Bab 31

9 3 0
                                    


Kali ini, sepertinya alam bersama mereka. Waktu tempuh kali ini tidak selama tadi ketika mereka menuju Kaiserswerth dari Schloss Benrath. Perjalanan kali ini hanya membutuhkan waktu 14 menit saja melalui B8.
“sebetulnya di sini ada apa lagi sih selain bar yang jumlahnya ratusan begini?” keluh Ratih setelah mereka berjalan di jalanan kota tua ini.
Dusseldorfer Altstadts dikenal sebagai bar terpanjnagn di dunia (langste Theke der Welt), karena kota tua yang kebcil ini memiliki lebih dari 300 bar dan diskotik, yang konon katanya konter bar masing-masing bangunan terhubung ke satu pintu berikutnya. Dusseldorf terkenal dengan bir istimewanya, Altbier (bir tua), yang dibuat dari resep tradisional kuno, yanghanya diproduksi di beberapa tempat di dunia sejak akhir abad ke-19
“Tenang dek, di sini banyak pemandangan juga kok yang bisa kita nikmati,” jawab Bara sambil tersenyum.
“Eh, Kak. Ngomong-ngomong, kamu besok kalau kami tinggal gak bakalan minum-minum kan?” sela mama sambil memandang wajah putranya yang tampan.
“Insya allah Ma, mama percaya deh sama Kakak,” janji Bara sambil menundukkan kepalanya pada wanita yang telah melahirkannya.
“Ya sudah, sekarang kita mau lihat apa?” tanya Papanya sambil tersenyum bangga pada putranya.
Ada Basilika St. Lambertus, Schlossturm (museum pengiriman), Balai Kota Tua (Ratharus),
Patung berkuda Jan Wellem di market place, St. Ursula-Gymnasium (sebuah sekolah tata bahasa Tua), dan menara Rhine. Pa,”
“Wah banyak banget ya … sepertinya tidak mungkin semua bisa kunjungi ya?” tanya Ratih.
“Kayaknya iya, bagaimana? Apa kita langsung ambil satu atau dua tempat saja yang ingin kita lhat atau bagaimana Ma?” tanya Bara sambil memperhatikan wajah mamanya. Bara khawatir mamanya akan terlalu lelah hingga mengganggu kesehatannya.
“Ya sudah kita menuju menara Rhine aja, dari sana kita pulang ke hotel,” Ajak Papa. “Insya allah lain waktu kita ke negara ini lagi. Toh Nanti kalau Bara akan menjalani terapi pengobatannya, kita juga harus datang kembali ke negara yang indah ini,” jelas papanya lagi.
Perkataan Papa kemudian dijawab dengan anggukan dan senyuman seluruh anggota keluarga. Mereka segera melanjutkan perjalanannya menuju Menara Rhine.
Sesampainya mereka di The Rheinturm (Menara Rhein) mereka disuguhi sebuah bangunan beton tinggi menjulang dihadapan mereka. Menara Rhein adalah menara telekomunikasi beton setinggi 240,5 meter (789 kaki) di Dusseldorf. Konstruksi dimulai pada tahun 1979 dan selesai pada 1981. Rheinturm membawa antenna untuk pemancar radio directional, FM, dan TV. Tingginya 174,5 meter dan memiliki restoran berputar dan dek observasi di ketinggian 170 meter. Bangunan ini adalah gedung tertinggi di Dusseldorf.
“wah kita bisa makan malam di sini ya Pa?” rengek Ratih pada Papanya.
“Hem … “ guman papa tidak jelas. Ia segera mengambil dompetnya sambil pura-pura mengecek kartu kreditnya, apakah sudah over limit atau belum.
Perilaku Papa sontak membuat mama dan Bara terkekeh, hanya Ratih yang tampak cemberut karena merasa papanya tidak akan mengabulkan permintaannya itu. Sebelum sempat Ratih berkomentar, papa segera menanyakan jam buka tempat ini untuk umum pada bara. Bara segera menggogling dengan hapenya.
Tak lama kemudian, mereka segera mengetahi bila dek observasi terbuka untuk umum, setiap hari mulai pukul 10:00 hingga 23:30. Sebagai daya tarik tersendiri, patung lampu pada porosnya berfungsi sebagai jam. Patung ini dirancang oleh Horst H. Baumann dan disebut Lichtzeitpegel (light time level). Patung cahaya di Rheinturm adalah jam digital terbesar di dunia.
“Ok, kita masuk. Sudah lapar lagi nih Papa,” ajak Papanya sambil menarik tangan Ratih.
Mendengar ajakan Papanya, membuat Ratih berteriak kegirangan. Teriakan bahagia Ratih yang keras membuatnya menjadi tontonan orang disekitar mereka. Bara segera membekap mulut adiknya setelah sadar mereka menjadi tontonan orang-orang disekitar mereka.
“Ayo kita segera masuk, sebelum nanti teriakan kamu jadi viral di dumai, malu aku,” goda Bara membuat wajah Ratih memerah karena malu. Ia segera melihat kesekelilingnya, menyadari dirinya tertanya seperti yang ditakutkan kakaknya, menarik perhatian orang.
“Mari Ma,” gandeng papa pura-pura tidak tahu apa yang sedang terjadi di dekatnya. Mama segera mengulurkan tangannya menerima uluran tangan suami tercinta sembari tersenyum.
***
“Duh perutku kenyang banget. Makasih ya Pa, ini pengalaman terindah aku tahun ini,” ucap Ratih sambil memandang kagum kea rah Papanya yang tersenyum mendengar perkataan putrinya.
“EHm, kalau begitu besok tidak jadi belanja oleh-oleh nih?” goda Papa sambil melirik perempuan cantic setengah baya di sebelahnya.
“kalau itu sih terserah mama, Pa,” jawab Ratih sambil melirik kearah Mamanya yang terlihat pura-pura tidak mendengar perkataan Ratih. “Ma,” rajuk Ratih.
“Apa? Oh itu … kita lihat aja besok ya. Sekarang mama lelah dan ingin cepat pulang untuk tidur,” ela mama sambil meneguk minumannya.
“Iya nih, pulang yuk, lelah banget nih,” ajak Ratih.

***
Keesokan harinya, hingga pukul delapan pagi pintu kamar Mama dan Papa tidak juga dibuka. Hal itu tentu membuat Bara dan Ratih khawatir. Mereka segera mengetuk kamar Papa dan Mama. Tak lama kemudian kamar bernomer 2040 itu akhirnya trbuka. Tampak kedua orang tua mereka ternyata sudah siap untuk kembali bepergian.
“Eh mama mau kemana nih? Kok sudah rapi banget?” tanya Ratih ingin tahu.
“Lho kamu gak mau ikut belanja? Ini Papa sudah ngebolehi kita belanja lho, asal ingat idak boleh kalap,” jawab Mama membuat Ratih segera berlari ke kamarnya untuk berganti baju tanpa menjawab pertanyaan mamanya.
“betul Ma?” tanya Bara.
Sambil tersenyum, mama hanya mengangguk menjawab pertanyaan Bara. Membuat Bara tersenyum.
“Eh tapi kita mau belanja di mana? Mam sudah tahu tempatnya?” tany Bara ingin tahu.
“Sudah tahu sih, ada di dekat bandara dan di Konigsallee. Hari ini kita ke Konigsalle saja, satu lokasi tapi banyak yang bisa dikujungi. Mama gak mau selelah lemarin. Besok kami akan melakukan penerbangan jauh kembali ke Indonesia sehingga harus jaga badan ini.”
“Ok Konigsallee, here we came…”teriak Bara.
Konigsallee ternyata merupakan pusat ekonomi kuno yang telah dibangun sejak 1802. Di pusat perbelanjaan Konigsallee tersedia deretan toko, butik, galeri seni, kafe, dan restaurant. Berbeda dengan keadaan di  Jakarta, meski selalu ramai oleh banyak orang, area ini tetap terlihat elegan dengan pepohonan hijau yang tertata di sekitarnya. Hal ini tentu membuat betah orang untuk berbelanja di tempat itu.
Terdapat pula kanal atau sungai kecil yang bersih dan cantic, yang akan memanjakan mata sat berbelanja atau makan di kafe. Papa dan bara seperti pada umumnya laki-laki lebih memilih menikmati pemandangan dan mengisi perut mereka sampai penuh daripada harus mengikuti Mam dan Ratih yang terlihat kalap ingin memasuki semua toko yang ada di tempat itu.
“Ingat ma, limit,” ucap papa sebelum memberikan kartu credit plattinumnya.
“Siap papa sayang,” ucap mama sembari mencium pipi suaminya diikuti Ratih yang mencium pipi papanya.
Bara hanya tersenyum dan menggeleng-geleng memperhatikan tingkah laku kedua wanita kesayangannya itu.

Kekasih yang Tak TersentuhWhere stories live. Discover now