar suasana bila nanti diskui kita sedang buntu, iya gak? Dan gadis itu sekarang ada di depan kita.” Jawab Doni dengan lirih seakan takut bila aka nada seseorang yang mendengar pembicaraan mereka.
Mendengar hal itu, Bara segera mengeluarkan lenguhan panjangnya, tanda tidak suka. “berarti aka nada seorang kambing congek di dalam grup diskusi kita? Siapa namanya?” tanya Bara sambil terus menghabiskan mie ayamny.
“Kinara Kim, tuh anaknya tepat di depan mu. Si gadis cantic berwajah oriental,” jelas Doni tanpa menunjukkan tangannya.
Mendengar hal itu, Bara yang sedang meminum es jeruknya pun tersedak. ‘Mengapa harus gadis itu, pikirnya sebal.’
“bar, kenapa wajahmu tampak sangat kesal ketika aku beritahu mengenai gadis itu?” tegur Doni keteki menyadari bara berulang kali menghembuskan nafas panjang.
“Tahu gak? Gadis itu tadi yang telah membuatku kesal. Aku diomelinya tadi,” keluh Bara sambil kembali menghabiskan es jeruknya.
“Sepertinya kalian akan berjodoh,” goda Doni terkekeh. Begitu mendengar hal itu,  Bara langsung  mendelikkan matanya pada Doni tak setuju.

Kekasih yang Tak TersentuhWhere stories live. Discover now