Bab XVII

7 2 0
                                    


Sesampainya di rumah, dengan perasaan dan tubuh yang letih Ara ingin segera masuk kemarnya dan segera membershkan diri. Ketika ia pulang, rumah dalam keadaaan sepi, hanya mbok Giyem yang ditemuinya.
“Mbok, Ayah dan ibu pergi kemana mbok?”
“Tadi menemani bapak ke rumah sakit Mbak, sepertinya hari ini jadwal kontrol Bapak.”
Ara segera mengangguk, ia ingat setiap tanggal 14 ayahnya diharuskan control ke rumah sakit.
“Ya sudah mbok, aku ke kamar mau mandi terus tidur, capek.”
***
Setelah selesai membersihkan diri, Ara segera berusaha untuk beristirahat. Hari ini rasanya ia penat sekali. Tidak hanya karena tugasnya menumpuk, namun karena pikirannya yang tidak bisa melupakan Bara membuatnya lelah.
Ketika akhirnya matanya benar-benar tidak dapat tertutup, Ara pun menyerah. IA segera mengirim pesan pada Agnes.
‘Ya udah cariin gue pacar deh Nes, pusing gue.’
Tidak sampai lima kemudian, tiba-tiba pesannya telah dibalas oleh Agnes. Mungkin Agnes sedang gak banyak kerjan, jadi cepet banget ngebalas pesanku, pikir Ara sambil tersenyum.
‘Iya ntar gue kenalin cowok. Kemaren temennya temen gue ngenalin cowokke gue, siapa tahu aja elu demenen.’ Tulis Agnes.
‘Ok.’
‘Ya udah sono tidur, ntar sakit lho.’ Ucap Agnes menutup pembicaraan.

***
Sesuai dengan janji mereka kemarin, disinilah Ara sekarang. Ia duduk seorang diri di sebuah café menunggu kedatangan Agnes yang mengajaknya bertemu. Dilihatnya sekeliling, tampak suasana kafe yang ramai dengan dekorasi, tampak seseorang akan berulang tahun di sini, pikir Ara.
Setelah menunggu selama lima belas menit, tampak Agnes datang tergopoh-gopoh. Ia segera mendekati tempat Ara duduk menunggunya.
“Sorry gue telat, macet banget ternyata kalau sore jalanan di menteng ini.” Keluh Agnes. Ia segera mendaratkan pantatnya ke kursi empuk dihadapan Ara.
Melihat kelakuan sahabatnya itu, Ara hanya menggeleng-gelengkan kepala. Agnes meski keluarga cukup berada namun penampilannya sungguh sangat sederhana. Seperti hari ini, ia hanya mengenakan jeans dan kaos oblong, padahal kafe tempat mereka bertemu merupakan sebuah kafe elit yang tidak sembarang orang mampu membayar makanan yang dijual di tempat ini.
“kenapa kamu tiba-tiba ngajak aku ke sini? Untung dekat rumah, kalau jauh males deh,” Cecar Ara dengan kesal.
Melihat sahabatnya yang cemberut, Agnes tersenyum lebar. “Katanya mau cari pacar buat ngeluapin ‘dia yang tidak boleh disebut’” goda Agnes sambil mngedipkan mata.
“Siapa tuh ‘dia yang tidak boleh disebut’?” tanya ARa kebingungan. Matanya berputar-putar sembari berpikir kera, “Oh…hehehe…” akhirnya Ara tersenyum malu-malu, menyadari ketelmiannya. “I see…”
“Nah, sebentar lagi aku kenalin tuh sama cowok yang prospek. Tuh dia lagi kesini,” kata Agnes sambil memberi isyarat Ara untuk mengikuti tatapan matanya.
ARa mengikuti arahtatapan mata Agnes, dilihatnya seorang lelaki tampan tersenyum dan berjalan kea rah mereka. Tampan, namun bukan hanya itu yang membuat ARa kurang menyukainya sejak pertama kali melihat. Tapi Ara segera menepis pikirannya itu, ia berusaha menghormati Agnes yang telah bersusah payah membantunya.
“Halo gadis-gadis cantik, boleh aku ikut duduk di sini?” sapa laki-laki itu pada mereka.
Terlihat oleh ARa, Agnes sahabatnya tersenyum malu. Ara segera mengangguk dan mempersilahkan ia duduk.”Silahkan,”
“Ra, kenalin ini Arka. Arka, ini ARa,” kata Agnes memperkenalkan mereka berdua. Arka segera mengulurkan tangannya. Demi kesopanan Ara menjawab uluran tangan Arka dengan senyuman.
“Lagi apa kalian di sini? Bukannya anak Kedokteran tuh selalu belajar ya? Gak sempat main-main apalagi sekedar kongkow di café kayak begini?” kata Arka menyelidik.
“hahaha...siapa bilang? Kalau kita mah gak termasuk yang serius. Nikmati aja hidup, iya gak Ra?” tanya Agnes pada Ara sambil melirik.
“Hahaha…itu kan kamu, kalau aku ya kadang-kadang aja. Kadang-kadang lupa, maksud aku.” Jawaban Ara membuat mreka bertig tertawa terbahak-bahak.
“Ah, bisa aja kamu Ra…” kata Agnes..
“Kamu lucu,” ucap Arka membuat ARa dan Agnes saling menatap.
“Ehm…ehm…” Agnes seperti tersedak.
“Minum dulu Nes,” kata Ara sambil menyorongkan gelas air mineral ke arah Agnes sambil tersenyum simpul.
Melihat hal itu Arka semakin tertawa terbahak-bahak. Membuat suasana kaku mencair, Ara terlihat lupa pada Bara untuk sementara waktu.
“Aku, ke kamar mandi bentar ya? Panggilan alam nih,” kata Agnes sembari memegang perutnya.
“Ok, yang lama ya,” ucap Arka sembari tertawa. Membuat Ara cemberut.
“Iya gue sadar kok,” kata Agnes cemberut.
***
Sepeninggalan Agnes, Arka tampak berusaha mencairkan suasana. Ia berusaha membuat Ara mau berbicara padanya. Mereka pun akhirnya bertukar nomer telepon, setelah Agnes tidak kembali lagi Ara pun meminta ijin untuk pulang. Arka yang ingin mengantar Ara pulang akhirnya terpaksa menggigit jari karena Ara menolak dengan alasan menggunakan sepeda motor.
Sesampainya di rumah Ara segera menuju kamarnya, ketika ia membuka hpnya, tampak beberapa miscall dan wa masuk menyambangi hpnya.
Ini nomer aku,’ tulis Arka.
“Ok, tq.”
‘Gimana Arka? Udah sampe mana? Elo suka gak sama?’ tanya Agnes tanpa basa basi
Ara segera menjawab Agnes, “elo kemana aja? Parah banget,”
‘hahaha…sengaja, biar ngasih kesempatan Arka pedekate.’
“Ehm.”
Ara segera menutup hp nya, ia pun segera tidur berusaha tidak memikirkan hal itu.

Kekasih yang Tak TersentuhWhere stories live. Discover now