Bab VIII

10 3 0
                                    


Hari ini, pertama kalinya Ara menyetujui ajakan Bara untuk pulang bersamanya. Ara yang sudah beberapa hari tidak menggunakan speda motornya karena malas menjadi salah satu alasannya mau diajak pulang bersama Bara.
Sejak saat itu, hubungan mereka membaik. Ara berusaha sebisa mungkin menahan kebiasaannya untuk memegang orang yang sedang diajaknya berbicara. Meski berat, ia berusaha melakukan hal itu.
Seringnya mereka bersama, dan perubahan sikap antara Arad an Bara pun akhirnya membuat sahabat Ara menanyakan hal itu.
“Ra, kamu beneran jadian sama tuh cowok?”  tanya Sandra salah satu dari sahabatnya.
Elma sahabat lainnya menggangguk, ia pun ingin mengetahui kebenaran kabar yang ia dengar. “Iya, beneran lo jadian sama tuh professor? Orang yang lo benci?”
Ara memandang keduanya dengan tatapan bingung. “Siapa yang bilang gue jadian? Gue cuman berusaha temenan sama dia. Gue sekarang udah tahu kenapa dia jadi gitu ke orang-orang, jadi gue simoati ceritanya.”
Mendengar penolakan Ara, dan alasan kedekatannya yang terasa mengada-ada membuat kedua sahabatnya tertarik. “Eh emangnya kenapa dia begitu? Kamu belum pernah cerita pada kami nih!” cecar Elma kesal.
“Wah lo nutupin apan tuh?” desak Sandra sambil terus memandang tajam pad Ara. Ia seakan-akan ingin menerkam gadis berwajah oriental yang ada di hadapannya itu.
“Ups, maafkan aku friends,” ucap Ara sembari meminta maaf pada keduanya. “Begini lho ceritanya,” ucap Ara kemudian. Ara segera menceritakan tentang pertemuan nya dengan Bara yang tidak disengaja ketika ia menunggu ayahnya di rumah sakit dahulu. Ara menjelaskan semua yang ia alami ketika itu dengan detail. Melihat kedua sahabatnya terlihat sangat tertarik dengan cerita yang ia bawakan, Ara terus melanjutkan cerita hingga selesai.”
Setelah selesai memberitahu semua yang ia ketahui, Ara menunggu. Ia memandang kedua sahabatnya penuh tanya, dilihatnya ekspresi terkejut pada kedua temannya itu membuat Ara tersenyum. “Gimana? Gak salahkan aku mencoba untuk sedikit ramah padanya?”
Kedua sahabat Ara itu menarik nafas panjang, sebelum menjawab pertanyaan Ara keduanya saling melepar senyum. “jadi karena itulah sekarang kamu dekat dengannya? Tuh mulanya dulu jangan benci-benci, pamali tahu.” Elma mengingatkan Ara . Elma tampak tersenyum menggoda.
“Nah, kalau akhirnya Bara menyukaimu gimana tuh? Kamu terima?” Sandra tampak semakin ingin tahu jawaban dari Ara ketika dilihatnya wajah Ara yang memerah setelah mendengar pertanyaan Elma.
“Gak tahu. Gak kebayang. Tapi Bara itu sebetulnya seorang yang penyayang lho. Ia sangat mencintai adik semata wayangnya dan ayah ibunya,” jawab Ara sambil berusaha tampak santai.
“Ah kamu cueek banget,” keluh Sandra yang terkenal sebagai gadis pesolek. “Kamu harus lebih rajin menjaga diri dong. Bara tuh ganteng banget lho, kamu gak takut kebanting kalau jalan berdua dia?” goda Sandra lagi.
“Ah kalian nih, yang diomongin dia aja, gak bosen?” keluh Ara lagi. Ia merasa ditelanjangi bila kedua sahabatnya itu sedang menggodanya seperti ini.
“Udah ah, aku mau pulang terus belajar. Besok ada kuis. Daa teman-teman,” diayunkannnya tangannya pada kedua sahabatnya yang masih asyik cengar-cengir.
“Tumben pulang sendiri, biasanya ditemani…” goda kedua sahabatnya, melihat Ara yang berjalan sendiri menuju parkiran motornya.
“Gak senang ya lihat teman senang?” tanya Ara mulai terpancing emosinya.
“Lho bukannya seharusnya lo seneng kalau pulang bareng sama the most wanted man?” tanya Sandra sambil melirik Elma yang terlihat menggut-manggut berpikir.
“Iya, lo bisa deket sama tuh orang aja udah banyak yang iri, apalagi sampe dianter pulang. Kebayang dong gimana ributnya nenek sihir di angkatan kita?” jelas Elma sambil memeluk tangannya.
“Justru itu gue jadi nggak senang kalau sering-sering dia ajak. Gue takut semua salah sangka, kan gue bukan apa-apa dia, kami cuman teman.” Pekik Ara setengah histeris menyadari bila dugaannya benar. Ia merasa banyak teman-teman bahkan adik kelasnya yang sering melihatnya dengan tatapan tidak suka. Apalagi mereka yang merasa dirinya cantic, setiap menatapnya seperti melihat kotoran.
Mendengar jeritan Ara, kedua temannya terdiam. Mereka sadar, meskipun Ara terlihat selalu gembira dan bahkan sering kali tidak ambil pusing dengan komentar orang karena gaya hidupnya yang cenderung bebas. Namun, ia hatinya masih ketimuran dengan. Ia terkadang tampak begitu memikirkan apa yang orang ucapkan mengenai nya, meski akhirnya ia tidak bisa menrubah gayanya demi memperbaiki anggapan orang.
Namun, kali ini, Ara terlihat berbeda. Semenjak hubugannya dengan Bara terlihat membaik, Ara kini tampak berusaha mengendalikan sikap dan gaya hidupnya. Ara tidak lagi suka keluar malam di akhir minggu, dan ia sering kali berusaha menahan diri untuk tidak menyentuh lawan jenisnya. Meski terlihat sulit dilaksanakan, kedua sahabatnya melihat kesungguhan perubahan tingkah laku yang terjadi pad sahabatnya itu.
Setelah mengatakan apa yang terpendam di dalam hatinya selama beberapa minggu ini, Ara bergegas pergi meningalkan kedua sahabatnya yang tercenggang. Elma dan Sandra bahkan tidak berusaha mengejar Ara, mereka hapal dengan tingkah Ara yang satu itu. Nanti bila amarah dan kekesalan Ara telah reda, Ara lah yang akan mencari mereka, bila kesalahan memang berada dipihak Ara.
Sepasang mata tampak mengamati kejadian itu tanpa berdikip, Bara yang secara tidak sengaja berada lebih dulu di tempat yang sama dengan tempat ketiga orang sahabat itu bercengkrama. Menyadari namanya disebut-sebut dan bagaimana perasaan Ara terhadapnya. Bara merasa sedikit kecewa, ketika tahu Ara tidak menyukainya sebagai seorang lelaki.
Ketika kedua sahabat Ara pergi dari tempat mereka, barulah Bara berani pergi dari tempat itu. Ia menuju mobilnya, perasaan sedihnya tergambar di raut wajahnya. Hari ini untuk pertama kalinya dalam hidup, Bara merasa patah hati, ia ingin segera pulang dan tidur.
Sesampainya di rumah, setelah mengucapkan salam seperti biasa Bara segera masuk ke kamarnya. Melihat wajah Bara yang ampak lesu, ibunya tidak berani mengganggu anak laki-laki kebanggaannya itu.

Kekasih yang Tak TersentuhWhere stories live. Discover now