Bab 28

9 3 0
                                    


Seakan tahu akan perasaan pemiliknya, cincin berlian yang melingkari jemari Ara berkilau. Sinar matahari seakan sedang bersahabat dengan sang cincin ikut membantu kilauan cincin. Melihat hal itu, ibu pun tersenyum.
Ia tampak bahagia melebihi Ara, keinginannya mendapat seorang menantu Bara, tampaknya akan segera terwujud begitu melihat cincin pemberian Bara di jemari Ara. Namun, sebelum ia semakin bahagia, Ara segera memberitahunya mengenai hubungan mereka yang berencana akan menjalani LDR tidak lama lagi.
“Apa maksudmu Nak, dengan LDR yang sebentar lagi akan kamu jalani?” tanya ibunya tidak mengerti.
Sebelum Ara sempat menjawab, tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi. Karena hari ini bi inem tidak bisa masuk, ibu segera berjalan menuju pagar untuk mengetahui siapa yang datang.
Ara segera menuju ke dapur dan mengambil air putih, tiba-tiba tenggorokannya terasa serak. Ia merasa akan sulit nantinya menjelaskan kepada ibunya mengenai hal ini.
“Ra, kamu kemana? Ini ternyata ayah yang datang. Ia diantar temannya karena besok akan berangkat lagi.”
“iya Bu, sebentar ambil minum dulu. Haus bu,” jawab Ara sembari menenangkan hati. Jantungnya berdebar lebih kencang karena kini ternyata, ayahnya pun akan mendengarkan alasan hubungannya dengan Bara harus LDR. Semoga kedua orang tuanya dapat memahami dan tidak menganggap itu salah satu cara yang ia lakukan untuk kembali menjauh dari menantu kesayangan mereka, Bara.
“Nah, Ra, coba sini jelaskan kepada Ayah. Apa maksudmu dengan akan LDR dengan Bara?” tanya ayahnya langsung tanpa basa basi.
Ara menatap wajah ayahnya, laki-laki keturunan korea selatan itu tampak tidak kalah tampan dengan anggota boyband dari negaranya meski usianya sudah menginjak hampir 50 tahun. Sebelum menjawab pertanyan itu, Ara mereguk air minum dari gelas yang dibawanya.
“Kamu kenapa Nak? Kok kelihatan sekali seperti grogi?” tanya ibunya mengamati putri satu-satunya. “Kenapa?”
“Begini bu, yah. Ayah dan ibu kan tahu mengenai penyakit yang diderita Bara, dermatographia,” tanya Ara lagi.
Kedua orang tuanya mengangguk perlahan seperti ragu-ragu. “Ehm, ayah ibu lupa ya? Sebentar aku jelaskan lagi,” kata Ara. “
Dermatographia juga disebut dermogrphism atau dermatographic urticarial adalah kondisi kulit yang menyebabkan penderitanya memiliki bekas luka setelah kulit mereka mengalami goresan atau gesekan ringan.  Nama popular untuk kondisi ini adalah tulisan kulit karena efek yang ditimbulkan goresan adalah luka berbentuk tulisan.
Meski gejala dermatographia sering kali hilang dengan sendirinya dalam waktu tiga puluh sampai enam puluh menit, namun terkadang gejala ini dapat memberat sehingga penderita perlu dibawa ke UGD rumah sakit bila disertai dengan gejala alergi parah (anafilaksis), misalnya sulit menelan atau sesak nafas.
“Nah, sewaktu aku sakit, kata Bara ia mencari tahu tentang pengobatan yang dapat dia lakukan agar dapat sembuh. Akhirnya ia berhasil mendapatkan info mengenai seorang professor yang ia anggap mampu membantunya menyembuhkan penyakit yng dideritanya. Bara menjelaskan cara terapi yang akan dilakukan oleh professor itu adalah dengan pemasangan biohacking. Sejujurnya aku belum begitu tahu yah, ibu mengenai biohacking ini. Namun, aku sudah pernah mendengar bila memang ada orang yang berhasil menggunakan biohacking ini untuk mengobati penyakit tertentu.” Jelas Ara.
Ia kemudian beranjak menuju dapur lagi untuk mengambil air minum. Setelah puas meminum air itu, Ara pun kembali mendekati kedua orang tuanya. “Nah, oleh karena itu bila bara ingin menggunakan tehnik ini sebagai cara untuk mencapai penyembuhan, ia harus mengikuti prosedur tertentu, agar dapat dipasang alat tersebut segera. Karena waktunya panjang dan tidak jelas, akhirnya Bara memutuskan untuk sekolah s2 di sana sekaligus menunggu ia selesai mengikuti proses pemasangan biohacking.” Jelas Ara.
Ia menarik nafas panjang, tiba-tiba kelelahan menderanya. Meski hanya berusaha menjelasakan sesuatu pada kedua orang tuanya, tapi entah mengapa badannya terasa lelah sekali. Segera Ara kembali meminum airnya tandas sekali tegak.
“Karena itulah, Bara harus tinggal di Jerman Bu, Yah. Kami harus LDR selama setahun hingga aku lulus akhir tahun depan,” jelas Ara memecah keheningan yang mengelilingi disekitar mereka bertiga.
Ayah dan ibunya terlihat begitu kaget, mereka berulang kali menarik nafas panjang. Namun tidak sataupun perkataan keluar dari mulut mereka berdua, hal ini membuat Ara terganggu. Tidak pernah is melihat kedua orang tuanya tampak terdiam tidak bisa mengucapkan satu katapun. Speechless.
“ehm, kalau memang hal itu adalah keputusan Bara sendiri dan dapat mengikuti semua proses pengobatan. Kami bisa berkata apalagi. Kslisnlah para dokter yang lebih mengetahui yang terbaik bagi Bara dan hubungan kalian. Kami sebagai orang tau bisa berkata apalagi,” ucap ayahnya akhirnya memecah keheningan.
“Kami hanya bisa berdoa yang terbaik bagi hubunga kalian dan kesembuhan bagi Bara. Doa kami menyertai semua langkah yang akan kalian ambil,” tambah ibunya.
Ara segera memeluk ibunya dan mengucapkan banyak terima kasih atas doa dan ijin yang diberikan oelh mereka berdua.
“Coba, mana ayah lihat cincinnya. Ayah ingin tahu juga, semahal apa harga anak ayah?” goda ayah mencoba mencairkan suasana yang terasa kaku dan sedikit tegang.
“ini yah, cincinnya. Bagus tidak kata ayah?” tanya Ara akhirnya tersenyum kembalisetelah rasa tegang yang tadi menyelimuti.
Keadaan pun mulai mencai kembali. “Iya cantic nih, berapa karat?” tanya ayahnya meminta penjelasan.
“Cuman dua karat kok Yah,” jawab Ara malu-malu. “Tadinya Bara memintaku untuk memilih cincin yang berukuran karat lebih besar, namunaku menolak. Kasihan Bara, ia perlu uang untuk sekolahnya besok di Jerman,” jawab Ara diplomatis.
“Nah, begitu dong anak ayah,” puji ayahnya. “Selalu memikirkan yang terbaik untuk semua. Semoga kamu selalu bijaksana ya nak, supaya hdupmu tenang dan tidak mudah terombang-ambing oleh suatu hal yang tidak jelas. Apalagi besok ketika Bara di Jerman, akan semakin banyak masalah yang akan kalian hadapi. Selesaikan semua hal itu dengan perasaan dan hati yang tenang.”
Ara mendengar semua wejangan yanga ayahnya berikan dengan baik. Ia mengganggukkan kepalanya tanda mengerti, “Aamiin, semoga aku bisa terusmengendalikan diri Yah. Kekacauan hidupku kemarin adalah karena kesalahannku juga. Aku tidak ingin terulang lagi.” Kata Ara penuh perasaan. Ia kemudian teringat kembali kenangan yang lalu. Meski ia harus mengalami semua itu, namun ia bersyukur masih memliki Bara yang mau menerimanya dalam keadaan apapun.
“Nah, begitu dong anak ibu,” sela ibunya. “kamu adalah anak kami yang terbaik. Belajarlah selalu dari yang telah lalu, sebagai landasan pemilihan keputusan yang lebih baik, NAk,” peluk ibunya.
“Sudah ya, ayah ingin istirahat sejenak. Lelah rasanya. Syukurlah semuanya jelas, hingga ayah tidak akan khawatir atas apapun yang telah kalian putuskan,” ucap ayah sembari berjalan ke kamar tidurnya untuk beristirahat.

Kekasih yang Tak TersentuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang