Bab XXIV

7 3 0
                                    

Bab XXIV: terpendam
Tak terasa hampir dua bulan sudah Bara menemani kedua orang tua Ara mengikuti sesi terapi. Entah mengapa Agnes sahabat Ara tidak pernah sedikitpun menjenguk atau bahkan menemani Ara dalam sesi terapinya. Hal tersebut membuat Bara bertanya-tanya, akhirnya ketika Bara harus mulai mengurangi kemunculannya di rumah Ara, ia segera mencari tahu keberadaan Agnes.
Meski awalnya Agnes sempat menolak, namun dengan bantuan Doni, Bara akhirnya berhasil bertemu dengan Agnes.
“Kamu kenapa ingin bertemu dengan Aku? Mau menyalahkan AKu?” tanya Agnes dengan wajah ketakutan. Mukanya tampak pucat,gadis itu bahkan tidak berani memandang wajah Bara ketika berbicara dengannya.
“Kenapa Kamu berpikiran seperti itu? Dan mengapa wajahmu pudcat seperti melihat setan?” selidik Bara. Ia menjadi tertarik ingin tahu ketika melihat Agnes yang terlihat berusaha menghindarinya. Agnes terlihat seperti sedang menutupi sesuatu.
“Aku jadi semakin bingung. Nah daripada aku bingun, aku ingin meminta pertolongan kamu nih. Kamu kan sahabatnya Ara, bisa tidak menggantikan tempat aku mengantar Arad an orang tuanya setiap sesi terapi?”pinta Bara langsung.
Mendengar permintaan Bara, Agnes pun terlonjak kaget. Ia tak menyangka bila Bara begitu mempercayainya dan tidak sedikitpun menyalahkannya. “Kamu tidak menyalahkan aku?” tanya Agnes tak percaya.
“Kenapa memangnya?” tanya Doni yang sedari tadi hanya diam mengawasi gelagat Agnes yang tidak seperti biasanya.
Perhatian Agnes segera beralih pada Doni ketika sahabat Bara itu langsung menjawab pertayaannya dengan pertanyaan lagi. “Aku merasa bersalah pada Ara, karena aku yang memperkenalkan Arka padanya. Aku tidak menyangka bila Arka sebejat itu, maaflkan aku…” tangis Agnes tiba-tiba. Ia tampak sangat menyesal terhadap apa yang telah terjadi pada sahabatnya itu. “Aku selama ini bukannya tidak ingin menemani dan membantunya. Tapi aku takut, aku takut akan perbuatanku sendiri,” raungan Agnes semakin menjadi-jadi.
Doni dan Bara yang terkejut mengetahui kenyataan itu, sejenak terdiam. Sementara itu, tangis Agnes semakin menjadi-jadi sehingga menjadi perhatian orang-orang yang sedang berada di tempat itu. Doni segera memeluk Agnes, dan berusaha menenangkannya. Melihat hal itu Bara hanya diam mengamati perilaku kedua temannya itu.
“Menurut Aku, Ara sudah memaafkanmu. Ia sekarang memerlukan dukunganmu di sisinya. Aku bukannya tidak ingin meneruskan apa yang sudah aku mulai, namun aku mempunyai kewajiban yang harus dilakukan. Jadi, aku minta padamu, tolong temani Ara. Ara memerlukan dukungan kita teman-temannya agar dia bisa cepat sembuh,” jelas Bara panjang lebar.
Agnes mengangguk-angguk mendengar penjelasan Bara yang panjang lebar dan membuatnya langsung menyetujui permintaan itu. “Namun apakah aku masih diterima oleh Arad an keluarganya Bara?” tanya Agnes berusaha meyakinkan dirinya.
“Iya, mereka bukan tipe pendendam. Sudahlah besok ada sesi terapi Ara, kamu ikut ya,” ajak Bara sambilmenepuk pundak Agnes menenangkan.
“Baik, teima kasih telah menerima ku kembali,” ucap Agnes setulus hati.
Perkataan itu dijawab oleh senyuman dua lelaki yang sedang berada di hadapannya.
“kalau begitu, untuk urusan Ara berarti sudah beres. Besok datanglah kerumah Ara jam empat sore aku tunggu.” Pinta Bara sambil meninggalkan meja tempat mereka tadi berbicara.
“Yuk Don, kita pulang. Apa kamu masih mau di sini bersama Agnes?” goda Bara sambil melirik kea rah Agnes yang tambah memerah wajahnya karena malu.
“AKu di sini aja, ok,” jawab Doni mengacuhkan godaan sahabatnya.
***
Sejak sesi terapi Ara yang terakhir bersama Bara dan Agnes, sejak itu Bara menghilang. Meski kedua orang tua ARa sudah memberi ijin dan mengetahui alasan Bara tidak lagi bisa menemani mereka, namun ternyata tetap saja kedua orang tua Ara tampak kehilangan. Beruntung, Bara telah kembali menghadirkan Agnes yang bisa membuat suasana diantara mereka sedikit mencair.
“Terima kasih banyak ya NAk, sudah meluangkan waktu untuk menemani Ara,” ucap ibu Ara pada Agnes. Meski ia tahu Agnes adalah sahabat Ara, ia tetap merasa harus berterima kasaih pada siapapun orang yang sudah sudi menemani putri semata wayangnya itu.
“Bu, jangan begitu dong, Agnes jadi sedih. Agnes kan anak ibu juga,”  kata Agnes sambil memeluk dan kemudian menangis dalam pelukan wanita itu.
Keadaan Ara yang semakin hari semakin membaik membuat semua orang yang berada didekatnya menjadi bahagia dan ketika akhirnya Ara dinyatakan sembuh oleh psikiater yang telah enam bulan merawatnya, kedua orang tua Ara segera mengadakan syukuran. Mereka sangat bersyukur, anak satu-satunya telah kembali sehat. Ketika Agnes memberitahu Bara bila Ara telah sembuh dan mengundangnya untuk menghadiri syukuran yang diadakan oleh orang tua Ara, Bara menolak dengan halus.
Bara mengatakan pada Agnes, bila Ia datang akan membuat kenangan Ara terhadap laki-laki akan muncul lagi dan akan membuatnya terguncang kembali. Meski Agnes menyanggah hal itu dan mengatakan bila tidak mungkin, namun Bara tetap memutuskan untuk tidak datang dan meminta Agnes agar memberikan salamnya untuk kedua orang tua Ara.
Mengetahui hal itu, meski ada sedikit rasa kecewa, namun kedua orang tua Ara menghormati keputusan Bara untuk tidak bertemu dengan Ara dalam waktu dekat.
***
“Nes, kamu sedang apa?” tanya Doni melalui sebuah sambungan telepon.
“Baru mau pulang, habis dari rumah Ara. Kenapa?” tanya Agnes sedikit curiga.
“Bara…Nes, Bara…” ucap Doni seperti orang yang takut akan sesuatu.
“Iya, bara kenapa?
“Besok pagi bara akan pergi melanjutkan kuliahnya  ke Jerman. Apa kamu belum diberitahu tuh anak?” tanya Doni lagi.
“Apa? besok ke Jerman? Beneran?” tanya Agnes dengan suara tinggi membuat Ara yang duduk disebelahnya kaget.
“Apa Nes? Siapa yang akan ke Jerman besok pagi?”
“Bara Ra, Bara Besok pagi akan terbang ke Jerman melanjutkan s2 nya,” jawab Agnes.
Mendengar Agnes menyebut kembali nama itu hati Ara bergetar. Jujur, sebetulnya perasaannya pada Bara belum bisa hilang, namun ketika ia tidak pernah melihat sosok Bara membantunya ketika ia sedang dalam keadaan terpuruk, rasa itu berusaha ia kikis habis. Ia sadar bila Bara telah melupakan dirinya.
Menyadari apa yang sedang berkemelut dalam pikiran sahabatnya, Agnes segera mengguncang Ara keras, “Ra, aku sebetulnya sudah lama ingin mengatakan hal ini pada kamu, tapi selalu dilarang oleh Bara. Tapi kini karena Bara sudah akan pergi jauh meninggalkan kamu, aku akan membocorkan rahasia yang sudah aku pendam sejak enam bulan yang lalu. Selama ini sejak awal kamu sakit, Bara lah yang selalu menemanimu dan kedua orang tuamu menghadapi semuanya. Bahkan dipersidangan Baralah yang selalu menjadi tamengmu. Ia masih sangat mencintamu Ra.”
Bagai disambar petir, Ara tersadar akan suatu hal. Ditatapnya wajah Agnes dan mencari kebohongan disana, namun tidak tampak sedikitpun kebohongan disana. “Nes, temani aku menemui Bara mala mini, please.”

Kekasih yang Tak TersentuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang