Bab 30

10 3 0
                                    

Bab 30
Pagi ini, pukul 8 pagi waktu Jerman. Perbedaan waktu Indonesia lebih cepat 5 jam membuat komunikasi mereka terganggu. Karena di Indo sudah sekitar pukul 13.00 WIB, Bara memutuskan untuk berjalan-jalan menelusuri kota itu bersama Ratih dan kedua orang tuanya. Mereka berusaha menikmati kebersamaaan yang ada, lusa seluruh anggota keluarganya akan segera kembali ke tanah Air. Berarti hanya hari ini dan besok mereka dapat berjalan-jalan bersama.
“Hari ini tujuan utama kita kemana Kak?” tanya Ratih dengan menggelendot manja pada kakaknya.
“Kemana ya? Coba deh kamu googling dek, Kakak baru tahu soal Rhine Tower sih. Tapi tempat itu bisa kita kunjungi terakhir kan?”
“Kenapa Rhine Tower sebaiknya yang terakhir aja Kak?” tanya mamanya ikut nimbrung.
“Soalnya disana kita bisa lihat pemandangan kota Dusseldorf sembari makan di restoran berputar Ma,” jawab Bara sambil tersenyum.
“Huh pikiran kakak makan aja nih, parah,” sungut Ratih sedikit kesal. “Ya udah sekarang ditentukan dulu deh, mau kemana? Buru saing nih,” lanjut Ratih.
“Kita mau ke pemandangan alam atau yang berbau sejarah?”
“Ke museum dulu deh, besok baru ketempat wisata alam.”
“Oke kalau begitu tujuan pertama kita ke Schlos Benrath dulu. AKu pesankan ke mobil dulu ya?” ujar Bara segera mengambil ponselnya.
Dusseldorf merupakan sebuah kota yang wajib dikunjungi ketika berkunjung ke Jerman, halite membuat keluarga Bara tidak ingin menyia-nyiakan hal ini. Dussedorf yang terletak di sepanjang sungai Rhein, 565 km di sebelah barat kota Berlin. Siapapun akan terpukau dengan arsitektur bangunan bercorak kuno yang dipadu dengan sentuhan avant garde di kota ini.
Selain dikenal sebagai pusat fashion dan pendidikan di Jerman, Dusseldorf  juga akan memanjakan para pengagum seni dengan banyaknya museum, gedung pertunjukan, dan ratusan geleri seni. Seperti keinginan Bara, akhirnya tujuan pertama hari ini adalah Schloss Benrath.
Akhirnya setelah menempuh perjalanan sepanjang 12 km dari pusat kota dengan menggunakan mobil rental, mereka pun sampai di tempat tujuan. Bangunan yang beralamat di Benrather SchloBallee 100-108, 40597, Dusseldorf tampak begitu mengagumkan.
Schloss Benrath atau dalam bahasa Indonesia Istana Benrath menyuguhi mereka sebuah pemandangan yang indah. Schloss Benrath yang dalam bahasa jerman berarti maison de plaisance atau istana kesenangan sungguh menyuguhkan sebuah tempat layak membuat mata senang. Istana yang didirikan untuk Elector Palatine Charles Theodor dan istrinya, Countess Palatine Elisabeth Auguste dari Sulzbach, oleh direktur taman dan bangunan Nicholas de Pigage.
Istana yang dibangun selama 15 tahun sejak tahun 1755 selesai pada tahun 1770 ini, telah diusulkan sebagai UNESCO World Heritage Site. Di dalam istana ini terdapat dua sayap rumah yang dijadikan dua museum sejak 2002. Museum Seni Taman Eropa di sayap timur dan Museum Sejarah Alam di sayap barat.
Ketika mereka sedang asyik menikmati, tiba-tiba hp Bara berbunyi. Ternyata pesan dari Ara.
Ara:
‘Sedang apa Ra?’
Bara:
‘Lagi jalan-jalan nih. Sekarang masih di Schlos Benrath sih, sebentar lagi mau ke Altstadt, Kota Tua Dusseldorf.’
Ara:
‘Wah asyik jalan-jalan terus, aku kapan ya?’
Bara:
‘Mulanya buruan lulus dan belajar bahasa jerman. Terus pindah ke Jerman nemani aku.’
Ara:
‘Ih maunya ditemani terus, udah deh akum au istirahat. Capek tadi ngejar-ngejar dosen pembimbing.’
Bara:
‘Ok deh, met istirahat, daa…’
Ara:
Emoticon bergambar senyum.

“Dari kak Ara ya Kak?”tanya Ratih.
“Iya, eh papa mama udah puas belum? Hayuk kita lanjut ke Kaiserswerth disana sekalian makan siang. Perutku sudah berbunyi nih,” ajak Bara pada adik dan kedua orang tuanya yang masih asyik berfoto ria.
“Berapa jauh nya dari sini?” tanya papanya seperti tidak iklas pergi ke tempat lain meninggalkan tempat yang mengagumkan ini.
“Lumayan Pa.  22,6 km sih, tapi kalau lewat Munchener Str bisa ditembuh 32 menit Pa. Supaya tidak terlalu lama,  Yuk kita cabut. Sudah mulai nyanyi nih perut Bara,” ajak Bara sembari menggandeng tangan ibunya.
Seperti yang dikatakan Bara tadi, setengah jam kemudian mereka telah sampaidi Kaiserswerth, sebuah kawasan tertua di Dusseldorf. Kaisserswerth menyimpan banyak peninggalan sejarah sejak abad ke-13.
Di kawasan ini, mereka disuguhi pemandangan seperti reruntuhan kastil Kaiserpfaltz. Terletak di lingkungan hijau subur dengan pemandangan indah Rhine, reruntuhan kastil ini memiliki sejarah yang cukup kelam pada masanya.
Dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Heinrich III, pada abad ke-10, pernah diduduki selama beberapa tahun oleh Spanyol tahun 1589, kemudian Perancis tahun 1701 dan terakhir oleh Sekutu.
Hal ini mengisyaratkan pengunjung untuk menjelajahi sudut dan sudut sejarahnya. Meski reruntuhan ini terletak di salah satu bagian paling indah di Dusseldorf, Kaiserswerth, yang terkenal  dengan jalurnya yang indah, namun cerita kastil yang dulu pernah hampir seluruhnya rata ini membuat pengunjung ingin tahu bagaimana upaya untuk memulihkan benteng itu sendiri.
Setelah mata puas dengan menikmati pemandangan yang disodorkan oleh keindahan alam dan bangunan yang disuguhkan di hadapan mereka, segera Bara mengajak keluarganya untuk menikmati makanan yang tersedia di tepi sungai yang mengagumkan itu. Di sepanjang sungai Rhine tersedia beragam kafe dan kedai untuk menemani akhir perjalanan mereka di tempat ini.
Setelah beristirahat dan mengisi perbekalan di dalam perut mereka yang sempat kosong tadi. Ratih segera mengajak papa dan mama serta Bara untuk melanjutkan lagi perjalanan mereka sore itu.
“Memangnya kamu gak capek Tih?’ tanya Bara keheranan melihat begitu antusiasnya adik satu-satunya itu.
“Gak lah, mumpung sudah sampai sini, sekalian aku belajar sejarah juga nih,” jawab Ratih sembari menggogling tempat mana lagi yang akan mereka kunjungi selanjutnya.
“Mama udah capek tuh Tih. Tega kamu,” kata Bara sambil memandang wajah cantic mamanya yang tampak sudah tidak semerah tadi.
“Mama udah kuat jalan lagi kok. Ayuk lah kita kemana kali ini?” tanyanya bersemangat. “Supaya besok kita tinggal belanja dan makan malam di restoran berputar, iya kan?” kedip mama pada papa Bara membuat papa menghela nafas panjang.
“Duh bakalan jebol ini kartu kredit Papa,” keluhnya sambil berpura-pura menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Hahaha … Kok wajah Papa tiba-tiba jadi suram begitu sih Ma?” tanya Bara pura-pura tidak tahu.
“Entahlah Ra, sejak dulu setiap kali mendengar Papa mendengar kata ’belanja’, wajah papamu selalu berubah seperti itu,” jawab Mama sambil menahan senyum.
Segera mereka berempat tertawa mendengar jawaban Mama. Bara merasa sesak dadanya, menyadari sebentar lagi kehangatan keluarganya hanya akan tinggal kenangan hingga ia kembali lagi ke Indonesia. Sebelum air matanya mengalir, Bara segera berdiri dan mengajak mereka semua untuk segera meninggalkan tempat itu.
“memangnya kita sudah tahu tujuan terakhir kita hari ini kemana?” tanya Ratih yang masih sibuk memainkan hapenya.
“Tahu lah, tujuan kita kali ini ke Altstadt.”

Kekasih yang Tak TersentuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang