Bab 25

10 3 0
                                    


Bara memandangi Ara yang duduk di seberangnya. Ketika datang Bara melihat Agnes, entah mengapa gadis itu kini tidak nampak batang hidungnya. Di depannya kini hanya Ara yang tampak gelisah, sedari tadi tangannya tak berhenti bergerak. Nafasnya tampak tak teratur.
“Ada maksud apa kamu mendatangi aku?” tanya Bara akhirnya memecah kebisuan. Melihat tangan Ara yang tidak berhenti saling memilin, namun tidak sepatah kata pun terucap dari mulut Ara membuat Bara sedikit kesal. “Ra?” Bara segera menarik tangan Ara dan menggenggamnya.
Ternyata trik itu berhasil, perhatian Ara pun akhirnya berpindah pada Bara. Wajah Ara tampak memerah.
“Bara, aku menemuimu kali ini untuk meminta maaf,” kata Ara tersendat. Ia tampak begitu menyesali apa yang dulu pernah ia katakan pada Bara.
Melihat Ara yang tampak begitu menyesal, Bara tersenyum. “Kamu gak apa-apa kan? Gak habis jatuh dan kepalamu terpentok sesuatu?” goda Bara sambil tersenyum manis.
“Ehm, apa maksudmu?” tanya Ara sambil menggaruk-garuk kepalanya tanda tidak mengerti. Ia semakin bingung ketika melihat wajah Bara yang geli menahan tawa, digaruknya kepalanya yang tidak gatal. Ketika akhirnya Ara sadar maksudnya, ia segera memasang wajah cemberutnya. Hampir saja Ara melakukan sesuatu yang berakibat  fatal, mencubit lengan Bara. Beruntung ia segera sadar dan menarik tangannya kembali.
“Ya sudah, kalau permintaan maaf aku tidak diterima, aku mau pulang saja,” kata Ara sambil berdiri. Namun, Bara segera menarik tangan Ara menahannya agar tidak pergi.
“Araku, jangan suka mengambil keputusan sepihak. AKu kan belum jawab pernyataanmu,” kata Bara dengan lembut. Ditatapnya mata Ara dengan sorot mota yang teduh, membuat kupu-kupu di perut Ara tiba-tiba berterbangan.
“Habis Kamu malah mentertawakan maksud baikku,” jawab Ara dengan nada jengkel dan wajah manyun. “Padahal aku betul-betul meminta maaf atas kelakuanku dan berterima kasih atas segala bantuan mu kepada keluargaku terutama aku,” lanjut Ara sambil memajukan bibirnya.
“Kamu tahu dari siapa? Maksud aku, aku tidak pernah mengatakan pada siapapun. Pada ayah dan ibumu aku bahkan minta merahasiakan semua ini darimu,” tanya Bara tidak mengerti. “Agnes? Tapi…” Bara tidak melanjutkan kata-katanya, karena ia merasa tidak pernah bercerita pada siapapun.
“Tidak ada seorangpun yang mengatakan padaku Ra, aku hanya cukup bertanya sedikit dan membuat kesimpulan. Meski IPK ku tidak setinggi dirimu, namun aku masih tetap anak kedokteran Ra,” jawab Ara sambil tersenyum simpul melihat kebingungan Bara.
“Hem…” Bara hanya bisa berdeham mendengar perkataan Ara. Ia segera mengangguk-angguk dan segera memandang wajah Ara yang kini terlihat lebih cerah setelah berhasil membuatnya bingung. “Ok, aku menerima permintaan maafmu, karena sebetulnya aku tidak pernah berhasil kamu buat sedih. Hanya dengan melihatmu dari jauh, dan bahagia, akupun turut bahagia,” ucap Bara serius.
Ara menatap laki-laki dihadapannya dengan tatapan tak percaya, sungguh beruntung dulu dia sempat memiliki laki-laki sebaik Bara. Ara terus menatap Bara membuat Bara sedikit terganggu, “Aku memang ganteng ya Ra? Sampai kamu bengong gitu lihat aku,” goda Bara.
Godaaan Bara itu membuat Ara tersadar dan segera melempar tissue yang sedari tadi sudah ia remas-remas. “Sebel, sejak kapan kamu pintar menggombal begitu?” ucapnya kesal.
“Ya sudah, daripada kamu kepo dengan aku dan kesal terus karena kepo, kita pacaran lagi yuk?’ tanya Bara sambil mengedipkan mata kanannya.
Sungguh bukan perilaku Bara yang biasa, membuat Ara kaget dan tersipu. Ara tidak segera menjawab pertanyaan spontan yang baru saja Bara lontarkan.
Setelah agak lama terdiam, Ara baru menjawab,” kamu sehat Bar?’ tanyanya dengan kening berkerut dalam. Ia begitu kaget,menyadari bara tenyata masih tetap menginginkannya, meski… Hal itu membuat air mata Ara tiba-tiba meleleh, ia begitu tersanjung atas ucapan Bara.
“Ra, kenapa kamu menangis?” Ada yang salah dengan perkataanku tadi?” tanya Bara sambil menggenggam kembali tangan Ara.
“Kamu masih menerima aku meski tahu keadaanku?” isak Ara semakin menjadi. Ara tidak tahu harus bagaimana menghadapi hal ini, harus bergembira atau sedih. Namun melihat kesungguhan tatapan Bara, hatinya menjadi gembira meski air mata terus berjatuhan.
“Aku mencintaimu Ra, meski apapun yang terjadi, dan tidak ada yang terjadi padamu. Kamu masih Araku yang dulu,” ucap Bara sambil mengusap pipi Ara yang dialiri air mata.
“Bara…”

***
Sepulangnya dari pertemuannya dengan Ara, Bara segera pulang ke rumahnya dengan hati yang berbunga-bunga. Wajahnya nampak berseri-seri, bibirnya tidak berhenti menyenandungkan lagu-lagu. Hal itu membuat seisi rumahnya memperhatikan perubahan padanya.
“Kak, bahagia banget sih hari ini? Baru menang lotere ya? Sampai segitunya senengnya,” ejek Ratih ketika mereka sedang menonton televisi di ruang keluarga.
“Ah sirik aja kamu dek, gak suka ya lihat kakakmu ini bahagia?” kata Bara sambil melirik tajam pada Ratih.
Melihat lirikan marah Bara, Ratih segera menjulurkan lidah pada Bara. Melihat tingkah laku Ratih, segera Bara tertawa, “Udah daripada sirik, ikutan aku nyanyi aja yuk, daripada manyun gitu, ntar kalau jelek kamu gak ada yang naksir.” Goda Bara lagi .
Ratih segera melotot mendengar perkataan Bara, “Emangnya sejelek itu ya Aku Kak?” tanya Ratih ingin tahu.
“Gak lah, adik kakak kan paling cantic sedunia. Masa gak ada yang naksir. Et tapi kalau ada yang berani deketin kamu, datang dulu ke kaka, biar kakak interogasi cocok gak?” ucap Bara menggebu-gebu.
Mama Bara yang sedari tadi hanya mendengar celotehan kedua puteranya akhirnya tersenyum. Bara puteranya memang bisa diandalkan sebagai kakak, tapi apakah dia berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan? Pikir wanita cantic itu dalam hati.
“mama dari tadi juga bertanya-tanya lho kak, tumben mala mini wajahmu bersinar terang sekali,” goda mamanya. Perkataan itu segera ditanggapi oleh Ratih. Sembari tertawa mendengar perumpamaan yang di katakan ibu, Ratih berkata,” Memangnya wajahnya Kak Bara seperti bulan ya Ma? Bersinar? Tapi kalu bulan kan jelek Ma, berlubang-lubang permukaannya. Kasihan Kak Bara,” ucapnya sambil terus ertawa.
“Tuh kan sukanya emang kamu ngejek aja nih,” keluh Bara sambil melempar bantal kursi yang ada di dekatnya.
“Tuh Ma, lihat kelakuan kakak. Sepertinya dia sedang jatuh cinta deh Ma, soalnya moodnya naik turun,” ucap Ratih sok berlagak seperti seorang pakar cinta.
“Hahaha...Ngakak mama,” jawab mama sambil memegang perutny menahan geli ketika melihat raut wajah Ratih yang serius mempantomimkan seorang dukun cinta.
Bara yang melihat Ratih adiknya, segera ikut tertawa terbahak-bahak. Bara menganggukkan kepalanya sambil terus tertawa,” Bisa dek, kamu cocok jadi dukun,”
Ratih segera tertawa dan melemparkan kembali bantal di sebelahnya.”Kakak…aku doain Kak Ara gak mau sama kakak lagi kalua melihat kelakuan kakak yang absurd ini.”
“Lho kok kamu tahu?”tanya Bara terkejut. Saking terkejutnya, matanya hampir saja copot melotot kea rah Ratih.
“Ya tahu lah, siapa dulu dong, Ratih,” ucap Ratih sambil berlari meninggalkan Bara ke kamarnya.

Kekasih yang Tak TersentuhΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα