Bab IX

11 4 0
                                    


Sejak kejadian, sikap Bara berubah. Ia kembali menjadi Bara sebelumnya. Bara kembali menjadi sosok yang dingin dan sulit didekati. Bicara hanya secukupnya untuk hal-hal yang dianggapnya tidak penting, namun untuk hal penting termasuk urusan kuliah, ia mau membagikan ilmunya.
Hal ini tentu saja membuat banyak orang bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi, termasuk DOni sahabat Bara. Doni melihat perubahan sikap Bara yang kembali menjadi Mr. Don’t Touch me menurutnya suatu kemunduran. Awalnya Doni merasa perubahan sikap Bara itu hanya kepada teman-teman yang lain, tidak termasuk sikapnya pada Ara.
Namun ternyata prasangka DOni salah. Bara pun kembali menjadi dingin pada Ara. Sampai suatu saat, terjadilah pertengkaran antara Arad an Bara. Perselisihan yang awalnya kecil akhirnya menjadi besar.
“ Menurut ku, seharusnya dalam menangani pasien semua diperlakukan sama. Jangan karena mentang-mentang menggunakan BPJS, perlakuan terhadap mereka dibedakan.” Kata Ara ketika mereka sedang diskusi kelompok mengenai penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukan dalam masa BPJS.
“Oke, untuk hal itu aku setuju. Tapi tetap saja, harus ada perbedaan. Karena pasien umum membayar lebih, sehingga mereka di rumah sakit swasta juga mendapat layanan lebih. Dibanding yang meggunakan BPJS. Kecuali pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit negeri milik pemerintah.” Tukas Bara tidak setuju.
“Maksudnya orang yang sama-sama menderita usus buntu, berbeda penanganannya karena yang satu mengunakan BPJS? Sadis.” Kata Ara tak kalah kesalnya mendengar ucaapan Bara. Ara merasa kaget mendengar ucapan Bara. Ia sedih menyadari Bara telah kembali menjadi dirinya, dingin.
“Lebih kejam mana, dengan orang yang memberi PHP pada orang?” sindir Bara.
Mendengar hal itu Ara terkejut, ia tidak menyangka bila Bara secara langsung mengucapkan apa yang dirasakannya di depan orang banyak. Meski tidak banyak yang menyadari arah perkataan Bara, mereka asyik melihat pertengkaran rumah tangga yang kini kembali terjadi.
Pertengkaran pun semakin memanas, beruntung pertengkaran terjadi ketika tutor mereka telah keluar ruangan karena mendadak pasien yang perlu ditanganinya. Melihat pertengkaran itu semakin menjauh dari substansinya, Doni segera berusaha menghentikan pertengkaran itu. Ia tidak ingin kedua orang yang ia kenal baik itu menjadi terluka. Bara yang pertama menyadari berhasil mengontrol emosinya, ia bergegas pergi meninggalkan ruangan dengan wajah yang merah dan gusar.
Melihat Bara pergi, Ara pun segera membereskan buku-bukunya, dikejarnya Bara yang meninggalkannya. Dilihatnya Bara menuju tempatnya memarkir kendaraan. Ara segera berlari melewati jalan pintas agar lebih dulu sampai di mobil Bara. Sesampainya di depan mobil Bara, sembari memperbaiki ikat rambutnya, Ara mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal. “aku terlalu lama tidak berolah raga. Berlari sebentar saja nafasku hafasku seperti habis. Mulai besok aku harus kembali giat berolah raga.’ Pikir Ara dengan kesal.
“ngapain kamu di sini!” hardik Bara tiba-tiba mengagetkan ARa yang sedang sibuk dengan pikirannya. “Awas, minggir!” bentaknya lagi. Bara tampak sangat kesal ketika melihat Ara berdiri menghalanginya membuka pintu mobil.
“Aku ingin bicara padamu,” jawab Ara sambil menahan emosinya. Ia terlihat berusah menahan diri agar tidak tersulut kemarahan Bara.
Bara hanya diam tanpa menjawab permintaan Ara, dimainkannya kunci kontak mobil yang sedari tadi diputar-putarnya dengan menggunakan telunjuk tanpa menatap Ara sedikitpun. Ara yang kesal, segera mengambil kunci dari telunjuk Bara.
“Hai! Apa yang kau lakukan? Kembalikan kunciku!” teriak Bara berusaha mengambil kunci itu dari tangan Ara.
“Aku ingin kita bicara,” ulang Ara lagi.
“Oke.” Setelah berpikir, Bara segera menjawab lagi,”mana kunciku, kita bicara di tempat lain.” Ajak Bara.
Ara mengangguk dan segra brlari memutari mobil menuju kursi penumpang. Setelah Ara duduk dan menggunakan sabuk pengamannya, Bara segera menghidupkan mobil dan membawa Ara menuju tempat yang tenang menurut Bara, Selama perjalanan, mereka hanya  sambil mendengarkan alunan lagu yang disiarkan oleh radio Prambros. Setelah beberapa lama berkendara, mereka akhirnya sampai kesebuah komplek perumahan mewah.
“Kita kemana?” tanya Ara mendadak takut.
“Kita ke rumahku, di sana tenang kita bisa berbicar banyak,” jawab Bara santai.
“Hai, aku tidak mau. Turunkan aku di sini!” teriak Ara kalut, ia merasa dibodohi oleh Bara. Hatinya menjadi tidak tenang menyadari ia mungkin saja bertemu dengan orang tua Bara. “berhenti, biarkan aku turun.” Pinta Ara dengan wajah memerah. Matanya berkaca-kaca menahan tangis yang sebentar lagi akan turun, ia betul-betul takut. “Berhenti, lebih baik aku tidak berbicara selanya denganmu!” teiakAra dengan kalur.
“Tenang saja, orang tuaku sedang di singapura mengikuti pameran. Kamu gak usah tegang,” ucap Bara berusaha menenangkan.” Wajahnya terlihat menahan senyum melihat tingkah Ara yang sekarang tampak seperti tikus yang akan menjadi bahan percobaan. Mulut  bara sebelah kiri tampak naik sedikit, ia telihat menikmati suasana dalam mobilnya.
Tak lama kemudian, mereka telah sampai disebuah rumah yang sangat megah. Rumah yang bergaya mediterania, dengan pilar-pilar yang berdiri kokoh menjulang memamerkan kegagahannya. Melihat rumah itu, Ara merasa ciut, ia terus mempermainkan jemari tangannya. Tiba-tiba saja, Bara menggenggam tangannya berusaha membantunya mengurangi rasa groginya.
“tenang saja.” Ucap Bara sambil memicingkan matanya.
Ara hanya terdiam mendengar perkataan bara, ia tidak berani menatap bara dan hanya menunduk. Tak lama kemudian pintu pagar terbuka sendiri, tanpa didorong oleh seseorang. Mobil pun masuk, dan segera diparkir dalam sebuah carport yang bisa menampung empat mobil.
“Ayuk turun.” Ajak Bara sambil menatap Ara yang masih saja menunjuk.
“AKu takut, aku gak mau turun, kita ngobrol di sini saja,” rengek Ara tiba-tiba. Ia merasa terintimidasi ketika melihat kemewahan rumah Bara dan menyadari seperti apa keluarga Bara dan seperti apa keluarganya.
“Ayuk turun. Hai kemana Ara yang tadi? Kita ke kebun saja di belakang rumah., supaya tenang,” ajaknya. Bara segra turun, dan membuka pintu Ara. DItariknya Ara keluar mobilnya. Ara keluar dari mobil dengan hati-hati, ia merutuki skapnya tadi. Sadar bila ia tidak menagjak bara berbicara tadi, pasti dia tidak akan sampai di rumah yang super mewah ini.
Mereka berdua berjalan menuju taman belakang melewati sebuah lorong yang tersambung dengan kebun. Sesampainya disana, mereka duduk di sebuah kursi taman yang mengelilingi meja besar berbentuk seakan sebuah meja makan.
“Sebentar aku pesanminum. Kamu mau minum apa?” tanya Bara
“AKu mau bicara,” jawab Ara tegas. Ia tidak ingin lebih lama ditempat ini, ia takut bila tiba-tiba salah satu anggota keluarga Bara datang menemuinya.
Bara hanya menggelengkan kepala. “Juice alpukat.” Katanya pada seseorang diujung sana. “Oke sekarang aku siap berbicara. Silahkan, lady’s first. ” Jawab bara kemudian.
“Apa maksudmu tadi dengan perkataan mu yang menyindir aku ketika kita sedang berdebat tadi? Kamu kenapa sudah beberapa lama kamu menghindariku?” tanya Ara beruntun.
Bara tersenyum mendengar pertanyan ARa. “Kamu benar-benar tidak tahu maksud pembicaraanku? AKu menghindarimu karena aku merasa aku tidak sepadan denganmu. Daripada aku merasa di php, lebih baik aku pergi sebelum lebih tersakiti,” jelas Bara.
Ara kaget mendengar jawaban Bara, “aku betul-betul tidak mengerti maksudmu?” tanya Ara dengan wajah lugu. Terlihat bila Ara betul-betul tidak mengerti maksud Bara.
“Kamu telah memberiku harapan, namun ternyata kamu tidak menyukaiku. Apa kamu selalu bermain-main dengan hati orang?” tanya Bara dengan nada sedih.
Ara terkejut mendengar Bara mengatakan hal itu. “Mengapa kamu sampai kepada kesimpulan itu? Kapan aku pernah mengatakan kalau aku tidak menyukaimu?” tanya Ara kebingungan.
“memangnya kamu tidak php ke aku? Kamu benar-benar menyukaiku?” desak Bara.
Wajah Ara memerah, ia tidak berani melihat kearah Bara. Kepalanya tiba-tibaterlihat mengangguk menandakan persetujuan. Melihat anggukan Ara, wajah Bara tampak semringah, ternyata perkiraannya selama ini salah.
“Aku menyukai Ra,” kata Bara dengan lembut.
“AKu juga menyukaimu,” jawab Ara dengan wajah memerah.
Bara segera memeluk Ara. Ia merasa bahagia. Entah berapa lama mereka berpelukan sampai akhirnya terdengar suara Ratih mengagetkan mereka.
“Waaa…kak Bara, jangan melakukan adegan 17 tahun ke atas di sini. Mbak Ara hati-hati dengan Kak Bara!” teriak Ratih mengagetkan mereka, sontak Bara melepaskan pelukannya. Ia segra merasa kehilangan.

Kekasih yang Tak TersentuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang