You know when it's time to go

1.8K 346 82
                                    

—April

"Hotel Mulia wedding or I don't want it"

"Kamu mau meres aku ya?"

Aku tertawa melihat ekspresi paniknya saat ku utarakan keinginanku tersebut.

"Oh come on. Aku nggak muluk 'kan? I mean, look at you now! Successful EP, nationwide tours, brand deals di sana-sini..."

"Gila kamu, Nja" ia berdecak sembari terkekeh kecil.

"Emang," aku tersenyum lebar seraya keluar dari mobil. "I mean, kamu tuh sekarang basically artis ya, Jeff. Bisa lah aku minta resepsi kayak Tasya Farasya mah..." lanjutku dengan bercanda sembari menyambut uluran tangannya yang sudah menunggu di samping pintu mobil.

Jeff tertawa kemudian menutup pintu mobil di belakangku. "Aku musisi bukan juragan tambang, nggak usah ngadi-ngadi kamu" ujarnya sembari mengulurkan tangan ke arah kepalaku untuk mengacak rambutku gemas.

Untungnya, belum sempat jemarinya menyentuh helai legam rambut yang sudah susah payah kucatok ini, aku keburu menghindar.

"Berani kamu ngacak-ngacak rambut aku, ini heels melayang ya ke kepala kamu" ancamku.

Sebentuk kilat jahil pun terpancar di mata Jeff mendengarnya. Seperti nggak menghiraukan ancaman (serius) yang aku lontarkan sebelumnya, anak itu malah dengan santai meletakkan tangannya di atas kepalaku.

"Jeff."

"Hehe"

"Jeffri Wiraprasetya, I warn you one last time"

"Hehehe..."

Aku mendongak dan memicing ke arahnya yang masih meletakkan tangannya di puncak kepalaku, sebuah senyum lebar menghiasi wajahnya yang terlihat sangat tengil saat ini.

"Jeffri."

"Cium dulu baru aku udahan"

Aku mengangkat alis. "Yakin? Aku pake lipgloss loh ini?"

"So?" ia mengangkat bahunya acuh. "You like it when everyone can see that I'm yours, 'kan?"

Sembari tergelak kecil, aku menepuk pipinya pelan. "Tau nggak, yang gila tuh kamu bukan aku."

"You're not wrong," ia tersenyum dan (akhirnya) melepaskan tangannya dari kepalaku. Selanjutnya ia melingkarkan lengannya di bahuku dan menarikku mendekat.

"I'm crazy about you, that is" ujarnya lembut sebelum mengecup puncak kepalaku singkat.

Aku tergelak kecil dan menggeleng pelan. Yeah he is, he definitely is.

Or was, at least.

Melangkahkan kaki menyusuri lorong hotel mewah ini, aku bisa merasakan perasaanku kembali bergejolak. Meskipun percakapanku dengan Jeff mengenai 'Hotel Mulia Wedding' itu telah terjadi entah berapa tahun yang lalu, namun berada di tempatnya sekarang, tempat di mana aku (meskipun secara bercanda, because heck let's be realistic we both know we could never afford this) membayangkan hubungan kami berdua akan berlabuh dalam sebuah ikatan sakral pernikahan, lumayan menumbuhkan sebentuk nyeri di sudut hatiku.

It should've been us. And we could've still had each other.

Tapi ternyata, nggak selamanya bertahan merupakan pilihan terbaik. Sometimes things are just broken beyond repair, and trying to hold on to them will do nothing but hurt us. Dan itu yang terjadi padaku dan Jeff.

HollowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang