50 Proof

3.9K 600 222
                                    

—Jeff

I'm still trying to wrap my head around what happened that day.

Hampir seminggu telah berlalu, tapi entah mengapa benak gue masih menolak untuk melupakan bagaimana rasanya kembali mendekap Senja dalam pelukan gue.

Rasanya seperti pulang.

Dan gue sama sekali tidak siap untuk itu.

Gue kira, apa yang gue lakukan hari itu hanya impuls semata. Nothing much, nothing deep. Sesuatu yang mungkin akan gue lupakan dalam 3 hari, maksimal, seraya rutinitas gue berjalan seperti biasa.

But it's not. Not even with all these shots of alcohol I took that's starting to cloud my head.

Lo semua tau nggak rasanya dengerin satu record lagu lama yang baru juga mulai note pertama, lo udah kayak kelempar balik ke masa lalu. Lo bisa liat, denger, rasain apa-apa aja yang terjadi di masa lagu itu bolak-balik lo puter buat nemenin hari-hari lo.

That day when I hugged her, I felt like I was thrown back into those days. The days when everything was... simpler.

"...Ini mah kangen..."

Gue menoleh ke arah Jamile yang sedang bertukar lirik dengan Bram di lantai apartemen gue malam ini. Anak itu kemudian mengangsurkan gelas yang ia pegang kepada Bram, menggestur bassist kami untuk mengisi kembali cairan yang mulai menipis di dalamnya dengan Captain Morgan yang berdiri gagah di atas karpet.

"No I'm not??" gue membantah, mengabaikan ringan yang mulai mengangkat kepala gue. "Gue cuma kepikiran aja anjir dulu... dulu tuh... we..."

"...were beautiful?" Bram terkekeh sebelum menyesap minuman di gelasnya sendiri.

"Taeeee" Jamile menyikutnya sambil tertawa. "Udah lah jujur aja, sama kita-kita ini juga. Kalo kangen bilang, jangan denial ntar nyesel" lanjutnya.

"Nggak kangen juga..." gue masih berusaha membantah. "I'm just saying... I'm just saying that... is it normal to miss something without really actually missing them...?"

Bram dan Jamile berpandangan sejenak dan bertukar senyuman penuh arti. Gue menghela nafas.

"Wir, Dod, Sat... Chris? Anyone? Help me out here?" gue melongok ke arah tempat tidur di mana empat orang yang barusan gue panggil namanya sedang sibuk dengan ponsel yang dimiringkan dalam berbagai macam posisi.

ENEMY HAS BEEN SLAIN!

"YES MAMPUS! MAMPUS! YESSS!" Chris jadi yang pertama merubah posisinya. Anak itu mengepalkan satu tangan di udara sambil berteriak-teriak heboh pada ponsel yang masih digenggamnya dengan tangan yang lain.

"Sat sat sat! WOY anjir fak anjir anjir! FAAAK!" Wira jadi yang kedua. Ia melempar ponselnya dan berlutut di kasur dengan ekspresi penuh kekalahan.

"WOOOO YES! Mantap gan..." Dodi yang ketiga.

Dan yang terakhir...

"Anjing!"

"Astaghfirullah Bapak..." Jamile dan Bram menyahut nyaris bersamaan kala umpatan tersebut keluar dari mulut Satria.

Keempat orang yang tadi sibuk bergerombol di area tempat tidur pun satu per satu melangkah menghampiri kami yang duduk di sofa.

"Mil, mau..."

"Bram bagi Bram"

"Di sini nggak ada minuman yang halalan dikit apa? Jeff air putih lo abis ya?" Satria melongok ke dalam kulkas gue mencari minuman yang lebih sesuai dengan prinsipnya.

HollowWhere stories live. Discover now