Bab 29

11 2 0
                                    

Bab 29
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, hari-hari Bara berdua dengan Ara hanya tinggal menghitung hari. Segala persiapan yang diperlukan untuk keberangkatan Bara ke Jerman sudah hampir lengkap, hanya beberapa kekurangan yang dapat segera diselesaikan.
“Kamu besok lusa mau ikut ke bandara mengantar kami kan?” tanya Bara  pada Ara di suatu sore. Sore itu, Bara sengaja  mengajak Ara menikmati sore hingga mala mini berdua. Semakin dekat waktu perpisahan mereka, membuat Bara rasanya ingin menunda semua rencana yang telah tersusun rapi. Terutama ketika ia menyadari rasa cintanya yang semakin dalam pada Ara, terutama ketika ia melihat sikap Ara yang betul-betul membuatnya semakin cinta pada gadis beerwajah oriental itu.
“Aku perlu datang gitu? Perlu ikut nganter?” Goda Ara. “Kalau aku nangis gimana? Aku takut gak bisa berhenti menangis Ra,” rengek Ara. Dengan wajah tampak cemberut, Ara menunduk. Wajahnya tampak sedih, kesadaran akan semakin dekatnya waktu perpisahan membuatnya moodnya terjun bebas. Meski ia tahu juka semua persiapan telah beres dan hanya tinggal berangkat, namun ingin rasanya ia meminta pada Bara untuk menunda kepergiannya.
Melihat gerak-gerik Ara yang terlihat kesal, Bara pun tertawa, “Emangnya kamu yakin gak bakal sedihh kalau ditinggal? Kalau aku sih inginnya kamu ikut anter aku, biar dijemput sama sopir nanti pulangnya dari bandara kamu diantar sopir kerumah,” pinta Bara. Ia tampak gemas, segera diacak-acaknya rambut Ara di puncak kepalanya. “Kamu kalau lagi begini bikin aku gemas deh sayang, aduh aku jadi semakin tidak ingin berpisah dari kamu Ra,” ucap Bara sambil memandang wajah Ara dengan penuh kasih.
Ara menatap wajah Bara, ia terdiam mendengar perkataan Bara. Dipandanginya wajah Bara seakan-akan esok ia tidak akan melihatnya lagi. “I love You Bara,” ucap Ara akhirnya. Sudut matanya terasa panas, air matanya mulai memaksa, mendesak ingin memuntahkan butiran kristal kaca.
Terlihat mata Bara bersinar, ia tampak begitu bahagia mendengar ungkapan perasaan Ara. Meski ia tahu bagaimana perasaan Ara padanya, namun mendengar pernyataan cinta dari Ara membuatnya lebih bahagia. “I love you more, Ara…”
Keduanya pun tersenyum penuh cinta, mereka seakan-akan berada di sebuah taman bunga. Hanya kebahagiaan lah yang kini sedang memeluk hati mereka berdua. Tiba-tiba keheningan itu terganggu oleh suara-suara yang sudah mereka hapal luar kepala.
“Duh, berasa di kebun bunga nih kalau dekat-dekat pasangan yang lagi bucin-bucin nya,” goda Doni sambil tersenyum pada Agnes yang datang bersamanya. Pandangan mata Doni pada Agnes membuat mata Ara yang tajam menyadari adanya hubungan antara mereka berdua.
“Ah kamu menggoda kami saja Don. Gak suka banget lihat kami lagi berduaan, ya? Sirik aja nih, ” ucap Bara dengan wajah dibuat kesal, terganggu atas kehadiran mereka berdua.
“Eit’s tunggu dulu Bara, sepertinya mereka juga sedang bucin nih berdua,” selidik Ara sambil terus memperhatikan kedua sahabatnya itu. Tampak olehnya Doni yang sok cuek sedangkan Agnes tampak malu-malu. Wajah Agnes yang memerah membuat jelas semua prasangka Ara, fix Agnes dan Doni berpacaran. “Kalian berpacaran kan? Don, Nes?” tanya Ara dengan wajah menuduh.
Keheningan pun tiba-tiba melingkupi mereka berempat. “Iya,” jawab Doni akhirnya memecah keheningan. “AKu tiba-tiba sangat tertarik pada sahabatmu Ra,” lanjut Doni sambil melirik pada Agnes. Membuat wajah Agnes menjadi semakin memerah.
“hahaha…” Ara tiba-tiba tertawa, “Udah deh Nes, jangan merah gitu. Gak apa-apa, gak bakalan aku marah. Tapi besok kalau aku ditinggal sendirian sama Bara, jangan sering biarkan aku sendiria memeluk sepi ya?” pinta Ara sambil tersenyum menggoda.
Agnes pun semakin tersipu malu,,” insya allah Ra, semoga,”
“Kenapa kamu mengajak kami ke sini Bara? Bukankah kalian perlu privasi sebelum kamu tinggal pergi lusa?” tanya Doni tanpa malu-malu.
“Justru karena itu aku memanggil kalian. Aku ingin memastikan bila lusa aku pergi meninggalkan Ara. Kalian akan selalu berada di sisi Ara. Aku titip Ara pada kalian berdua,” pinta Bara dengan sungguh-sungguh. Hal itu membuat Ara tertunduk, sudut matanya mulai berair lagi. Ia tampak kaget, menyadari Bara begitu mencintainya hingga menitipkan keselamatan hidupnya selama ia tinggal pada kedua sahabat mereka.
“Bara…” isak Ara suaranya tertahan.
“jangan menangis sayang, semua ini aku lakukan untukmu,” ucap Bara berusaha menenangkan Ara kembali. Ia terlihat bingung ketika melihat air mata Ara kembali akan turun karena nya.
“Aku menangis bahagia kok,” elak Ara. Ia sungguh merasa bahagia karena Bara ternyata laki-laki yang ia perlukan dan sangat ia cintai. Ketika mengatakan hal itu, air mata Ara pun turun tak tertahankan lagi dengan derasnya. Agnes segera memeluk sahabatnya itu, ia pun sadar bila ia sendiri yang mengalami hal ini tentu akan terasa sama beratnya.
“Terima kasih ya Don, Nes. Aku pegang janji kalian untuk menemani Araku sampai kami dapat bertemu lagi, insya allah akhir tahun depan.
“Insya allah,” ucap Agnes dan Doni bersamaan.
Malam itu akhirnya mereka akhiri dengan makan malam dan bercanda riang seakan besok mereka tidak akan berpisah.

***
Dari bandara Cengkareng meraka berangkat pagi hari dengan menggunakan pesawat komersial menuju bandara Duesseldorf.
‘Jerman, ich komme’
Perjalanan panjang dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng menuju Bandara Dusseldorf, Jerman selama hampir sembilan belas jam akhirnya mereka lalui. Meskipun sempat transit dan mengalami penundaan tapi tidak membuat Bara kelelahan, meski masih sedih karena harus berpisah dengan Ara. Namun, kini ia begitu bersemangat ingin segera menjalani kehidupan barunya agar bisa segera berkumpul kembali dengan kekasih hatinya itu.
Bandara Dusseldorf atau dalam bahassa Jerman Flughafen Dusseldorf terletak di kota Dusseldorf, ibu kotanegara bagian North Rhine-Westphalia, tujuh kilometer (empat koma tiga mi) arah utara dari Dusseldorf dan dua puluh kilometer (dua belas mi) arah barat daya dari kota Essen. Sebagai bandara terbesar ketiga di Jerman, bandara Dusseldorf merupakan bandara yang sangat sibuk, dengan 20,8 juta penumpang. Bandara ini dibuka pada tahun 1927 dan diperpanjang secara ekstensif setelah perang dunia ke II dan dialih fungsikan untuk penerbangan sipil.
Pada penerbangan perdana ini mereka memilih Turkish Airline dengan lama waktu penerbangan selama delapan belas jam lebih. Ketika transit di bandara Istambul, mereka sempat melakukan relaksasi, ternyata duduk begitu lama dengan posisi yang tidak senyaman di rumah membuat tubuh terasa kaku. Mereka berangkat dari Cengkareng pukul 21.40 WIB dan perkiraan sampai di Dusseldorf sekitar pukul 09.50 pagi, dengan perbedaan waktu adalah enam jam.
Dan di sinilah mereka, akhirnya.
Dengan menggunakan taxi mereka menuju hotel Dusseldorf City by Tulip Inn berjarak 1,98 km dan terletak di Cantadorstr,4. Dusseldorf, Jerman, 40211. Sesampai di hotel, mereka segera beristirahat melepas penat dan mengurangi jetlag akibat perbedaan waktu.

Kekasih yang Tak TersentuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang