Bab V: Penjelasan

16 6 0
                                    


Ara bergegas meninggalkan ruangan tempat Bara dirawat dengan perasaan tak tentu, ia segera menemui ibunya yang masih khusyu menunggu ayahnya.

“Gimana Bu? Apakah ayah ada perkembangan?” tanyanya sambil menepuk ringan pundak ibunya. Dipeluknya wanita yang telah menemani ayahnya separuh hidupnya dengan penuh bakti sebagai seorang istri.

“Alhamdulillah, ayahmu sudah membaik. Tadi dokternya  sudah menjelaskan penyakit ayah dan setelahnya mengatakan bahwa ayah segera dipindah ke ruang perawatan karena kondisinya sudah lumayan stabil.”

“Alhamdulillah, aku senang banget Bu.” Ara semakin memeluk erat ibunya.

“Hei, ada apa? Sudah sana kamu pulang dulu, ambil baju ganti untuk ibu. Sebentar Ibu tulis dulu daftar barang yang perlu kamu ambil.” Sintia bergegas menulis beberapa barang yang dia perlukan. Setelah dicek kembali, ia segera memberikan selembar kertas itu.

Ara yang menerima catatan itu segera membaca benda apa saja yang dipinta ibunya, ketika melihat list benda-benda yang diminta ibunya, Ara pun kaget melihat jumlahnya yang cukup banyak.

“Bu, aku pulang dulu. Nanti aku dikabari, ya bu, ruangan dan nomer kamarnya.’ Pinta Ara sembari mengambil tas cangklongnya dan bergegas berjalan keluar. ‘Aku harus dua kali bolak-balik untuk membawa semuanya, mungkin sebaiknya aku tidak menggunakan sepeda motorku.’ Pikir Ara sembari berjalan kearah depan UGD, ia tidak sadar bila langkahnya diamati oleh sepasang mata di belakangnya. Gadis itu tersenyum melihat tingkah laku Ara yang tanpa sadar menarik perhatian orang.

“Kak Ara, Kakak mau kemana?” tanya Ratih mengagetkan Ara yang tampak kebingungan memesan angkutan online yang sedari tadi masih saja berputar-putar belum menemukan pengemudi yang mau mengantarnya pulang.

“Eh Kamu, Ratih. Akum au pulang dulu ambil barang-barang keperluan ibuku menginap. Nunggu ojeg online belum ada yang mau mengambil aku.” Ara kembali memperhatikan hape nya yang masih memperlihatkan gambar  berputar-putar, ia tampak kesal karena halite.

“Kakak bareng aku aja, rumah kakak di mana?” tanya Ratih kembali setelah dilihatnya Ara betul-betul kesal karena tak seorangpun pengemudi mengambil jalurnya.

“Kaka dekat sini kok, tadinya mau naik motor, tapi jjjjterlalu banyak barang yang akan kakak ambil, jadi kakak memutuskan memakai ojeg online.”
Jelas Ara terkejut mendengar ajakan Ratih. “Kamu sendiri naik apa?” tanya Ara sejenak kemudian menyesali pertanyaannya yang bodoh. ‘Pastilah ia pakai sopir pribadi.’ Rutuk Ara pada dirinya sendiri.

“Aku mau ambil barang juga, kalau begitu kakak ikut aku aja.” Ditariknya tangan Ara kearah mobilnya terparkir. Ketika mereka mendekati sebuah mobil inova yang berada di dekat mereka. Ratih segera menelepon sopirnya untuk diajaknya pulang. “Yuk Kak, masuk. Oh iya alamatnya di mana?” Lanjut Ratih sambil membuka pintu mobilnya.

Setelah mereka memasuki mobil, Ara segera menyebutkan alamat yang akan mereka tuju. “Ratih, sebetulnya apa penyakit yang diderita kakakmu?” tanya Ara ingin tahu.

Mendengar pertanyaan Ara, Ratih pun terkejut, ia takut bila memberitahu kelemahan kakaknya, Ara akan lari ketakutan. Namun, Ratih pun akhirnya memutuskan bila sebaiknya Bara harus mulai membuka diri pada siapapun itu.

“Kak Bara menderita penyakit kelainan kulit Kak, namanya dermatographia. Penyakit ini hanya diderita lima persen dari populasi penduduk dunia.” Jelas Ratih sambil terus memperhatikan wajah Ara. Ia tidak melihat perubahan apapun dalam wajah wanita yang disukai kakaknya itu. Setelah melihat reaksi Ara, Ratih pun memutuskan untuk meneruskan ceritanya.

“Dermatographia juga disebut dermogrphism atau dermatographic urticarial adalah kondisi kulit yang menyebabkan penderitanya memiliki bekas luka setelah kulit mereka mengalami goresan atau gesekan ringan.  Nama popular untuk kondisi ini adalah tulisan kulit karena efek yang ditimbulkan goresan adalah luka berbentuk tulisan.” Tanpa berkata apapun, Ara terus mendengarkan penuturan Ratih. Ia mulai bisa meraba-raba apa yang membuat Bara menjadi seseorang yang tertutup.

“Meski gejala dermatographia sering kali hilang dengan sendirinya dalam waktu tiga puluh sampai enam puluh menit, namun terkadang gejala ini dapat memberat sehingga penderita perlu dibawa ke UGD rumah sakit bila disertai dengan gejala alergi parah (anafilaksis), misalnya sulit menelan atau sesak nafas.” Ratih nampak mengambil nafas selesai memberikan sedikit penjelasan mengenai keadaan kakaknya itu.

“Oh, aku jadi tahu, mengapa ia selalu bertingkah aneh bila tampak seseorang akan mendekati dan menyentuhnya.” Ucap Ara tanpa sadar.

“Iya Kak, Kak Bara sering tampak menderita akan hal itu.” Ratih mengangguk mengiyakan perkataan Ara.

Tak lama kemudian mereka pun telah sampai di sebuah rumah yang cukup asri, rumah bercat crem yang dinaungi pepohonan besar di halaman depan rumahnya membuat siapapun yang datang merasa kesejukan dari rumah itu. Ratih langsung menyukai rumah itu, air mancur di tengah sebuah kolam yang cukup besar dan beberapa burung tergantung di dekatnya menambah asrinya rumah itu.

“Hayuk turun dan mampir dulu,” ajak ARa.

“Nanti saja kak, nanti kita bareng lagi kerumah sakitnya ya, Kak. Barang keperluan yang aku ambil tidak banyak, jadi aku bisa cepat. Tunggu ya Kak…” Ratih segera menutup pintu mobil dan mobil pun berbegas meninggalkan rumah Ara.
Sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, Ara segera memasuki rumah dan mempersiapkan semua barang yang dipesan oleh ibunya. Selesai menyiapkan barang yang akan dibawa, Ara segera membuat mie instan dan menjerang air panas untuk membuat teh. Perutnya melilit. Gadis berambut lurus dan tebal itu tak lupa membawa buku untuk kuliahnya besok pagi, ia akan langsung berangkat kuliah dari rumah sakit.

Ternyata Ratih betul-betul hanya memerlukan sedikit waktu untuk kembali kerumah, ketika Ara selesai memakan mie dan menghabiskan teh manisnya, wajah cantik adik Bara itu telah muncul di teras rumahnya.

“Ayo masuk dulu, ini sudah aku buatkan the manis, semoga kamu suka.” Disuguhinya Ratih secangkir the melati yang harum.

“Terima kasih Kak minumannya, oh iya sebelumnya aku minta maf bila selama ini Kak Bara mungkin sering membuat masalah dengan Kakak. Tapi itu semua karena ia takut kejadian dahulu terulang lagi.” Ara mengangguk, ia sadar bila seharusnya ia meminta maaf pada Bara. Karena keegoisannyalah, Bara kini harus mendekam di rumah sakit.

“Aku juga nanti akan minta maaf pada Bara, aku telah salah sangka.” Ara mengatakan hal itu sembari tersenyum pada Ratih yang terus memandanginya.
“Kamu kenapa kok jadi bengong begitu? Hayuk kita berangkat,” ajak Ara menggandeng tangan Ratih.

“Kakak cantik.”

Ara tersenyum mendengar perkataan Ratih, “Lebih cantik kamu. Kamu cantik dan baik hati.” Ucap Ara sambil memeluk bahu Ratih dan menggiringnya keluar rumah menuju mobil yang telah menunggu sejak tadi.

Kekasih yang Tak TersentuhWhere stories live. Discover now